Peran Orientasi Religiusitas dan Psychological Capital dalam Melawan Job Stress

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Riliv

Stress di tempat kerja telah menjadi perhatian yang semakin berkembang akhir-akhir ini bagi para manajer personalia. WHO menyatakan bahwa stress di tempat kerja telah menjadi epidemi di seluruh dunia. Semakin ketatnya persaingan di dunia bisnis, mendorong perusahaan untuk semain meningkatkan posisi kompetitifnya. Akibatnya adalah, dibandingkan kondisi pada beberapa dekade lalu, kondisi di dunia bisnis saat ini justru semakin menimbulkan stres di tempat kerja. Kejadian seperti organizational downsizing, perubahan teknologi, job redesign, akuisisi, merger, restrukturisasi telah menjadi hal umum di beberapa perusahaan saat ini – yang mana tidak bisa dipungkiri dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan dan rasa stress bagi karyawan di tempat kerjanya.

Job stress itu sendiri nantinya dapat berakibat pada dampak-dampak negatif lainnya seperti tingkat keinginan berpindah tempat kerja lebih tinggi, niat untuk menyakiti orang lain dalam organisasi, sikap apatis terhadap pekerjaan, penurunan kinerja, ketidakpuasan kerja, ketidakhadiran, masalah kesehatan yang serius, bahkan hingga bunuh diri. Oleh karenanya, upaya untuk memitigasi efek buruk dari stres kerja telah menjadi perhatian utama bagi bisnis sudah sejak dulu kala.Telah banyak peneliti yang mengksplorasi faktor-faktor penentu stres kerja dalam upaya untuk mengatasi dampak dari stres kerja itu. Namun demikian, penelitian penyebab stres kerja telah didominasi oleh penyelidikan faktor non-kepribadian, padahal karakteristik kepribadian dan persepsi psikologis dianggap sebagai penentu yang lebih kuat yang memengaruhi pengalaman dan reaksi seseorang terhadap stres kerja.

Lebih lanjut lagi, studi yang meneliti faktor kepribadian sebagai anteseden stres kerja umumnya didominasi oleh penyelidikan faktor-faktor yang hanya berfokus pada kelemahan individu. Padahal jika kita mempertimbangkan faktor-faktor yang fokus pada kekuatan individu dalam menanggapi kondisi kerja yang penuh tekanan tentunya akan menghasilkan temuan yang menarik dan bermanfaat. Oleh karenanya Narsa dan Dwiyanti (2021) mencoba mengeksplorasi determinan dari job stress termasuk juga menganalisis mekanisme hubungan mediasi yang mungkin bisa muncul dari dua variabel level individu, yakni orientasi religiusitas dan psychological capital.

PsyCap merupakan variabel psikologi positif yang mungkin bisa menjadi faktor kunci dalam mempelajari dan memahami stres karyawan. PsyCap merupakan gabungan dari self efficacy, hope, optimism, dan resilience. Meskipun variabel ini masih berkembang, bukti empiris telah menunjukkan bahwa PsyCap memiliki hasil positif di tempat kerja. Individu dengan tingkat PsyCap yang tinggi sering menunjukkan perilaku positif di tempat kerja. Dengan demikian, PsyCap diyakini sebagai variabel mampu menetralisir efek negatif stres di tempat kerja. Selanjutnya, orientasi religiusitas dari seorang individu juga diprediksi mampu mendorong timbulnya PsyCap pada diri seseorang. Religiusitas adalah aspek penting dari konsep diri seseorang tetapi sering diabaikan sebagai hal yang krusial di tempat kerja. Individu dengan keyakinan mungkin memiliki pandangan yang lebih positif, dan dengan demikian lebih mampu mengatasi stres kerja. LaVan dan Murphy (2017) menyatakan bahwa individu yang religiusitasnya tinggi kemungkinan akan mencerminkan hal-hal positif norma dan nilai yang mereka miliki sebagai hasil dari keyakinan mereka. Dengan demikian, sikap individu – terrmasuk tingkat PsyCap mereka – juga mencerminkan sejauh mana orientasi religiusitas individu tersebut. Darvyri dkk (2014) membagi orientasi religiusitas menjadi dua, yakni intrinsik dan intrinsik. Individu yang berorientasi intrinsik memandang agama sebagai sesuatu yang tertinggi penting dan memegang nilai tanpa syarat. Orang-orang yang berorientasi intrinsik ini menjadi beragama karena mereka percaya agama adalah pedoman hidup yang harus dijunjung tinggi dan berbuat demikian dapat membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik dan membawa perdamaian dan kemakmuran. Di lain sisi, individu yang berorientasi ekstrinsik memandang agama hanya sebagai sarana utilitarian untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dapat dikemukakan bahwa individu dengan orientasi intrinsik cenderung memiliki karakteristik positif, sedangkan individu dengan orientasi ekstrinsik cenderung memiliki karakteristik negatif seperti kecemasan, kecemburuan, prasangka dan ketakutan akan kematian

Dengan menggunakan metode survey kepada 208 business workers di Indonesia, Narsa dan Wijayanti (2021) menemukan bahwa religiusitas intrinsik berhubungan negatif dengan stres kerja dan berhubungan positif dengan PysyCap. Religiusitas ekstrinsik berhubungan positif dengan stres kerja dan berhubungan negatif dengan PsyCap. Selain itu, PsyCap memediasi hubungan antara religiusitas intrinsik maupun ekstrinsik terhadap stres kerja. Hasil lain menunjukkan bahwa PsyCap memiliki hubungan negatif dengan stres kerja. Dengan demikian, faktor internal dari individual amat mempengaruhi level kerja karena ketidakmampuannya dalam menghadapi masalah yang ada.

Penulis: Niluh Putu Dian

Link: https://www.researchgate.net/project/The-Mediating-Role-of-Psychological-Capital-on-The-Linkages-Between-Religiosity-Orientation-And-Job-Stress

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp