Waspada Konsumsi Gula Berlebih, Peneliti UNAIR Kembangkan Alat Ukur Konsumsi Gula

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by Farmaku

Perkembangan ketersediaan makanan dan minuman terkini yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir secara tidak langsung berdampak pada peningkatan asupan gula, khususnya pada kelompok remaja yang memiliki rasa keingintahuan tinggi untuk mencoba makanan dan minuman baru. Selama ini, kita menyalahkan lemak sebagai penyebab kegemukan padahal gula juga memiliki peran dalam meningkatkan risiko kegemukan dan obesitas dini. Konsumsi minuman manis (sugar-sweetened beverages) yang lebih tinggi pada remaja juga dapat menjadi prediktor risiko kardiometabolik pada orang dewasa.

Indonesia tercatat sebagai negara dengan konsumsi gula tertinggi setelah India dan China. Terlihat konsumsi gula penduduk Indonesia sedikit lebih tinggi dari 5% dari total energi. Diprediksi akan lebih tinggi jika dikombinasikan dengan konsumsi gula invisible/tersembunyi dari minuman ringan atau minuman lainnya. Apalagi tren konsumsi minuman bersoda semakin meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan. Namun, Survei Sosial Ekonomi Nasional tidak menggunakan penilaian diet langsung dalam menilai asupan gula umum tetapi menghitung pengeluaran bulanan untuk konsumsi gula, dan dengan demikian mungkin sangat tidak dapat dipastikan konsumsinya.

Di Indonesia, studi diet terakhir pada tahun 2014 menggunakan metode recall 24 jam untuk mengukur asupan gula, yang mungkin tidak mewakili asupan gula yang sebenarnya pada populasi karena menilai asupan gula relatif sulit dan umumnya kurang dilaporkan terutama pada populasi dengan literasi yang lebih rendah. Selain itu, tidak ada data yang dilaporkan tentang rata-rata asupan harian berbagai jenis gula dari makanan dan minuman manis pada penduduk Indonesia. Dengan demikian, mengembangkan alat penilaian cepat yang divalidasi untuk mengukur asupan gula harian, baik total gula dan gula spesifik (glukosa, fruktosa, sukrosa) diperlukan untuk menghasilkan alat ukur konsumsi yang mudah, murah dan cepat. Penelitian prospektif di masa depan dalam menemukan bukti epidemiologis tentang hubungan antara asupan gula dan penyakit degenerative berkaitan gizi.

Pengembangan alat ukur untuk mengukur asupan gula dengan cepat dapat membantu individu maupun tenaga kesehatan dalam asesmen asupan gula sehingga bisa melakukan tindakan preventif agar tidak terjadi obesitas hingga diabetes mellitus Metode Semi-kuantitatif food frequency questionnaire (SFFQ) sebenarnya sudah lama dikembangkan, namun, belum ada yang bertujuan untuk secara spesifik mengukur asupan gula individu, terutama pada populasi remaja Indonesia. SFFQ  harus di validasi sebelum dapat digunakan sebagai alat ukur.

Uji validitas dilakukan pada 106 remaja dari wilayah Surabaya (urban) dan Sidoarjo (rural). Penelitian terdiri dari 2 tahapan yaitu tahapan mengembangkan SFFQ dan tahap kedua mengkur reliabilitas dan validitasnya. Masing-masing tahapan dijabarkan dalam beberapa langkah lagi. Pengembangan alat ukur SFFQ konsumsi gula dilakukan dengan analisis database makanan dari DKBM/TKPI/hasil SDT 2014, observasi pasar, warung, supermarket sekitar lokasi penelitian dan studi preliminary pada remaja 16-18 tahun. Setelah terkumpul bahan makanan dengan kadar gula tinggi yang sering dikonsumsi, dilakukan pretest untuk memastikan sebelum divalidasi. Pada tahap awal, 55 makanan dan minuman masuk ke dalam list SFFQ dan setelah pretest menjadi 49 item makanan, ada 7 bahan makanan yang dikeluarkan karena tingkat konsumsi 0 dan 1 bahan makanan baru muncul.

Studi reliabilitas dilakukan dengan pemberian dua kali SFFQ dalam periode terpisah satu bulan. Berdasarkan tinjauan literatur, asupan gula relatif stabil dari waktu ke waktu sehingga kerangka waktu survei satu bulan akan tepat untuk memperkirakan asupan gula harian serta untuk meminimalkan variasi dalam respons asupan makanan karena perubahan dari waktu ke waktu atau kehilangan memori. Untuk studi validasi, referensi asupan diambil dengan metode food diari 6 hari yang terdiri dari dua kali 3 hari tidak berurutan yang diberikan dalam dua minggu yang berbeda. Rerata asupan gula harian subjek yang diperoleh melalui food diary adalah sebesar 58,80 g/hari. Fruktosa, sukrosa, dan asupan gula total secara signifikan lebih tinggi pada anak perempuan daripada anak laki-laki.

Alat ukur konsumsi gula SFFQ yang kami kembangkan terbukti reliabel dan valid untuk menilai asupan gula harian pada populasi remaja. Instrumen yang dikembangkan ini dapat berfungsi sebagai alat sederhana untuk mengetahui asupan gula baik di setting klinis seperti rumah sakit atau pusat kesehatan primer seperti puskesmas. Skrining asupan gula harian dapat menjadi informasi dasar yang berguna bagi ahli gizi atau profesional kesehatan lainnya untuk memutuskan penilaian atau pembatasan lebih lanjut. Selain itu, di tingkat pemerintah, SFFQ yang dikembangkan dapat digunakan dalam survei diet nasional, khususnya untuk menilai asupan gula harian, dengan memberikan beberapa perbaikan mengingat penduduk Indonesia adalah negara multikultural. Selain itu, penelitian lebih lanjut dapat menggunakan kuesioner ini untuk menyelidiki hubungan antara asupan gula harian dan obesitas atau gangguan metabolisme, yaitu penyakit kardiovaskular, sindrom metabolik, atau diabetes mellitus tipe 2 dalam penelitian epidemiologi yang lebih luas. Mengetahui hubungan antara asupan gula dan penyakit dapat mendorong pemerintah untuk menetapkan kebijakan kesehatan masyarakat baru terkait asupan gula, terutama dalam pencegahan penyakit degeneratif.

Penulis: Qonita Rachmah, Wantanee Kriengsinyos, Nipa Rojroongwasinkul, Tippawan Pongcharoen

Artikel dapat ditemukan pada link berikut:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844021013918?fbclid=IwAR1lOg0nxlhb6kBYYDEr8HeMx2EQLTpizqcUgqhSoyMrHvE1iNp4XAMasx4

DOI: https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2021.e07288

Penulis Artikel Populer: Qonita Rachmah

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp