Kematian Akibat Trauma Tumpul pada Dada Seorang Tahanan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Radio Azam

Trauma dada terjadi pada 60% pasien yang mengalami trauma multiple dan menyumbang 20-25% dari semua kematian akibat trauma di Amerika Serikat. Banyak pasien dengan trauma dada meninggal ketika mereka tiba di rumah sakit. Trauma dada dapat merupakan hasil dari trauma tumpul dan trauma tajam. Selain kecelakaan, penyebab trauma tumpul adalah karena penganiayaan. Alat yang bisa digunakan untuk memukul dan menyebabkan trauma tumpul ke dada adalah tongkat dan pukulan dengan tinju langsung mengenai dinding dada. Untuk membedakan trauma tajam dan tumpul bisa dilihat dari karakteristik luka. Memar, lecet, luka terbuka dengan tepi yang tidak rata, sudut tumpul dengan jembatan jaringan, adanya fraktur merupakan karakteristik trauma tumpul.

Dalam penganiayaan yang mengakibatkan kematian, diperlukan kerja sama yang baik antara pihak berwenang (penyelidik) dan dokter forensik sehingga kasus yang ditangani bisa mendapatkan kejelasan. Dokter forensik memeriksa mayat yang diduga mati secara tidak wajar berdasarkan Permintaan Visum et Repertum. Setelah dilakukan otopsi, dokter forensik dapat menentukan penyebab, cara, dan mekanisme kematian. Merujuk pada hal itu, penulis ingin menjelaskan dalam laporan kasus ini, bagaimana trauma tumpul pada dada dapat menyebabkan kematian serta aspek medikolegal dari penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

Hasil pemeriksaan luar menunjukkan bahwa  korban berusia antara 15- 20 tahun, berat badan 45 kg, tinggi bada 147 cm, warna kulit coklat, status gizi cukup.  Lebam mayat berwarna merah keunguan, ditemukan pada punggung dan pinggang,  hilang dengan penekanan.. Kaku mayat ditemukan pada seluruh tubuh dan sulit dilawan.  Tidak tanda-tanda pembusukan ditemukan Selaput lender kelopak mata kiri dan kanan tampak pucat. Selaput lendir bibir dan gusi juga tampak pucat. Ujung jari – jari dan kuku tampak kebiruan.  Pada dada kiri, ditemukan luka memar, berwarna ungu kemerahan, berbentuk bintik-bintik. Ditemukan  luka memar lainnya di dada kanan, extremitas atas kiri dan kanan,, punggung dan extremitas bawah kiri dan kanan. Luka lecet ditemukan pada leher belakang, tangan kanan dan kiri, serta lengan kanan. Tampak luka bakar pada buah zakar dan tungkai kanan. Teraba patah tulang iga kiri. Pada otopsi ditemukan patah tulang iga keenam, ketujuh dan kedelapan dada kiri disertai resapan darah..Dua luka robek pada paru kiri bagian bawah. Luka robek pertama berukuran 0,8 cm , luka robek kedua berukuran 0,5 cm. Berat paru kanan 200 gram, berat paru kiri 220 gram. Pada rongga pleura kiri berisi darah sebanyak 500 mililiter  Tulang tengkorak utuh. Ditemukan resapan darah pada area kepala kanan. Otak besar utuh, ditemukan bintik perdarahan. Otak kecil dan batang otak utuh, juga ditemukan bintik perdarahan. Berat otak seluruhnya 480 gram.

Pada kasus ini, korban mengalami banyak luka memar di dada, tangan, punggung, kaki. Luka memar dapat terjadi ketika sebuah alat yang tumpul dipukulkan ke bagian tubuh dengan cepat sehingga mencederai pembuluh darah kecil, merobek jaringan di bawah kuliit. Warna luka memar bisa menunjukkan usia dari luka memar itu sendiri. Pada luka memar yang masih baru,, akan berwarna ungu kemerahan. Sedangkan pada hari keempat sampai hari ketujuh, luka akan berwarna kehijauan di tepinya. Hal ini disebabkan karena rusaknya pigmen darah, kemudian pada hari kesepuluh sampai hari keempat belas, luka memar akan berwarna kekuningan. Untuk membedakan luka memar dengan lebam mayat, adalah pada memar tidak akan pucat ketika ditekan dan bila luka memar diinsisi, maka darah akan menyebar ke jaringan lunak. (Lazlo Buris, Di Maio). Trauma tumpul juga dapat melukai jaringan otot dan organ. Kompresi langsung pada dada dapat menyebabkan patah tulang rusuk dan dada. Fraktur rusuk dada kiri keenam, ketujuh, dan kedelapan ditemukan pada korban ini. Pada saat otopsi, dokter forensik harus memperhatikan integritas dinding dada. Fraktur iga dapat menyebabkan robekan pleura parietal dan visura visura. Kompresi mendadak di dada menyebabkan peningkatan tekanan intraalveolar, yang menyebabkan ruptur alveolus. Rongga pleural yang seharusnya kosong, terisi udara yang disebut pneumotoraks. Gejala yang dialami oleh korban adalah rasa sakit dan sesak. Harus diperhatikan bahwa ketika fraktur tulang rusuk terjadi, itu juga akan melukai dinding dada, diafragma, paru-paru, atau mediastinum, yang mengakibatkan pendarahan yang dapat memasuki rongga pleura yang disebut hemothorax. Hemothorax dengan jumlah darah lebih dari 1500 ml di satu sisi dada tentu akan mengganggu upaya pernapasan korban karena paru-paru tertekan, sehingga upaya ventilasi dan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi (Forensic Pathology Of Trauma, Di Maio).

Laserasi yang terjadi di paru-paru dapat menyebabkan kebocoran udara di rongga pleura, menyebabkan pneumotoraks. Ketika luka robek paru, melibatkan vena pulmonales dan bronkus yang berdekatan, udara yang keluar dari bronkus dapat masuk ke vena pulmonales kemudian ke atrium kiri lalu ke ventrikel kiri, keluar dari jantung menyebabkan emboli udara serebral. Sebelum meninggal, korban ini menderita pneumohemothorax, karena rongga pleura penuh dengan darah, sehingga paru-paru tidak dapat memenuhi fungsinya sebagai organ pernapasan. Oksigen tidak dapat didistribusikan ke seluruh tubuh, sebagaimana dibuktikan dengan ditemukannya ujung jari-jari yang kebiruan. (DiMaio). Aspek medicolegal dari kasus ini, berdasarkan KUHP pasal 351 ayat 3 yang menyatakan : “Jika penganiayaan mengakibatkan mati,diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Penulis : Dr.Ahmad Yudianto,dr.SpF.M[K].,SH.,M.Kes

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di :

https://medic.upm.edu.my/upload/dokumen/202104300738562020_1203_46.pdf

Edwin Tambunan, Ahmad Yudianto, Galih Endradita. Death Caused by the Blunt Trauma on 

The Prisoner’s Chest: A Case Report, Mal J Med Health Sci 17(SUPP2): 177-179, April 2021.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp