Soroti Israel dan Palestina, Pakar Hukum UNAIR: Perang Harus Berdasarkan Distinction Principle

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi konfil Israel dan Palestina yang kembali memanas (sumber: idtoday.co)

UNAIR NEWS – Airlangga Institute for International Law Studies (AIILS) Fakultas Hukum Universitas Airlangga gelar diskusi bertajuk “Humanitarian Talks” pada Jumat (21/05/2021). Dalam acara tersebut, diskusi menyorot mengenai “Kejahatan Perang di Jalur Gaza: Respon Indonesia dan Hukum Internasional.”

Menurut Dr. Enny Narwati yang merupakan dosen bidang hukum humaniter mengatakan bahwa pada prinsip hukum internasional, perang bukanlah suatu hal yang terlarang. Peperangan merupakan salah satu bentuk dari hubungan yang terjalin antarnegara. Namun demikian, hukum humaniter internasional membatasi praktik peperangan agar tidak jadi buta.  

Suatu peperangan dikatakan buta apabila tidak mengedepankan sisi kemanusiaan. Maka dari itu, hukum humaniter turut mengatur prinsip peperangan agar sesuai dengan kemanusiaan.

“Prinsip hukum humaniter adalah military necessity (kebutuhan militer) yang dibarengi dengan distinction principle (asas perbedaan),” ujar Dr. Enny.

Prinsip yang dimaksud yakni, dalam perang harus berdasarkan kebutuhan militer dan membedakan antara hak serta kewajiban militer dengan warga sipil. Hal itu agar warga sipil tidak turut menjadi korban kejahatan dalam perang.

Dr. Enny menambahkan, bahwa perlindungan warga sipil yang paling diutamakan adalah perempuan dan anak. Sehingga seharusnya berperang yang benar harus berdasarkan distinction principle, maka warga sipil terutama perempuan dan anak tidak boleh diserang. Yang boleh diserang dan menyerang hanya tentara atau combatman,” jelas Dr. Enny.

“selain itu, juga ada kewajiban negara, bahwa civilian (warga sipil, Red) jangan didekatkan dengan area peperangan. Ada kewajiban negara untuk warga dan objek sipil itu harus dijauhkan dari area peperangan agar mereka tidak terkena akibat peperangan,” imbuh Dr. Enny.

Sementara itu sebagaimana yang ditulis dalam berbagai berita, Israel juga menyerang kantor media yang notabene merupakan objek sipil. Menanggapi kejadian tersebut, Dr. Enny menyatakan bahwa hal itu tidak bisa langsung dianggap sebagai sesuatu yang salah. Karena menurutnya, objek sipil bisa menjadi hal yang disalahgunakan dan membuat keuntungan signifikan bagi militer di salah satu pihak.

Sejatinya konflik yang terjadi di antara Israel dan Palestina telah terjadi selama lebih dari 70 tahun. Meskipun telah terjadi gencatan senjata berulang kali, namun nyatanya konflik tersebut masih terjadi lagi.

“Harus ada yang memastikan bahwa gencatan senjata ini dilaksanakan oleh kedua belah pihak dan masyarakat internasional memiliki kewajiban untuk mengawal agar hal itu (gencatan senjata, Red) dapat berlaku secara efektif,” pungkas dosen alumni program doktor FH UNAIR bidang keahlian hukum humaniter tersebut.

Penulis: Fauzia Gadis Widyanti

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp