Cacing pada Biawak Air

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Kumparan

Biawak air atau nama latinnya Varanus salvator bivittatus adalah subspesies dari Varanus salvator. Jenis biawak ini paling mudah ditemukan karena penyebarannya yang luas dari Asia Selatan sampai Asia Tenggara termasuk Indonesia. Biawak Air adalah reptil yang masuk ke dalam golongan kadal besar, famili Varanidae dan sering ditemukan di daerah dekat dengan air. Panjang tubuh biawak dewasa yang pernah dilaporkan mencapai 3 meter, dengan  ukuran rata-rata 1,5 meter. Leher biawak memiliki ukuran yang sangat panjang dengan moncong yang memanjang. Posisi lubang hidung di ujung depan moncong. Ekor lateral terkompresi dan memiliki semacam taju pada dorsal. Sisik di bagian atas kepala relatif besar dan semakin ke belakang semakin kecil. Pada umumnya biawak air memiliki tubuh berwarna hitam dengan motif berbentuk bulatan berwarna kuning dan mata yang berwarna kuning. Motif kuning yang ada cenderung berkurang saat individu menjadi lebih tua.

Di Indonesia, masyarakat memanfaatkan hewan ini untuk kepentingan komersial. Kulit biawak dimanfaatkan untuk pembuatan tas, souvenir dan kerajinan lain, sedang dagingnya dimakan atau dapat digunakan obat beberapa penyakit. Biawak juga digemari oleh pencinta reptil dan dijadikan hewan peliharaan (kesayangan).  Sebagian besar pemelihara hewan kesayangan kurang memahami tata cara pemeliharaan yang benar yang dapat membahayakan bagi biawak sendiri maupun pemilik. Sebagian penyakit pada reptil dilaporkan bersifat zoonosis, artinya dapat menular dari hewan ke manusia.

Infeksi parasit menimbulkan banyak kerugian ekonomi bagi pengelola atau pemelihara maupun satwa karena dapat menyebabkan penurunan kualitas dari biawak, baik yang dipelihara di penangkaran maupun yang ditangkap dari alam. Jenis parasit yang menyerang  biawak antara lain arthropoda, protozoa dan cacing.  Amblyomma sp, Aponomma sp,  Macrochelidae, Haemogregarina sp, Trypanosoma bruceiMeristocotyle provitellaria, Indicovalipora indicus, Panceriella emiratensis, Ophiovalipora lingampetensis, Strongyloides sp, Oswaldofilaria chabaudiAscaris dan Kalicephalus guangdongensis.

Penyakit yang meresahkan para pecinta biawak adalah infeksi dari berbagai macam parasit pada saluran pencernaan. Laporan infeksi parasit pada biawak sudah banyak dilaporkan tetapi jenis parasit cacing yang menginfeksi saluran pencernaan biawak air khususnya di Indonesia belum dilaporkan. Berdasarkan habitat dan makanannya, biawak memiliki kemungkinan besar terserang oleh parasit. Beberapa faktor yang dapat menunjang untuk hidup dan berkembangnya parasit antara lain makanan yang tidak sehat, lingkungan yang tercemar, dan perilaku hidup biawak. Salah satu upaya untuk melestarikan biawak adalah dengan menyediakan  data penyakit termasuk aspek parasit. Data tersebut diperlukan sebagai informasi dan bahan pendukung dalam program konservasi biawak air.

Penelitian keberadaan cacing di saluran pencernaan biawak dilakukan dengan cara membedah  50 buah saluran pencernaan biawak yang didapat dari tempat penyembelihan biawak di Sidoarjo. Cacing yang didapatkan kemudian dikumpulkan dan diwarnai dengan Pewarnaan Semichen-Acetic Carmine. Cacing selanjutnya diidentifikasi menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 40x dan 100x. 

Berdasarkan hasil pemeriksaan dari 50 saluran pencernaan biawak air yang diperoleh dari tempat penyembelihan biawak di Sidoarjo, terdapat 44 sampel positif terinfeksi cacing (88%).  Jenis cacing yang ditemukan pada saluran pencernaan biawak adalah dari kelas nematoda Tanqua tiara dan cestoda Duthiersia expansa. Infeksi tunggal oleh T. tiara sebanyak 6% dan D. expansa sebanyak 8%, sedangkan infeksi campuran T. tiara dan D. expansa sebanyak 74%.

Cacing Tanqua tiara dicirikan dengan bagian anterior cacing T.tiara terdapat cephalic bulb. Badan memanjang dengan cephalic bulb besar di ujung anterior. Pada cacing betina T. tiara,  letak vulva lebih pendek, posisinya berbeda di setiap spesies, posisi vulva berada di antara anterior dan posterior tubuh. Pada cacing jantan T. tiara bagian posterior terdapat spikula. Cacing  Duthiersia expansa dicirikan dengan bagian anterior uthiersia expansa tampak seperti kipas terdapat skolek, puncak skoleks memiliki lengkungan dangkal kecil yang membentuk lubang apical. Hasil dari pengelompokan derajat infestasi menunjukkan bahwa 42 ekor (84%) terinfestasi berat dan 2 ekor (4%) terinfestasi ringan. Baik cacing Tanqua tiara dan Duthiersia expansa keduanya tidak menular ke manusia (zoonosis). Pemeliharaan biawak tetap harus memperhatikan aspek kesehatan termasuk pengolahan daging dan kulit untuk menghindari penularan ke hewan lain.

Penulis: Dr. Mufasirin

Link Jurnal: Identification of worms in the digestive tract of water monitor lizards through gastrointestinal surgery. http://www.envirobiotechjournals.com/article_abstract.php?aid=10919&iid=320&jid=3

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp