Balita Stunting Memiliki Tingkat Zinc Rambut Lebih Rendah Dibandingkan dengan Balita Normalnya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by detikNews

Stunting merupakan masalah gizi dunia termasuk di Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Nasional tahun 2013, prevalensi stunting adalah 37,2%. Stunting terutama disebabkan oleh asupan makanan bergizi yang tidak memadai dan penyakit infeksi. Ketidakseimbangan pasokan nutrisi dan pengeluaran energi akan mengganggu pertumbuhan sel dan organ untuk berfungsi secara normal. Defisiensi mikronutrien seperti zat besi, yodium, seng, dan vitamin A berkontribusi terhadap etiologi stunting. Sementara itu, defisiensi makronutrien protein memberikan kontribusi besar pada retardasi tumbuh kembang anak. Malnutrisi energi protein yang parah dalam jangka panjang menyebabkan penyakit malnutrisi berat seperti kwashiorkor dan marasmus.

Studi menunjukkan bahwa tingkat stunting yang lebih tinggi ditemukan di daerah pedesaan. Anak-anak pedesaan memiliki asupan lemak protein yang lebih rendah. Selain itu, kurangnya asupan mineral esensial juga berkontribusi terhadap status gizi mikro yang lebih buruk. Tingkat sosial ekonomi yang lebih rendah di daerah pedesaan mungkin menjadi penyebab kurangnya akses ke produk makanan yang lebih bergizi. Nganjuk, sebuah kecamatan kecil di Jawa Timur, merupakan salah satu dari sekian banyak kabupaten yang masuk dalam wilayah prioritas program pengurangan stunting. Prevalensi stunting di Kabupaten Nganjuk sebesar 44,3%, prevalensi tertinggi di Provinsi Jawa Timur.

Seng adalah mikronutrien penting untuk fungsi tubuh dan sangat penting untuk berbagai fungsi molekuler dasar. Fungsi dasar utama seng dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi: mengkatalisis aktivitas enzimatik: berkontribusi pada struktur protein, dan mengatur ekspresi gen. Kekurangan seng sering dikaitkan dengan kekurangan gizi dan mempengaruhi sekitar 1/3 populasi dunia. Kekurangan seng dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan, disfungsi pengecap dan kehilangan nafsu makan. Mengenai pengaruhnya terhadap stunting, penyebab dan etiologinya antara lain: nutrisi (energi, makronutrien, mikronutrien, dan faktor toksik), infeksi (cedera pada mukosa gastrointestinal), dan infeksi ibu-bayi. Mencerminkan fungsi seng, sebagai mikronutrien penting untuk pertumbuhan, penipisan seng organisme sehingga hampir mempengaruhi setiap sistem organ dalam tubuh manusia, dan itu mencakup sejumlah perubahan biokimia yang beragam mengakibatkan disfungsi metabolisme umum. Hal ini didukung dengan beberapa penelitian yang menemukan bahwa defisiensi zinc telah dikaitkan dengan gangguan pertumbuhan dan stunting.

Masalah gizi buruk kronis pada bayi yang merupakan efek dari kurangnya asupan makanan termasuk kekurangan zinc dapat diidentifikasi melalui rendahnya kadar zinc pada rambut. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan di Surabaya yang menggambarkan konsentrasi kadar zinc rambut yang kurang (<150mg/L) yang mayoritas terjadi pada balita stunting. Demikian pula penelitian di Kabupaten Kendal pada anak usia 6-9 tahun menunjukkan hasil ada perbedaan kadar zinc rambut berdasarkan derajat stunting dan ada hubungan positif kadar zinc rambut dengan z-score TB/U, kadar zinc rambut meningkat dengan meningkatnya TB/U z-score. Rata-rata kadar zinc rambut pada balita stunting lebih rendah dibandingkan non-stunting. Penelitian pada balita usia 12-24 bulan di Surabaya menunjukkan sebaliknya, tidak ada perbedaan kadar zinc rambut stunting dan non-stunting. Penelitian dengan target umur yang sama (12-24 bulan) yang juga dilakukan di Semarang menunjukkan hasil yang sama yaitu tidak ada hubungan antara kadar zinc rambut dengan status gizi (PB/U).

Tanda-tanda klinis defisiensi zinc pada bayi seperti gangguan pertumbuhan juga dapat menyebabkan gangguan nafsu makan (anoreksia) yang dapat berhubungan dengan rendahnya kadar zinc rambut (<150 ppm). Anoreksia dapat mengakibatkan penurunan asupan energi sekitar 20% lebih rendah dari pada kondisi umum, hal ini juga mempengaruhi laju sintesis pemecahan protein, penurunan penyerapan lemak dan protein dari makanan sehingga menyebabkan penurunan penyerapan energi dari makanan dibandingkan kondisi normal. Kekurangan zinc juga dapat dikaitkan dengan terhentinya pertumbuhan rambut (alopecia), selain itu pada penelitian ini ada beberapa balita yang memiliki rambut tipis dan berwarna coklat yang juga disebabkan oleh defisiensi zinc. Kesimpulannya, anak stunting dengan asupan zinc yang buruk memperoleh hasil zinc rambut yang lebih rendah dibandingkan dengan anak non-stunting.

Penulis: Trias Mahmudiono, SKM., MPH., GCAS., Ph.D

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada artikel kami di:

Kristiani R., Mahmudiono T. (2020). Stunted Toddlers Had Lower Hair Zinc Level Compared To Their Normal Peers: Result From A Case Control Study In Nganjuk. Journal of Nutritional Science and Vitaminology. https://doi.org/10.3177/jnsv.66.S103

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp