Pemberdayaan Pendidik Sebaya Palang Merah Remaja untuk Meningkatkan Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Mengkonsumsi Suplemen Zat Besi-Asam Folat

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Antara Kalbar

Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin, jumlah eritrosit, dan hematokrit. Jumlah eritrosit dan/atau kadar hemoglobin yang bersirkulasi tidak dapat memenuhi fungsinya menyediakan oksigen ke jaringan tubuh. Anemia ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin kurang dari 13,5 g/dL pada pria dewasa dan kurang dari 11,5 g/dL pada wanita dewasa. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 di Indonesia, terjadi peningkatan prevalensi anemia sekitar 11% dibandingkan tahun 2013.

Anemia dapat dihindari dengan mengonsumsi makanan tinggi zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin C, dan seng, serta pemberian tablet asam folat zat besi. Berdasarkan permasalahan tersebut, Pemerintah Indonesia memiliki program rutin terkait pendistribusian tablet zat besi-asam folat untuk Wanita Usia Subur, termasuk remaja dan ibu hamil, namun dalam pelaksanaannya program tersebut masih memiliki banyak kendala.

Salah satu kendala yang ditemui dalam program tablet besi-asam folat adalah masalah kepatuhan. Remaja putri seringkali tidak patuh dalam mengonsumsi tablet besi-asam folat karena berbagai alasan, seperti efek samping dari mengonsumsi tablet besi-asam folat seperti sakit perut, mual, pusing, dan rasa tidak enak, yang banyak dikatakan remaja putri. Hal tersebut membuat mereka merasa tidak nyaman dan dapat mempengaruhi motivasi remaja untuk mengkonsumsi tablet besi-asam folat.

Ketidakpatuhan ini dapat menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya masalah gizi. Masalah gizi pada remaja sering muncul sebagai akibat dari kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan gizi yang cukup.. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan berbagai upaya, seperti memberikan penyuluhan di awal pendistribusian, membuat program konsumsi asam folat bersama tenaga kesehatan, namun hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan saja, sehingga perlu adanya kerjasama dengan sektor lain seperti sekolah.

Salah satu elemen potensial di sekolah adalah Palang Merah Remaja. Adanya kegiatan ekstrakurikuler bagi Palang Merah Remaja dapat menjadi katalisator dalam mensukseskan program pengendalian anemia remaja putri dengan memperkuat kapasitasnya sebagai pendidik sebaya. Selama ini kegiatan Palang Merah Remaja lebih banyak terkait dengan masalah kesehatan, khususnya Usaha Kesehatan Sekolah, namun masih sebatas pertolongan pertama dan belum diarahkan sebagai health agent of change atau peer educator. 

Intervensi terdiri dari masa pelatihan pendidikan gizi dan pemberdayaan selama 3 bulan dengan menggunakan pendekatan Youth Care karena anggota Palang Merah Remaja diyakini sebagai panutan atau kepemimpinan sebaya yang baik, dukungan sebaya, dan pendidik sebaya. Setelah masa pelatihan, pendidik sebaya yang terlatih dibantu dalam memberikan pendidikan gizi kepada teman sebayanya untuk meningkatkan kepatuhan dalam konsumsi asam folat. Sebagai referensi pelatihan dan buku pegangan pendidik sebaya, akan dilakukan pendidikan dengan menggunakan modul atau buku panduan anemia pendidik sebaya untuk remaja putri. Sampel penelitian ini adalah 60 siswa anggota Palang Merah Remaja di SMAN 2 Lamongan.

Kurangnya pengetahuan tentang anemia akan berimplikasi pada kurangnya kesadaran siswa, baik remaja anggota Palang Merah maupun siswa non-Pemuda Palang Merah, untuk mengkonsumsi Tablet Darah Plus. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan pengetahuan anggota Palang Merah Remaja, agar dapat memberikan contoh dan pendidikan kepada teman sebayanya. Pengetahuan adalah hasil dari mengetahui yang terjadi setelah seseorang merasakan suatu objek, baik itu penglihatan, pendengaran, penciuman, atau rasa dan sentuhan. Pengetahuan merupakan domain penting yang mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang.

Masih perlu penguatan anggota Palang Merah Remaja sebagai salah satu agen kesehatan di lingkungan sekolah, sehingga dapat memotivasi diri sendiri dan teman sebayanya tentang manfaat dan praktik mengkonsumsi tablet dan makanan sumber asam folat zat besi. Sebelum pelatihan dilaksanakan, tingkat pengetahuan anggota Palang Merah Remaja tidak ada yang dikategorikan kurang, namun masih ada beberapa yang dikategorikan baik. Setelah dilakukan pelatihan peer educator selama 3 bulan terjadi peningkatan frekuensi pada tingkat pengetahuan kader kader Palang Merah Remaja, dari 23 orang dengan tingkat pengetahuan dikategorikan baik terjadi peningkatan dari 28,4% menjadi 66,7%, dan sisanya dikategorikan cukup.

Demikian pula dengan kategorisasi perilaku terjadi peningkatan jumlah kategori “baik” dan penurunan kategori “kurang”, namun kedua aspek tersebut belum mencapai 80%. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan peer educator dapat meningkatkan pengetahuan anggota Palang Merah Remaja dan memperbaiki perilakunya dalam merespon anemia dan kepatuhan konsumsi suplemen zat besi, namun masih diperlukan pelatihan yang intensif bagi anggota Palang Merah Remaja, agar mereka dapat menjadi pendidik sebaya bagi rekan-rekan mahasiswa untuk lebih meningkatkan kesehatannya, salah satunya dengan mengkonsumsi suplemen zat besi-asam folat.

Penulis: Trias Mahmudiono, SKM., MPH., GCAS., Ph.D

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada artikel kami di:

Thinni Nurul Rochmah, Trias Mahmudiono, Stefania Widya Setyaningtias, Susi Hidayah, Aprilia Durotun Nasikhah (2021). Empowerment of the Youth Red Cross Peer Educators to Increase Knowledge towards Adherence to Consume Iron-Folic Acid Supplement in Lamongan. Ann Trop Med & Public Health. DOI: http://doi.org/10.36295/ASRO.2021.24168

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp