Webinar Reproduksi FKH UNAIR Banyuwangi, Bahas Stillbirth dan Fetal Malformation

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Dr. Abdul Samik, drh., M.Si. saat memberikan materi Stillbirth dan Fetal Malformation. (Foto: SS zoom)

UNAIR NEWS – Divisi Swine and Ruminant Care (SRC) Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HMKH) Universitas Airlangga PSDKU di Banyuwangi kembali mengadakan Webinar Nasional dengan bahasan utama yaitu Stillbirth dan Fetal Malformation pada Sapi. Kegiatan tersebut diisi langsung oleh pakar reproduksi veteriner FKH UNAIR yaitu Dr. Abdul Samik, drh., M.Si. 

Di awal pemaparan materi, dokter Samik panggilan akrabnya menyampaikan bahwa serangkaian proses dari awal kebuntingan sampai proses kelahiran sangat mempunyai tantangan dan risiko. Stillbirth dan fetal malformation adalah salah satunya.

Perkembangan embrio dan fetus, lanjutnya, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Lingkungan, hormon, genetik dan infeksi merupakan faktor utama yang sering mengakibatkan gangguan reproduksi, khususnya hewan ruminansia.

“Kematian fetus atau stillbirth intrauterin biasanya tidak diikuti dengan abortus, tetapi fetus dipertahankan di dalam uterus. Kondisi ini terjadi antara hari ke-43 kebuntingan. Biasanya juga kematian fetus dini dapat diikuti resorpsi cairan fetus, autolisis jaringan dan selaput fetus yang terkadang tidak terdeteksi,” ujar dokter Samik.

Lebih lanjut, dokter Samik menyampaikan jika kelahiran anak sapi yang mati setelah 272 hari kebuntingan, kebanyakan fetus lahir mati dan terjadi selama proses kelahiran.

Kondisi fetus mati yang tidak ditangani dengan segera dapat mengakibatkan mumifikasi fetus. Kondisi ini terjadi pada 3-8 bulan umur kebuntingan.

“Causa atau penyebabnya dapat beragam, faktor genetik, torsi atau kompresi tali pusat dengan melewati ekstremitas fetus, penyakit menular seperti campylobacter fetus, jamur BVD-MD virus, leptospirosis maupun trauma selama kebuntingan sapi,” papar dokter Samik.

Terapi mumifikasi, terangnya, dapat dilakukan dengan pengangkatan fetus secara manual dengan beberapa terapi cairan maupun antibiotik.

Dalam pembahasan fetal malformation, dokter Samik menyinggung bahwa kejadian perkembangan struktur tubuh yang salah (fetal malformation) selama proses kebuntingan sering tidak terdeteksi. Perkembangan teknologi berupa USG sangat membantu untuk melihat perkembangan dan perubahan struktur tubuh fetus.

“Pada kasus-kasus tertentu kelainan tersebut tidak terlihat sampai beberapa saat setelah lahir, sebagai konsekuensinya maka dapat terjadi kematian prenatal, distokia, berpengaruh terhadap kemampuan pedet untuk hidup, kemungkinan pedet yang dilahirkan kurang ekonomis untuk dipelihara atau dapat menularkan cacat tersebut pada keturunannya,” jelas dokter Samik.

Lebih kurang 1% dari pedet yang dilahirkan, tandasnya, menderita cacat kongenital.

Beberapa kondisi fetal malformation diantaranya yaitu:

  • Schistosoma Reflexsus (perut dan dada terbuka)
  • Achondroplasia (displasia skeletal yang menyebabkan pertumbuhan tulang pendek/dwarfisme)
  • Hidrocephalus (Penimbunan cairan di dalam ventrikel otak)
  • Cleft Palate (Kegagalan penyatuan palatum dari mulut)
  • Arthrogryposis (Tulang spina bengkok, pedet kecil dan kurus, gangguan pertumbuhan otot)
  • Syndactyly (Fusi atau tdk ada pembelahan jari kaki)
  • Polidactyly (Suatu kondisi abnormal dimana sapi dilahirkan dengan satu atau lebih jari ekstra)
  • Microphthalmia dan Anopthalmia (Pembentukan mata abnormal, satu atau kedua mata kecil atau tidak ada orbit)
  • Epitheliogenesis Imperfecta (Penyakit epidermis dengan celah dan lepuh di dalam sel basal pada membran basal serta penyakit metabolik yang mempengaruhi fibroblas dermal)
  • Freemartin (Lahir kembar jantan dan betina, lebih dari 90% betina mengalami steril, terjadi masuknya hormone jantan yang menekan pertumbuhan sel saluran organ betina karena adanya penyatuan plasenta)
  • dan lain-lain

Penulis : Muhammad Suryadiningrat

Editor : Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp