Meluruskan Perspektif Masyarakat yang Keliru Terkait Industri Migas

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Masih banyak berbagai pemahaman yang keliru di masyarakat terkait dengan industri minyak dan gas (migas). Utamanya di media sosial, banyak sekali bertebaran info yang kurang tepat mengenai industri satu ini.

Hal ini diungkapkan oleh Didik Sasono Setyadi pada gelaran webinar berjudul “Partisipasi Publik dalam Hukum dan Kebijakan di Bidang Ketahanan Energi”, Kamis (20/05/2021). Dalam webinar yang diadakan oleh Direktorat Pengembangan Karier, Inkubasi Kewirausahaan, dan Alumni (DPKKA) Universitas Airlangga ini, ia menjelaskan bahwa banyak pemahaman masyarakat Indonesia yang kurang tepat terkait industri minyak dan gas bumi.

“Cadangan minyak di Indonesia hanya 0,2 persen dari keseluruhan cadangan minyak dunia. Banyak yang mengira Indonesia kaya cadangan migas,” jelas Didik.

Ia melanjutkan bahwa dibandingkan dengan negara-negara di Timur Tengah, Amerika Latin, bahkan Amerika Serikat, cadangan minyak di Indonesia masih kalah jauh jumlahnya.

Kepala Divisi Hukum SKK Migas ini juga menerangkan bahwa banyak masyarakat yang berpikir bahwa perusahaan migas yang dikelola oleh pihak asing adalah milik pihak asing itu sendiri. “Itu tetap milik RI. Namun, karena kita tidak memiliki teknologi untuk melakukan eksplorasi, maka kita bekerja sama dengan pihak asing,” terang Didik.

Ia menjelaskan bahwa hasil bersih dari pengelolaan migas ini kemudian dibagi antara negara dan perusahaan migas tersebut. Untuk industri minyak, pembagiannya adalah 85 persen untuk negara dan 15 persen untuk perusahaan minyak partner. Sedangkan pada industri gas, persentasenya adalah 70 persen untuk negara dan 30 persen untuk perusahaan partner.

“(Statement, Red) Indonesia cadangan minyaknya dikuasai asing tidak benar. Perusahaan asing sedang bekerja sama dengan Indonesia sebagai kontraktor migas di Indonesia. Kekayaan alam milik RI. Kedaulatan kita masih mutlak di sini,” tegas alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) itu.

Didik juga menerangkan bahwa semua perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia berada di bawah kontrol SKK Migas. Lembaga ini merupakan lembaga pemerintah yang mengawasi dan mengendalikan seluruh kegiatan industri migas di Indonesia. SKK Migas inilah yang mengawasi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang migas seperti Pertamina, ExxonMobil, PetroChina, Total, dll.

“Mereka mau mengelola satu lapangan itu pakai tender. Dievaluasi oleh kita (SKK Migas, Red) apakah yang diajukan oleh mereka akan menguntungkan negara,” tegas Didik.

Lebih lanjut, Didik menjelaskan bahwa tugas perusahaan asing tersebut adalah membawa keahlian mereka untuk mengelola minyak dan gas di Indonesia. Jika bisnis mereka gagal, negara tidak boleh menanggung kerugian karena itu merupakan risiko mereka sendiri.

“Ini adalah Production Sharing Contract (PSC) yang merupakan gagasan dari Bung Karno yang kemudian dikembangkan oleh Ibnu Sutowo,” jelas Didik. (*)

Penulis: Agnes Ikandani

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp