IMT Tinggi Meningkatkan Risiko Komplikasi pada Pra Lansia dengan Diabetes Mellitus Tipe 2

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by CNN Indonesia

Diabetes melitus adalah sekelompok penyakit metabolik dengan hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Diabetes melitus menyebabkan peningkatan angka kesakitan dan kematian di seluruh dunia akibat komplikasi hiperglikemia. Komplikasi jangka panjang dari hiperglikemia berhubungan dengan risiko trombosis, aterosklerosis, dan penyakit kardiovaskular. Faktor risiko komplikasi Diabetes Mellitus antara lain usia, jenis kelamin, lama menderita, konsumsi obat, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan obesitas sentral.

Menurut statistik dari studi Global Burden of Disease dalam Atlas Diabetes Mellitus, Jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia mencapai 382 juta orang pada tahun 2013 pada usia antara 45-59 tahun, yang diprediksi akan meningkat sebesar 55% atau menjadi 592 juta orang pada tahun 2035. Pada penduduk berusia 20-79 tahun , Indonesia menempati urutan ketujuh dunia dalam sepuluh besar negara penderita Diabetes Mellitus dengan 8,5 juta penderita.

Peningkatan berat badan dapat meningkatkan resistensi insulin dan hiperglikemia kronis, sehingga keduanya berhubungan dengan komplikasi mikrovaskuler. Penelitian yang dilakukan International Diabetes Management Practices Study (IDMPS) tahun 2011 terhadap 674 penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 menunjukkan lebih dari 50% responden mengalami komplikasi neuropatik, dan lebih dari 30% responden mengalami retinopati dan nefropati

Diabetes Mellitus Tahun 2018-2019 di Puskesmas Klampis Ngasem menduduki peringkat ketiga dari sepuluh besar penyakit di Puskesmas. Studi pendahuluan yang dilakukan pada Januari-Februari 2020 menemukan bahwa pra-lansia dengan komplikasi mengalami peningkatan kadar glukosa darah tinggi (300-600 mg/dL) disertai gejala klinis. Responden dalam penelitian ini adalah 15 pasien pra-lansia yang didiagnosis diabetes mellitus dengan komplikasi berdasarkan Data Medis di Puskesmas (kelompok kasus), dan 15 pasien pra-lansia yang didiagnosis diabetes mellitus tanpa komplikasi berdasarkan Data Medis responden di Puskesmas (kelompok kontrol).

Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2. Orang dengan kelebihan berat badan, obesitas derajat I, obesitas derajat II, dan obesitas derajat III memiliki risiko menderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang IMTnya lebih rendah masing-masing 1,5 kali, 2,5 kali, 3,6 kali, dan 5,1 kali. Mekanisme yang mendasari peningkatan risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 pada individu obesitas adalah karena peningkatan asam lemak, akumulasi lipid intra-sel, dan pembentukan sitokin oleh adiposit yang menyebabkan gangguan fungsi insulin. Pada keadaan obesitas juga terjadi proses inflamasi akibat peningkatan sitokin pro inflamasi dan infiltrasi makrofag disertai induksi respon stres yang dapat menyebabkan resistensi insulin.

Status gizi yang tidak terjaga dengan baik sesuai dengan pilar penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe 2 dapat meningkatkan kejadian sindrom metabolik yang dapat menimbulkan komplikasi. Obesitas dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular yang berhubungan dengan sindrom metabolik yang terdiri dari resistensi insulin, dislipidemia, diabetes mellitus, gangguan fibrinolisis, hipertensi, hiperurisemia, dan hiperfibrogenemia. Orang gemuk (BMI 30 kg/m2) secara konsisten berisiko lebih besar mengalami komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2 terlepas dari perbedaan gender.

Selain itu, pria obesitas memiliki risiko lebih besar mengalami komplikasi kardiovaskular, ginjal, mata, dan ekstremitas bawah dibandingkan dengan wanita dengan tingkat BMI yang sama. Penelitian menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko yang terlibat dalam perkembangan retinopati diabetik sebagai penanda inflamasi. Obesitas dikaitkan dengan peningkatan adiposa lokal dan peradangan sistemik. Jaringan adiposa menjadi organ endokrin proinflamasi dan parakrin aktif yang melepaskan sejumlah besar sitokin dan mediator bioaktif yaitu leptin, adiponektin, interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor-? (TNF-?) yang tidak hanya mempengaruhi homeostasis berat badan tetapi juga kadar lipid, koagulasi, aterosklerosis, kejadian diabetes, dan perkembangan retinopati diabetik. Kejadian disfungsi endotel sebagai penanda awal retinopati diabetik juga terdapat pada obesitas, yang ditandai dengan peningkatan kadar intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1).

Obesitas dan resistensi insulin dapat meningkatkan risiko terjadinya retinopati diabetik melalui beberapa mekanisme baru yang perannya perlu diperjelas seperti leptin, adiponektin, IL-6, TNF-? dan ICAM-1 yang menyebabkan peningkatan stres oksidatif, disfungsi endotel, dan akhirnya retinopati diabetik. Berikut adalah kondisi yang dapat menyebabkan stres oksidatif pada penderita obesitas, antara lain hiperglikemia; peningkatan kadar lipid; kekurangan vitamin dan mineral; diakses tingkat rendah; hiperleptinemia; peningkatan aktivitas otot; disfungsi endotel; disfungsi mitokondria; peran jenis diet yang menyebabkan stres oksidatif pada obesitas

Penulis: Trias Mahmudiono, SKM., MPH., GCAS., Ph.D

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada artikel kami di:

Chatarina Anugrah Ambar Purwandari, Clara Cahyaning Wishesa, Bambang Wirjatmadi, Trias Mahmudiono (2021). Higher BMI Increased the Risk of Complications among Pre-Elderly with Type 2 Diabetes Mellitus. Ann Trop Med & Public Health. DOI: http://doi.org/10.36295/ASRO.2021.24124

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp