Faktor Risiko Berdasarkan Tipe Stroke di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Jatimnow

Penyakit Tidak Menular (PTM) saat ini menjadi penyumbang kematian terbesar di dunia (68%). WHO memperkirakan angka kematiannya akan terus meningkat terutama di negara-negara miskin dan berkembang. Beberapa contoh PTM diantaranya adalah stroke, penyakit jantung, kanker, Diabetes Mellitus (DM), Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM), dan lain-lain. Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari tahun 2007 – 2013, dimana Provinsi Jawa Timur menempati urutan tertinggi ke-4 setelah Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Tengah. Di Kota Surabaya, angka prevalensi stroke juga terus mengalami peningkatan, dari sebanyak 0,7% pada tahun 2007 menjadi 16,2% pada tahun 2013.

Stroke terbagi menjadi dua, yaitu iskemik yang lebih mendominasi sekitar 2/3 dari kasus stroke, dan hemoragik. Stroke iskemik disebabkan karena terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah akibat adanya tromboemboli (bekuan darah yang ikut mengalir dengan aliran darah) sehingga membuat pasokan darah di area yang tersumbat berkurang. Sedangkan stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak. Sementara itu, faktor risiko terjadinya stroke dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti usia dan jenis kelamin laki-laki, dan faktor risiko yang dapat diubah seperti hipertensi, DM, dan dyslipidemia.

Metode penelitian ini dilakukan secara deskriptif untuk mengidentifikasi distribusi tipe stroke dan faktor risikonya pada pasien stroke di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan kasus stroke iskemik (72,6%) lebih tinggi dibandingkan dengan stroke hemoragik (27,39%). Pasien pada kedua tipe stroke ini mayoritas berusia kurang dari 65 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan tidak merokok. Meskipun demikian, banyak dari mereka yang merupakan perokok pasif (orang yang ikut menghirup asap rokok). Selain itu, mayoritas pasien tidak memiliki riwayat stroke di keluarganya. Meskipun terdapat studi yang menunjukkan jika ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian stroke, namun hal tersebut sangat kompleks dan dapat berbeda-beda efeknya pada tiap individu. Salah satu faktor risiko yang lain yaitu hipertensi atau kondisi saat tekanan darah lebih tinggi dari nilai normalnya, dimana pada pasien stroke umumnya tekanan darah sistoliknya lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa diagnosis stroke. Pada penelitian ini diketahui lebih dari separuh pasien stroke iskemik mengalami hipertensi, sedangkan hanya 20% pasien stroke hemoragik yang mengalaminya. Selain itu, sekitar 22,6% kasus iskemik dan 25% kasus hemoragik juga disertai DM. Seseorang yang menderita DM berisiko 2 kali lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan orang yang tidak menderita DM. Hal tersebut dikarenakan kadar gula darah yang tinggi dapat meningkatkan risiko terjadinya atherosclerosis, hipertensi, obesitas, dan hyperlipidemia dimana kondisi-kondisi tersebut juga merupakan faktor risiko stroke.

Faktor risiko yang paling banyak terjadi pada pasien stroke iskemik maupun hemoragik pada penelitian ini adalah usia kurang dari 65 tahun. Sementara yang kedua adalah hipertensi untuk stroke iskemik dan jenis kelamin laki-laki untuk stroke hemoragik. Studi oleh Mahdi Habibi-koolaee menunjukkan laki-laki lebih berisiko terkena stroke karena dipengaruhi oleh gaya hidup seperti merokok dan konsumsi alkohol, serta tidak adanya perlindungan pada pembuluh darah dari hormon estrogen endogen pada laki-laki. Sedangkan persentase tertinggi untuk faktor risiko yang dapat diubah pada kasus stroke iskemik adalah hipertensi, sementara pada stroke hemoragik adalah merokok.

Penulis : Kurnia Dwi Artanti

Risk factor based on the type of stroke at RSUD Dr. Soetomo, surabaya, Indonesia.
(2020) Indian Journal of Forensic Medicine and Toxicology, 14 (1), pp. 1379-1384.

https://medicopublication.com/index.php/ijfmt/article/view/291

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp