Pola Tumbuh Kembang Bayi dengan Alergi Susu Sapi di Indonesia yang Diberi Susu Formula Kedelai

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Ibu dan Balita

Air susu ibu (ASI) tidak diragukan lagi merupakan makanan terbaik bagi bayi. Meskipun demikian, ada bayi-bayi yang tidak dapat diberikan ASI eksklusif karena kondisi tertentu. Akibatnya, bayi-bayi ini akan menerima susu formula, yang sebagian besar diadaptasi dari susu sapi, sehingga mempunyai resiko terjadi alergi susu sapi (ASS). Alergi susu sapi tampaknya menjadi alergi makanan yang paling umum pada anak usia dini, dengan kejadian 2-3% pada tahun pertama kehidupan. Di kalangan anak-anak Indonesia, ASS merupakan alergi makanan kedua terbanyak setelah telur atau konsumsi produk-produk mengandung telur. Perkiraan prevalensi ASS bervariasi dari 2% hingga 7,5%. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menetapkan pedoman manajemen ASS dan merekomendasikan penggunaan formula terhidrolisis ekstensif (FTe) untuk alergi ringan hingga sedang atau formula berbasis asam amino untuk kondisi parah. Namun, mengingat tingginya biaya dan ketersediaan FTe, maka penggunaan susu formula berbasis kedelai dapat digunakan sebagai sumber makanan alternatif pada bayi yang tidak dapat mentoleransi susu sapi, namun ibu harus tetap mendapat informasi yang baik tentang pilihan pemberian susu formula untuk anak-anak mereka.

Formula berbasis kedelai bagi anak dengan alergi susu sapi

Ada perdebatan mengenai keamanan dan potensi alergen dari formula kedelai, dan kecukupan nutrisinya. Kekhawatiran telah dikemukakan sehubungan dengan komponen formula kedelai, yaitu fitoestrogen/isoflavon, karena potensi efek negatifnya pada perkembangan manusia, reproduksi, dan fungsi endokrin. Meskipun demikian, tidak ada bukti konklusif bahwa fitoestrogen/isoflavon dapat membahayakan kesehatan manusia. Pedoman oleh European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition (ESPGHAN) mempertimbangkan penggunaan formula kedelai setelah usia 6 bulan karena biayanya yang lebih rendah dan penerimaan yang lebih baik, dan hanya jika toleransi terhadap protein kedelai telah ditetapkan oleh tantangan klinis. American Academy of Pediatrics (AAP) juga mengizinkan penggunaan formula kedelai sebagai pengganti susu sapi untuk bayi cukup bulan dengan indikasi tertentu. Berkaitan dengan kecukupan gizi, beberapa studi membandingkan konsumsi susu formula kedelai dengan susu sapi pada bayi menunjukkan tidak ada perbedaan pertumbuhan dalam 4 bulan pertama, juga dalam hal pola pertumbuhan, albumin serum, dan kadar hemoglobin. Namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai efek samping susu formula kedelai dan kemungkinan pilihan untuk bayi yang tidak dapat menyusui dan tidak dapat mentolerir susu sapi. Di Asia orang terbiasa mengonsumsi kacang kedelai sebagai susu atau makanan penutup sepanjang hidup mereka. Oleh karena itu, bisa terdapat pola perbedaan paparan kacang kedelai antara orang Asia dan non-Asia. Namun demikian, data untuk membuktikan bahwa insiden alergi protein kedelai akan lebih rendah di Asia daripada di non-Asia masih terbatas. Di Indonesia belum dilakukan penelitian khusus membahas pengaruh susu kedelai terhadap perkembangan tumbuh kembang bayi. Susu formula kedelai cukup populer untuk bayi dengan ASS, sementara FTe tidak tersedia secara luas dan terjangkau oleh banyak orang Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini membandingkan status pertumbuhan bayi ASS yang mengonsumsi susu formula kedelai dengan standar pertumbuhan World Health Organization (WHO). Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang status pertumbuhan bayi selama periode enam bulan. Selain itu, penelitian ini memberikan data tentang toleransi makan bayi terhadap konsumsi susu formula kedelai.

Kami melakukan sebuah studi intervensi multi-center pada bayi ASS dengan riwayat lahir normal dan cukup bulan. Subjek diberikan susu formula berbasis kedelai terus menerus selama rentang waktu enam bulan. Berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala diukur pada awal, minggu ke 4, 8, 12, 16, 20, dan 24. Efek samping dicatat dengan skor dermatitis atopik dan skor klinis berdasarkan gejala.

Berdasarkan grafik pertumbuhan WHO, kami menemukan bahwa sebagian besar subjek memiliki status gizi normal untuk berat badan menurut umur, panjang badan menurut umur, berat badan menurut panjang, dan lingkar kepala menurut umur. Ada perbedaan signifikan secara statistik antara baseline dan end-line untuk berat badan menurut umur, panjang badan menurut umur, berat badan menurut panjang badan, dan status gizi lingkar kepala menurut umur. Tidak ada gejala alergi atau intoleransi terhadap formula kedelai yang diamati pada akhir periode intervensi.

Implikasi dari hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa bayi yang diberi susu formula berbahan dasar kedelai memiliki pola tumbuh kembang yang normal.

Penulis : Azwin Mengindra Putera, dr, SpA(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://doi.org/10.5223/pghn.2021.24.3.316

Budi Setiabudiawan ,  Mei Neni Sitaresmi ,  Gartika Sapartini ,  Sumadiono ,  Endah Citraresmi ,  Rini Sekartini ,  Azwin Mengindra Putra ,  and Juandy Jo (2021). Growth Patterns of Indonesian Infants with Cow’s Milk Allergy and Fed with Soy-Based Infant Formula. Pediatr Gastroenterol Hepatol Nutr.;24(3):316-324

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp