Peranan P53, Transforming Growth Factor Beta-1, dan Interleukin-10 dengan Penyakit Hati Tahap Lanjut pada Pasien Hepatitis B

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh unitedpharmacies.nl

Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah kesehatan global di seluruh dunia, terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Apabila hepatitis B ini tidak tertangani, dapat timbul komplikasi yang menuju penyakit hati tahap lanjut pada sekitar 40% pasien, meliputi sirosis hati dan kanker hati. Terapi utama penyakit hati tahap lanjut adalah transplantasi hati, akan tetapi terapi ini masih sulit sekali dilakukan di Indonesia. Penyakit hati tahap lanjut melibatkan patogenesis molekuler yang kompleks, termasuk di antaranya P53, Transforming Growth Factor Beta-1 (TGF-Beta1), dan Interleukin-10 (IL-10). TGF-Beta1 adalah sitokin yang dapat memicu kematian sel dan mengendalikan pertumbuhan sel, namun di sisi lain, sitokin ini juga dapat merangsang pertumbuhan matriks ekstrasel dan menghambat degradasinya. Kondisi peradangan akut akibat infeksi VHB menyebabkan sel hati mengalami perubahan jalur persinyalan TGF-Beta1 menjadi ke arah pro fibrosis dan pro kanker. Protein P53 juga memiliki peranan penting dalam perkembangan penyakit hati. Protein ini berperan sebagai pengatur siklus sel yang mengendalikan keganasan, termasuk kanker hati. Interleukin-10 adalah sitokin yang mencegah peradangan sel, tetapi memiliki efek menekan imunitas tubuh terhadap infeksi virus. Perubahan kadar dari ketiga penanda molekuler tersebut memiliki peran terhadap kejadian penyakit hati tahap lanjut pada pasien hepatitis B. Diketahui juga bahwa faktor polimorfisme atau variasi genetik berperan dalam ekspresi molekul P53 dan TGF-Beta1 di dalam tubuh.

Penelitian mengenai ketiga penanda molekuler tersebut telah kami lakukan di populasi Indonesia pada pasien hepatitis B kronis dewasa sebanyak 68 orang, yang terdiri dari 28 pasien hepatitis B kronis tanpa penyakit hati lanjut dan 40 pasien hepatitis B kronis dengan penyakit hati lanjut. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode laboratorium Enzyme-linked Immunoassay (ELISA) untuk mengukur kadar ketiga molekul tersebut di dalam darah. Pemeriksaan polimorfisme gen P53 dan TGFBeta1 juga dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) di daerah gen kodon 72 untuk P53 dan -509 untuk TGF-Beta1.

Pada penelitian kami, ditemukan kadar P53, TGF-Beta1, dan IL-10 yang lebih tinggi pada laki-laki dibanding wanita. Laki-laki juga diketahui lebih banyak terkena hepatitis B daripada wanita, dimana hal ini berkaitan dengan pengaruh hormon yang berbeda. Ditemukan pula kadar P53 yang lebih tinggi secara bermakna pada pasien dengan penyakit hati lanjut. Walaupun P53 memiliki sifat proteksi, peningkatan P53 yang berlebih dapat ditemukan pada beberapa keganasan, termasuk kanker hati. Terdapat pula peningkatan bermakna kadar TGF-Beta1 pada pasien dengan penyakit hati lanjut. TGF-Beta1 berperan di dalam hati dalam penggantian sel hati yang rusak menjadi jaringan ikat, mengontrol pertumbuhan sel, dan perkembangan tumor. Dikatakan pula bahwa TGF-Beta1 kadarnya meningkat seiring dengan derajat keparahan penyakit hati, sehingga dapat membantu diagnosis penyakit hati lanjut. Pada penelitian kami tidak didapatkan hubungan signifikan antara kadar IL-10 maupun polimorfisme gen P53 dan TGF-Beta1 dengan penyakit hati lanjut. Interleukin-10 memiliki sifat ganda sehingga di satu sisi sitokin dapat mengurangi peradangan hati melalui efek anti peradangan, sedangkan di sisi lain memiliki risiko menekan kekebalan tubuh. Pada pasien kami kemungkinan efek anti peradangan yang mendominasi sehingga kadar IL-10 tidak berhubungan dengan penyakit hati tahap lanjut. Untuk polimorfisme genetik, hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain selain genetik yang dapat mempengaruhi ekspresi dari P53 dan TGF-Beta1. Sebagai contoh, keberadaan molekuler pengendali sinyal molekuler lain, sitokin lain, atau polimorfisme gen di daerah lain.

Berdasarkan berbagai hasil yang kami dapatkan, pemeriksaan kadar P53 dan TGF-Beta1 dapat digunakan sebagai penanda penyakit hati tahap lanjut pada pasien hepatitis B. Kadar kedua molekul tersebut tidak dipengaruhi oleh polimorfisme genetik di kodon 72 maupun -509.

Penulis: Citrawati Dyah Kencono Wungu

Informasi lengkap dari penelitian kami dapat dibaca di Indian Journal of Forensic Medicine and Toxicology dengan link berikut: http://medicopublication.com/index.php/ijfmt/article/view/15736

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp