Kebiasaan Sarapan dan Tingkat Kecukupan Gizi Pangan Jajanan Berhubungan dengan Status Gizi pada Remaja

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by HonestDocs

Masa remaja merupakan periode terjadinya perubahan secara biologis, sosial dan kognitif. Asupan makanan yang bergizi dibutuhkan remaja untuk mengoptimalkan pertumbuhan fisik dan perkembangan tubuh. Asupan gizi yang tidak seimbang akan berpotensi menyebabkan permasalahan status gizi lebih maupun status gizi kurang. Asupan gizi yang baik pada masa remaja sangat dibutuhkan untuk menggantikan kekurangan gizi yang dialami selama masa anak- anak dan dibutuhkan untuk memenuhi pertumbuhan fisik. Remaja rentan mengalami perubahan perilaku dan gaya hidup terutama perubahan pada perilaku makan. Pola makan yang tidak teratur juga sering dilakukan tanpa memperhatikan keseimbangan gizinya.

Salah satu penyebab remaja mengalami kelebihan berat badan adalah kebiasaan tidak melakukan sarapan yang berujung pada peningkatkan frekuensi konsumsi pangan jajanan yang tinggi kalori, gula, dan lemak. Disamping itu, remaja yang terbiasa tidak sarapan dan tidak diimbangi dengan peningkatan asupan akan berisiko mengalami kekurangan gizi. Status gizi remaja yang biasa melakukan sarapan lebih baik dari yang melewatkan sarapan. Remaja yang memiliki kebiasaan konsumsi sarapan yang baik, mengonsumsi lebih sedikit kalori dalam sehari dan memiliki faktor kemungkinan obesitas lebih kecil.

Pada usia remaja sangat sulit meluangkan waktu duduk untuk makan dan lebih memilih untuk melewatkan makan atau hanya melakukan snacking saja. Pemenuhan energi remaja saat di sekolah dilakukan dengan mengonsumsi pangan jajanan di warung, kantin, kafetaria, maupun jajanan yang dipasarkan oleh pedagang keliling di sekitar lingkungan sekolah. Pangan jajanan atau food street merupakan bentuk makanan maupun minuman yang disajikan oleh pedagang kaki lima untuk dijual di tempat umum dan dapat langsung dikonsumsi oleh pembelinya. Anak usia sekolah memiliki kecenderungan untuk makan atau jajan sesuai dengan apa yang diinginkan. Faktor lain yang dapat mempengaruhinya antara lain lingkungan, uang saku, teman sebaya, dan orang tua.  Semakin beragamnya makanan jajanan yang dijual oleh para pedagang akan mendorong kebiasaan mengonsumsi pangan jajanan pada anak sekolah terutama saat jeda jam pelajaran.

Hasil penelitian Damara dan Muniroh (2021) menunjukkan bahwa hanya 46,8% responden yang melakukan sarapan terkategori selalu (7x/minggu). Sisanya terkategori jarang dan kadang-kadang sarapan. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh responden (53,2%) melakukan sarapan ≥ pukul 09.00. Hal ini tidak termasuk dalam kategori kebiasaan sarapan yang baik. Sarapan yang sehat dianjurkan dapat memenuhi sekitar 15-30% AKG. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh responden asupan energinya <15%AKG yakni sebesar 51,9%. Kebiasaan sarapan responden sebagian besar (64,9%) terkategori memiliki kebiasaaan sarapan yang kurang baik. Responden yang memiliki kebiasaan sarapan selama 7x/minggu tidak semuanya memenuhi kebutuhan asupan energi >15%AKG. Selain itu, responden yang asupan sarapannya sudah mencukupi >15%AKG, tidak semuanya melakukan sarapan sebelum pukul 09.00. Beberapa alasan responden melewatkan sarapan yaitu karena tidak nafsu makan atau tidak lapar, takut terlambat atau kesiangan, tidak sempat memasak, dan takut sakit perut. Solusi yang biasa dilakukan saat melewatkan sarapan diantaranya adalah membeli camilan atau nasi bungkus di kantin sekolah, selain itu biasanya responden juga membawa susu atau roti dari rumah.

Tingkat kecukupan energi pangan jajanan menunjukkan 41,6% terkategori cukup. Hampir separuh responden memiliki tingkat kecukupan protein, lemak dan karbohidrat yang termasuk kategori lebih. Pangan jajanan yang mengandung lemak tinggi dapat berkontribusi meningkatkan risiko terjadinya overweight ataupun obesitas. Konsumsi pangan jajanan secara berlebih dapat menyebabkan penurunan nafsu makan. Nafsu makan yang rendah dan berlangsung lama dapat mempengaruhi status gizinya

Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat korelasi antara kebiasaan sarapan dengan status gizi. Sarapan sangat penting digunakan sebagai pemasok bahan bakar untuk kebutuhan gizi di pagi hari. Kebiasaan melewatkan sarapan dapat menjadi faktor risiko timbulnya permasalahan kesehatan. Kerugian yang didapatkan jika meninggalkan sarapan adalah menurunkan fungsi kongitif pada anak, menurukan motivasi dan semangat anak untuk melakukan aktifitas, defisiensi zat gizi makro maupun mikro yang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap kondisi fisik, mental dan kesehatan. Kebiasaan meninggalkan sarapan dapat menjadi salah satu penyebab tubuh mengalami kekurangan zat gizi yang tidak dapat diganti dengan waktu makan lainnya. Tubuh kekurangan glukosa sebagai akibat dari melewatkan sarapan sehingga tubuh memecah persediaan energi dari jaringan lemak. Apabila hal tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang lama dan berproses secara terus menerus dapat berakibat mengalami gizi kurang.

Disamping itu juga ditemukan hasil semakin tinggi tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat dari pangan jajanan maka status gizinya semakin lebih. Konsumsi pangan jajanan yang tinggi lemak dan memiliki densitas energi yang tinggi (seperti coklat, donat, terang bulan mini, martabak, telur gulung, otak-otak, cireng dll) menyebabkan anak tidak merasa kenyang dengan cepat sehinga cenderung meningkatkan jumlah konsumsi yang akhirnya berdampak pada status gizi.  Kebiasaan konsumsi pangan jajanan memiliki risiko sebesar tujuh kali-lipat lebih berisiko mengalami peningkatan status gizi yang berujung pada gizi lebih dan obesitas.

Penulis: Lailatul Muniroh

Link Jurnal: https://e-journal.unair.ac.id/MGI/article/view/15400

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp