FST UNAIR Kembali Terjunkan Relawan Filter Air untuk Bencana NTT

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Relawan RSTKA yang membantu korban bencana di NTT. (Dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (UNAIR) menerjunkan relawan untuk membantu korban bencana banjir bandang dan tanah longsor di Nusa Tenggara Timur. Tim tersebut terdiri satu dosen dan tiga mahasiswa yang berada di sana sejak 14 April hingga 25 April mendatang. Fokus dari tim relawan ini adalah penyediaan instalasi air bersih kepada para pengungsi karena air merupakan kebutuhan dasar.

Menurut pemaparan Dio Alif Hutama S.T., MSc., relawan dosen FST UNAIR, daerah yang dipasangi penjernihan air ada empat pulau, yaitu Adonara, Lembata, Alor, dan Pantar. Pada proses pemasangan filter tidak ditemui kesulitan berarti karena mahasiswa yang ikut menjadi relawan sudah terlatih dan pernah terjun saat bencana gempa Mamuju dan Majene.

Akses jalan yang dilalui oleh relawan

“Untuk instalasi tidak ada kesulitan, namun ada di Desa Lipan di Alor aksesnya sulit dan terisolir. Kami turun jauh tempat instalasi, jadi dari tandon air dan memasang pipa harus jalan kaki sekitar 1-2 km dan jalannya menanjak,” tuturnya pada Jumat (23/04/21).

Mobilisasi dari Labuan Bajo, tempat mendarat tim relawan dijemput oleh kapal Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA). Selain itu RSTKA juga banyak bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat sehingga untuk mobilisasi tim relawan dibantu oleh Dinkes setempat. 

Dosen Teknik Lingkungan UNAIR tersebut mengatakan, selain memasang filter seperti yang ada di Mamuju, relawan juga membawa karbon aktif untuk media penjernihan.

“Filter (air, Red) yang dipasang kurang lebih sama, kemarin juga bawa carbon active, selain pemasangannya lebih mudah dan hasil penjernihannya lebih bagus,” terangnya. 

Selain memasang penjernihan, tim relawan juga memberikan edukasi kepada warga setempat mengenai cara perawatan agar dapat dipakai lebih lama. 

“Filter ini bisa di-maintenance oleh warga sekitar. Jadi kami juga memberikan edukasi perawatannya, setiap dua bulan dibersihkan dan bisa dipakai lagi. Jadi umur pakainya lebih panjang,” jelas Dio.

Tandon dan filter air yang telah dipasang

Dio juga menuturkan bahwa kebanyakan dari lokasi yang terdampak adalah pegunungan, sehingga warga sekitar biasanya mendapat air langsung dari sumber mata air. Saat ini, banyaknya pipa yang terputus akibat bencana banjir dan tanah longsor menyebabkan warga mendapat air dari sungai dan sumur yang kualitasnya kurang bagus. 

“Dari Pemda sudah mengupayakan perbaikan, namun masih perlu waktu karena pipa-pipanya cukup panjang, jadi filter ini digunakan saat keadaan darurat seperti saat ini,” terangnya. 

Saat pemasangan, tim relawan dari Teknik Lingkungan UNAIR juga menemukan permasalahan yang dapat ditindaklanjuti ke depan. Diterjunkannya tim relawan ini menjadi survei awal mengenai masalah warga yang kekurangan air bersih sebelum adanya bencana. Misalnya di daerah Lembata dan daerah pesisir lainnya yang kebanyakan airnya adalah payau, sehingga diperlukan alat untuk menjadikan air tawar. 

Untuk saat ini relawan belum dapat memasang filter air payau menjadi air tawar karena fokus awal dari penerjunan relawan untuk membantu akses air bersih bagi yang terdampak banjir dan longsor. Sehingga alat yang dibawa tidak sesuai dengan kebutuhan untuk penjernihan air payau. (*)

Penulis : Tata Ferliana W.

Editor : Binti Q Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp