Pengaruh Kapasitas Organisasi untuk Berubah pada Kinerja Perguruan Tinggi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Unair News

Dalam konteks perubahan organisasi, middle-level manager (selanjutnya disebut manajer) penting karena sebagian besar kegagalan terjadi ketika organisasi tidak sepenuhnya melibatkan manajer dalam pembuatan kebijakan atau proses perubahannya. Mereka menjadi target perubahan sekaligus agen perubahan sekaligus dengan membuat rumusan strategi dioperasionalkan. Mereka harus memastikan bahwa formula strategi dapat dioperasionalkan di tingkat yang lebih rendah dan meningkatkan komitmen karyawan. Mereka juga memfasilitasi iklim positif saat mengimplementasikan program perubahan. Posisi mereka dalam struktur hierarki memungkinkan manajer tingkat menengah untuk berkomunikasi di berbagai tingkatan sehingga dapat meningkatkan konsensus dalam hal implementasi strategi dan kesempatan untuk memberikan ide, data pendukung, waktu dan sumber daya saat organisasi mengembangkan strategi.

Manajer dituntut tidak hanya untuk menguasai kompetensi teknis tetapi juga memiliki kapabilitas dalam hal perilaku mereka – middle manager capabilities (MMCs) (Anzengruber et al., 2017). Riset sebelumnya menjelaskan bahwa peran manajer tidak dapat mempengaruhi kinerja organisasi secara langsung, adapun yang memediasi belum terbukti secara empiris. Lingkungan yang berubah secara dinamis memaksa organisasi harus memiliki kapasitas yang memadai untuk merespons – kapasitas organisasi untuk perubahan (organizational capacity to change – OCC) – dan mengambil tindakan yang tepat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Riset ini menguji secara empiris bagaimana kapabilitas manajer akan mempengaruhi kinerja organisasi yang dimediasi oleh kapasitas organisasi untuk berubah.

Untuk menjawabnya, kami me-review MMCs, OCC dan kinerja organisasi beserta hipotesis yang dikembangkan dalam konteks pendidikan tinggi. Selanjutnya, kami membahas data dan metode penelitian. Kami telah terlibat dalam beberapa diskusi dengan para ahli untuk mengadaptasi item penelitian studi sebelumnya. Kemudian, hipotesis diuji menggunakan structural equation modelling (SEM). Terakhir, temuan yang ada kami bahas dengan implikasi manajerial yang menyertainya.

Secara teoritis, studi ini berkontribusi pada praktik manajemen strategis dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang proses pembangunan kapabilitas yang dinamis dan pengaruhnya terhadap kinerja organisasi, khususnya perguruan tinggi. Konteks perubahan pendidikan tinggi sebagian besar dilakukan dalam studi kasus, dan riset ini menggunakan uji empiris yang dapat digeneralisir, minimal dalam konteks Indonesia. Selanjutnya, riset ini memperluas peran manajer yang memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja organisasi dan menggunakan OCC sebagai variabel mediasi.

Tiga hipotesis yang kami ajukan diuji dengan menggunakan data survei dari 11 perguruan tinggi ternama berstatus PTN-BH di Indonesia yang diberi target menembus 500 Top World University Ranking (WUR) pada tahun 2020. PTN-BH dipilih karena memiliki otonomi penuh ketika harus mengelola masalah akademik dan non-akademik (keuangan, sumber daya manusia, manajemen informasi, dan siswa). Menggunakan purposive sampling, responden yang disasar adalah Ketua Departemen di 11 PTN-BH. Alasannya adalah karena mereka merupakan bawahan langsung Dekan, yang dalam penelitian ini dinilai sebagai middle manager. Pengumpulan data dilakukan melalui paket yang dikirimkan dan ditujukan kepada koordinator program world class university (WCU) di masing-masing universitas. Koordinator kemudian menyampaikan survei kepada semua Ketua Departemen untuk berpartisipasi. Kami mengirimkan 335 paket survey yang terdiri dari cover letter dari peneliti dan hard copy kuisioner. Proses pengumpulan dilakukan satu bulan setelah kami mengirimkan kuesioner, dengan 89 paket kuesioner yang lengkap jawabannya.

Data yang ada dianalisa menggunakan confirmatory factor analysis (CFA), dilanjutkan dengan structural equation modelling (SEM) menggunakan AMOS versi 22, dan SPSS 24. Analisis kami menunjukkan bahwa variabel mediasi OCC berfungsi sebagai mekanisme yang mengubah kapabilitas manajer menjadi kinerja organisasi. Studi ini adalah studi empiris pertama yang menyelidiki peran mediasi OCC saat menjelaskan hubungan antara manajer menengah dan kinerja dalam konteks pendidikan tinggi.

Implikasi praktis dari riset ini adalah manajer memiliki posisi penting saat membangun OCC, sehingga kompetensi Dekan yang memadai dibutuhkan agar dapat menjalankan tugas manajerialnya secara efektif. Dekan sebagai middle manager di Indonesia tidak dilatih untuk mengelola perguruan tinggi. Mereka adalah dosen yang dipilih karena pangkat akademiknya sebagai guru besar, pengalaman manajerial, atau sebagai bagian dari tim sukses Rektor. Kompetensi mereka rumit, sehingga dibutuhkan pelatihan manajerial dan kepemimpinan untuk meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti forum asosiasi manajer. Sehingga mereka akan sadar dan up to date dengan informasi terkini seperti perkembangan ekonomi, dinamisme pasar dan persaingan, dan sebagainya. Berbeda dengan di negara maju dimana Dekan adalah orang-orang yang dipilih dengan sertifikat profesional yang dapat mengubah organisasi dalam posisi yang sama. Keterbatasan dan arah penelitian selanjutnya dibahas dalam bagian akhir artikel ini.

Penulis: Badri Munir Sukoco

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/IJPPM-07-2019-0364/full/html

Badri Munir Sukoco, Yetty Dwi Lestari, Ely Susanto, Reza Ashari Nasution, dan Indrianawati Usman (2021), “Middle manager capabilities and organisational performance: the mediating effect of organisational capacity for change”, International Journal of Productivity and Performance Management, (Q1), forthcoming. https://doi.org/10.1108/IJPPM-07-2019-0364

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp