Karakterisasi Semi-Refined Kappa Carrageenan dengan Menggunakan Perbedaan Pelarut

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Rosdee Ajinomoto

Penggunaan rumput laut di Indonesia dapat dioptimalkan dengan cara menggunakan diversifikasi produk rumput laut diantaranya carrageenan. Carrageenan adalah polysaccharide yang terdiri galactose linear dengan tingkat sulfation tertentu. Carrageenan telah digunakan dalam berbagai kebutuhan seperti formulasi obat, kosmetik, pharmaceutical, industry makanan dan tekstil. Fungsi utama carrageenan dalam bahan makanan yaitu sebagai stabilizer dan pembentuk texture produk makanan. Tiga type carrageenan yang sering kali dihasilkan adalah kappa-carrageenan, iota-carrageenan dan lambda-carrageenan dimana perbedaan ketiga carrageenan berdasarkan komposisi struktur kimia yang dimiliki. Kuantitas dan kualitas carrageenan yang dihasilkan sangat dipengaruhi metode ekstraksi dan pelarut organic yang digunakan. Industri carrageenan menggunakan pelarut alkaline  untuk mengekstraksi dan memodifikasi carrageenan dari rumput laut.

Karakterisasi produk carrageenan dibutuhkan untuk mendapatkan standard yang bisa di terima oleh konsumen local dan Internasional. Karakterisasi carrageenan secara fisik meliputi gel strength, viscosity and yield, sedangkan karakterisasi carrageenan secara kimia meliputi kandungan sulfat, kadar air dan kadar abu. Tujuan dari studi yang dilakukan adalah untuk menentukan pelarut organic untuk menghasilkan carrageenan dari rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan karakterisasi terbaik dan membandingkan ekstraksi carrageenan dengan standard International. Larutan yang digunakan sebagai solvent adalah distilled water dan pelarut alkaline (KOH 0.5N dan NaOH 0.5N).

Uji parameter utama carrageenan dalam riset yang dilakukan meliputi gel strength, viscosity, yield, sulfate content, kadar air dan kadar abu, sedangan uji parameter pendukung meliputi pH, warna, bau dan tampilan carrageenan. Hasil analisis dengan Fourier Transformed Infrared (FTIR) spectrophotometric mengindikasikan bahwa functional group yang terlihat menunjukkan karakter kappa-carrageenan.

Selanjutnya dalam uji gel strength dengan menggunakan texture analyzer menunjukkan tidak perbedaan significant hasil carrageenan yang menggunakan pelarut NaOH 0.5N dan KOH 0.5N namun sangat berbeda dengan hasil gel strength dari carrageenan yang di beri perlakuan distilled water (0.00 g/cm2) . Gel strength carrageenan dari hasil ekstraksi KOH 0.5N  mencapai rata-rata 421.48 g/cm2 sedangkan hasil ekstraksi NaOH 0.5N mencapai rata-rata 431.68 g/cm2 telah  memenuhi standard Internasional untuk gel strength (FAO dan FCC 200-500 g/cm2, Marine Science Co., Ltd. 200-300 g/cm2).

Viscosity berkaitan dengan reaksi cyclization dari µ-carrageenan ke kappa-carrageenan sehingga mengalami peningkatan kekentalan bahan. Reaksi cyclization dapat menurunkan kadar sulfat carrageenan dimana proses ekstraksi menggunakan alkali menyebabkan pertukaran ion di antara kation dalam pelarut (K+ atau Na+) dengan ion sulfat rumput laut sehingga kadar sulfat menurun. Mekanisme yang terjadi membuktikan bahwa tingginya kadar viscosity dari perlakuan KOH 0.5N dan NaOH 0.5N diakibatkan kelompok pelarut alkaline. Pada uji viscosity terlihat ekstraksi carrageenan dari pelarut KOH 0.5N mempunyai nilai rata-rata viscosity 30.333 cP, sedangkan dari pelarut NaOH 0.5N mempunyai nilai rata-rata viscosity 31.167 cP dan dari pelarut distilled water mempunyai nilai rata-rata viscosity 11,667 cP. Standard International untuk viscosity (FAO. FCC dan Marine Science Co., Ltd.) sebesar ≥  5 cP.

Nilai yield carrageenan sangat dipengaruhi dari pelarut yang digunakan saat ekstraksi. Hasil riset menunjukkan bahwa pelarut alkaline (KOH 0.5N dan NaOH 0.5N) dapat membentuk serat carrageenan dan yield lebih baik dibandingkan perlakuan dengan ekstraksi distilled water. Menurunnya kadar sulfat akan berimplikasi pada pembentukan 3,6-anhydrogalactose group sehingga meningkatkan serat carrageenan dan yield atau jumlah carrageenan. Perlakuan KOH 0.5N, NaOH 0.5N dan distilled water berturut-turut menghasilkan rata-rata yield 42.394% ± 15.632, 68.955% ± 11.345 dan 5.969% ± 4.561.

Observasi secara kualitatif menunjukkan bahwa ekstraksi carrageenan menunjukkan tampilan warna coklat kehitaman, tekstur yang tidak merata dan cenderung berbau tengik sehingga berbeda dengan carrageenan komersial yang terlihat betrsih dengan warna putih, tektur lembut dan tidak berbau. Hal ini menunjukkan bahwa pada ekstraksi carrageenan terjadi reaksi browning dimana semakin tinggi polysaccharide (pada serat carrageenan) yang dimiliki oleh kappa-carrageenan akan semakin mudah terjadi reaksi Maillard, khususnya pada saat proses pemanasan (oven drying).     

Kandungan sulfat adalah karakteristik utama kimia carrageenan. Kadar sulfat berpengaruh pada kemampuan pembentukan gel dan kekentalan carrageenan. Kadar sulfat carrageenan juga tergantung dari konsentrasi dan type pelarut alkaline yang digunakan. Berdasar penilaian standar uji yang digunakan maka ekstraksi carrageenan dengan pelarut KOH 0.5N mencapai rata-rata kadar sulfat 15,105%, melalui pelarut NaOH 0.5N diperoleh rata-rata kadar sulfat 15,502% sedangkan ekstraksi carrageenan dengan distilled water mencapai rata-rata kadar sulfat 27,64% sehingga secara keseluruhan memenuhi standar uji FAO (15-40%) dan Marine Science Co., Ltd. (10-30%).

Uji kadar air dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak kandungan air di dalam carrageenan sebab sangat berpengaruh dengan masa simpan produk carrageenan. Kandungan air sangat mempengaruhi aktifitas mikroba selama penyimpanan carrageenan. Kandungan air juga dipengaruhi dengan kondisi pengeringan, pengemasan dan metode penyimpanan. Perlakuan ekstraksi carrageenan dengan KOH 0.5N mencapai nilai rata-rata kadar air 31,43%, melalui NaOH 0.5N 33,08% sedangkan perlakuan ekstraksi carrageenan melalui distilled water mencapai nilai rata-rata kadar 58,74%. Namun hasil yang diperoleh tersebut belum memenuhi standard rata-rata kandungan air untuk produk carrageenan berdasar FAO, FCC dan Marine Science Co., Ltd. (≤ 12%). Kandungan air sangat berperanan dalam pembentukan tampilan carrageenan, warna dan bau produk termasuk masa simpan.

Kandungan abu yang diperoleh dalam ekstraksi carrageenan melalui perlakuan KOH 0.5N mencapai nilai rata-rata 34,9%, perlakuan NaOH 0.5N mencapai nilai rata-rata 34,4%  sedang perlakuan distilled water menghasilkan nilai rata-rata kadar abu 37,9%. Standar kadar abu untuk carrageenan dari FAO 15-40%, FCC ≤ 35% dan Marine Science Co., Ltd. 15-35%. Analisis kadar abu  dalam carrageenan menentukan kandungan mineral yang ada di dalam carrageenan. Secara umum rumput laut memiliki kandungan mineral yang tinggi sebab mempunyai kemampuan untuk menyerap mineral dari lingkungan perairan. Kandungan abu yang relative tinggi disebabkan oleh optimalisasi proses pengendapan setelah ekstraksi. Pelarut alkaline cenderung juga meningkatkan ion K+ dan Na+ sebagai mineral.

Kesimpulan dari studi yang dilakukan menunjukkan bahwa pelarut yang dapat menghasilkan kappa-carrageenan dengan karakteristik terbaik adalah perlakuan dengan pelarut NaOH 0.5N. Kappa-carrageenan yang diproduksi dari ekstraksi pelarut NaOH 0.5N dapat memenuhi standard FAO, FCC dan Marine Science Co., Ltd. Khususnya untuk analisis gel strength, viscosity, kadar sulfat dan abu. Kappa-carrageenan yang diproduksi dengan ekstraksi pelarut NaOH 0.5N dapat digunakan juga sebagai tambahan berbagai bahan makanan dengan konsentrasi beragam dan produk yang dihasilkan aman untuk di konsumsi sepanjang dilakukan penyimpanan carrageenan yang sesuai dan tetap mempertahankan kondisi kering.

Penulis: Prof. Mochammad Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D

H.M. Noor, M.A. Alamsjah, S. Andriyono. 2021. Characterization of semi-refined kappa carrageenan from Kappaphycus alvarezii with different solvents in Tanjung Sumenep. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 679 (2021) 012043. doi: 10.1088/1755-1315/679/1/012043.  https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/679/1/012043

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp