Urutan DNA Gen FSH dan rFSH Hipofungsi Ovarium pada Sapi Madrasin

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Bangkalankab

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai sumberdaya genetik yang beranekaragam. Salah satu sumberdaya genetik yang mempunyai nilai ekonomis dan sosial budaya yang tinggi adalah sapi potong lokal. Kekayaan keanekaragaman plasma nutfah sapi potong lokal yang dimiliki Indonesia tersebut mempunyai arti yang sangat penting dalam pembangunan peternakan, karena merupakan bahan dasar genetik yang keragamannya sangat dibutuhkan dalam perakitan untuk membentuk rumpun unggul guna meningkatkan produktivitas. Sapi madura merupakan salah satu jenis sapi lokal Indonesia yang berkembang di pulau Madura serta pulau-pulau sekitarnya. Secara morfologi, sapi madura memiliki karakter hampir sama dengan sapi bali kecuali ukuran tubuh dan tanduknya yang lebih kecil. Warna kulit pada sapi madura jantan dan betina lebih coklat dari sapi bali, kaki bagian bawah sampai lutut. Selain itu, sapi madura lebih tahan terhadap cuaca panas, efisien terhadap makanan, memiliki kualitas daging yang baik, dan lebih resisten terhadap parasit.

Gangguan reproduksi yang sering terjadi yaitu hipofungsi ovarium. Hipofungsi ovarium adalah suatu kejadian dimana ovarium mengalami penurunan fungsinya sehingga tidak terjadi perkembangan folikel dan tidak terjadi ovulasi. Follicle Stimulating Hormon (FSH) adalah salah satu hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisa anterior yang sangat berperan dalam pembentukan folikel di dalam ovarium. Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian mengenai Profil FSH dalam darah dan polimorfisme gen rFSH pada sapi Madrasin yang mengalami hipofungsi ovarium.

Penelitian ini menganalisis Sequensing Follicle Stimulating Hormon (FSH) dan polimorfisme gen Follicle Stimulating Hormon Reseptor (rFSH) pada sapi Madrasin yang mengalami hipofungsi ovarium, dengan jumlah 14 sampel darah. Sekuensing merupakan tahap akhir dalam menentukan urutan nukleotida hasil amplifikasi dengan PCR. Sekuensing dilakukan dengan metode Sanger menggunakan Automatic DNA Sequencer yang berdasarkan pada metode dye terminator labelling. Tahapan sekuensing DNA yang dilakukan pada penelitian ini meliputi penyiapan DNA, proses amplifikasi melalui PCR dengan menggunakan primer universal, pemurnian DNA, elektroforesis, dan pembacaan elektroforegam hasil sekuensing.

Produk PCR selanjutnya disekuensing untuk melihat susunan nukleotida dari sapi  Madrasin. Nekleotida hasil sekuensing selanjutnya dianalisis dengan sofeware BioEdit ver 8.0 untuk melakukan multiple alignment menggunakan Sofware ClustalW yang dalam BioEdit ver 8. Gambar 1 menunjukkan hasil elektroferogram gen FSH Sapi Madrasin yang kualitas bagus karena dari elektroferogram tidak ada noise, peak terlihat jelas tidak tumpang tindih. Nukleotida Adenin (A) ditunjukkan dengan warna hijau, Guanin (G) ditunjukkan dengan warna hitam, Timin (T) ditunjukkan dengan warna merah dan Sitosin (C) ditunjukkan dengan warna biru. Hasil blast dan multiple alignment dengan tingkat homologi diatas 95% mengindikasikan gen target yaitu FSH dan rFSH.

Mutasi transisi merupakan mutasi yang menggantikan basa purin (A) dengan basa purin lainnya (G) atau basa pirimidin (T) dengan basa pirimidin lainnya (C). Mutasi transversi merupakan mutasi yang terjadi karena basa pirimidin (T) digantikan dengan basa purin (A) atau basa pirimidin (C) digantikan dengan basa purin (G). Hasil penelitian dapat dilihat bahwa gen FSH pada posisi basa 16 dan 21 mengalami mutasi transisi (T>C dan G>A) dan posisi basa 19 mengalami mutasi transversi (G>A), sedangkan gen FSHR pada posisi basa 167 dan 168 mengalami mutasi transisi (G>A dan A>G). Mutasi atau variasi pada pada gen FSH dan FSHR dapat dipengaruhi banyak faktor antara lain karena seleksi alam, pengaruh lingkungan, mutasi dan perkawinan. Adanya mutasi pada gen FSH dan rFSH kemungkinan disebabkan karena kawin silang sapi Madura dengan breed Limousin, sehingga kemungkinan terjadinya slipped saat rekombinasi DNA. Apabila ditemukan kasus insersi, tranversi maupun mutasi sangat mungkin diakibatkan oleh perkawinan antar bangsa tersebut.

Dari hasil penelitian BLAST urutan nukleotida hasil sekuensing FSH dengan data base NCBI 94% homolog dengan Bos Indicus cross Bos taurus Follicle Stimulating Hormone Beta-Subunit Gene (XM_027562775.1) dan 98% homolog dengan Bos Indicus cross Bos taurus Follicle Stimulating Hormone Reseptor (rFSH) (XM_027555230.1).

Penulis: Budi Utomo.

Link article:

http://jonuns.com/index.php/journal/article/view/560

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp