Hubungan Antara Plasma Konvalesen dan Risiko Kematian di Antara Pasien dengan COVID-19

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh telenews.id

Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) masih menjadi tantangan tersendiri. Meski pedoman penanganan COVID-19 telah ditetapkan, beberapa laporan masih melaporkan tingkat kematian yang tinggi di antara pasien COVID-19. Dalam pedoman tersebut menyarankan bahwa beberapa pengobatan, termasuk antivirus, hidroksiklorokuin, steroid, antikoagulasi, dan perawatan suportif lainnya, harus digunakan untuk merawat pasien dengan COVID-19. Namun, bukti terbaru dari studi skala besar gagal untuk mengklarifikasi kemanjuran pengobatan yang disarankan tersebut.

Temuan dari uji solidaritas WHO gagal mengklarifikasi manfaat hidroksiklorokuin, remdesivir, interferon, dan lopinavir dalam penanganan COVID-19. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru dalam penanganan COVID-19.

Plasma konvalesen, terapi imunologi, diketahui memiliki kemanjuran yang menjanjikan untuk mengelola beberapa penyakit menular. Plasma konvalesen, sebuah strategi imunisasi pasif, pertama kali diperkenalkan oleh von Behring dan Kitasato pada tahun 1890. Pada awalnya, digunakan untuk mengobati difteri dan penyakit menular lainnya seperti demam berdarah dan pertusis. Selain itu, karena efeknya yang baik, terapi ini juga digunakan untuk penanganan Ebola, SARS, dan MERS.

Pada pasien dengan MERS, SARS, dan Ebola, perbaikan klinis dan penurunan angka kematian diamati pada pasien yang menerima plasma konvalesen dibandingkan dengan pasien yang tanpa plasma konvalesen. Namun, kemanjuran plasma konvalesen dalam pengelolaan COVID-19 saling bertentangan. Meta-analisis sebelumnya juga menghasilkan temuan yang tidak meyakinkan karena kurangnya metodologi terstruktur. Oleh karena itu, diperlukan meta-analisis holistik untuk memberikan wawasan tentang kemanjuran klinis plasma konvalesen untuk pengelolaan COVID-19.

Penelitian ini merupakan tinjauan sistematis dan meta-analisis yang mencakup periode Juli 2020 – Desember 2020 yang dilakukan untuk menilai kemanjuran plasma konvalesen sebagai pengobatan tambahan pada pasien COVID-19. Artikel yang relevan dinilai untuk kriteria inklusi dan eksklusi sebelum analisis akhir. Kualitas artikel diklasifikasikan sebagai kualitas rendah, sedang, dan tinggi. Artikel dengan kualitas rendah dikeluarkan dari analisis. Hubungan antara plasma konvalesen dan pengurangan risiko kematian di antara pasien COVID-19 dinilai menggunakan Z test.

Dalam proses akhir, 12 makalah dimasukkan dalam analisis, yaitu terdiri dari tiga studi cross-sectional, satu studi prospektif, lima studi retrospektif, dan tiga studi RCT. Sebanyak 1.937 pasien yang mendapatkan plasma konvalesen dan 3.405 pasien tanpa plasma konvalesen, dikumpulkan dari 12 makalah, dimasukkan dalam analisis. Data menunjukkan bahwa pasien COVID-19 tanpa plasma konvalesen memiliki risiko kematian 1,92 kali lipat lebih tinggi daripada pasien yang mendapatkan plasma konvalesen (OR: 1,92; 95%CI: 1,33, 2,77; p = 0,0005). Selanjutnya, analisis sub-kelompok di antara pasien COVID-19 parah yang dikumpulkan dari sembilan makalah dengan 1.458 pasien yang mendapatkan plasma konvalesen dan 2.706 pasien tanpa plasma konvalesen. Data yang terkumpul menunjukkan risiko kematian 1,32 kali lipat lebih tinggi pada pasien COVID-19 tanpa plasma konvalesen dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan plasma konvalesen (OR: 1,32; 95%CI: 1,09, 1,60; p=0,0040).

Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa pengobatan dengan plasma konvalesen terkait dengan penurunan angka kematian baik pada semua kasus COVID-19 maupun pasien COVID-19 yang parah. Secara singkat, transfer plasma memiliki potensi dalam penurunan risiko kematian pada pasien COVID-19.

Penulis: Dr. Laksmi Wulandari, dr., Sp.P(K), FCCP

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34099199/

Wulandari L, Amin H, Soedarto, Soegiarto G, Ishiwata K. Macrophage Activity and Histopathological Differences of Lung Tissue on Sequential Co-infections of Heligmosomoides Polygyrus Nematode on Mycobacterium Tuberculosis Infection. Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology 2020;14(2):1699-1704. https://doi.org/10.37506/ijfmt.v14i2.3181

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp