Revolusi Manajerial sebagai Strategi Mengatasi Utang BUMN

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: portonewscom

UNAIR NEWS – Dalam lima tahun terakhir, Utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus meningkat. Utang BUMN menggunung itu menjadi kekhawatiran banyak pihak. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) Dr. Ni Made Sukartini, SE., M.SI., MIDEC. memberikan strategi untuk mengatasi utang BUMN itu.

Menurut Made, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi utang BUMN adalah revolusi manajerial. Artinya, harus ada peningkatan efisiensi kinerja perusahaan, berupaya keluar dari zona nyaman, menuju kondisi BEP, dan menuju kondisi surplus yang diharapkan dalam jangka panjang mampu menutup utang.

Dengan adanya perubahan manajerial dan bertindak dalam kondisi persaingan pasar, maka perusahaan seharusnya mampu bekerja lebih efisien, kinerja keuangan membaik, dan berupaya mengurangi atau menutup utang.

“Tanpa ada upaya melakukan revolusi manajerial secara serius, maka kinerja perusahaan BUMN kita akan tetap defisit. Jika kita mau mengakui dan belajar dari pengalaman PT KAI, bisa kita jadikan model pembelajaran. Adanya perubahaan mendasar dari pelayanan KAI sebelum dan selama atau bahkan setelah dipimpin oleh bapak Ignatius Jonan,” tutupnya.

Dosen yang akrab disapa Made itu mengatakan BUMN secara akuntansi memiliki laba tapi sangat kecil. Namun jika dikaitkan dengan konsep laba ekonomi, bisa jadi laba tersebut lebih besar. Hal ini dapat dilihat antaranya kontribusi BUMN pada penyerapan tenaga kerja, peningkatan output, menjaga kestabilan harga, dan kontribusi pajak.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) Dr. Ni Made Sukartini, SE., M.SI., MIDEC.

“Nilai laba sebesar Rp165 triliun pada tahun 2019 memang mengindikasikan kinerja belum baik atau defisit, mengingat jumlah BUMN sekitar 117. Itu sebabnya, laba sebesar Rp167 triliun untuk 117 BUMN dapat kita katakan sangat kecil dan pasti lebih banyak yang masih defisit dibanding yang baru BEP (Break Event Point, Red) dan untung atau surplus meski dengan nilai kecil,” imbuhnya.

Dalam pelaksanaannya, BUMN melayani ratusan juta penduduk. Menurut Made, secara ekonomi sangat aneh jika masih defisit dalam kinerja keuangan karena tidak perlu bersaing mencari pelanggan, karena masyarakat sudah menjadi pembeli yang sangat potensial. Terkait hal itu Made menegaskan bahwa manajemen perusahaan yang belum optimal.

“Bisa jadi dalam manajemen sumber daya manusia, manajerial, atau dalam konteks operasional lainnya. Selain faktor kinerja manajerial, relatif rendahnya kinerja keuangan BUMN kita bisa jadi juga terkait pemanfaatan teknologi produksi yang masih sederhana atau tradisional,” jelasnya. (*)

Penulis: Wiji Astutik

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp