Menilik Kiat Budidaya Ikan Cupang dari Alumnus FPK

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
ILUSTRASI ikan cupang. (Foto: http://agroindonesia.co.id)
ILUSTRASI ikan cupang. (Foto: http://agroindonesia.co.id)

UNAIR NEWS – Departemen Kewirausahaan (KWU) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga mengadakan webinar FISHPRENEUR yang diselenggarakan secara daring pada Kamis pagi (20/5/2021). Topik bahasan pada acara kali ini berfokus pada “Pengembangan Hobi dan Minat di Bidang Perikanan Menjadi Peluang Usaha di Usia Muda”. Acara dimulai pukul 09.00 WIB dengan peserta dari UNAIR dan umum.

Giovanni Alief selaku narasumber merupakan pengusaha dan eksportir betta fish. Sekaligus ia merupakan alumni FPK UNAIR lulusan tahun 2016. Giovanni mengaku sejak SMA mencoba usaha budidaya ikan. Namun, setelah lulus SMA ia baru mulai terjun di bidang ikan cupang dan mulai membuahkan hasil saat kuliah.

Pada acara ini Giovanni berfokus pada materi budidaya ikan cupang dan pemasarannya. Terdapat tiga jenis ikan cupang yang biasa dibudidaya. Yakni, cupang alam, hias, dan adu. 

”Kali ini saya lebih banyak membahas soal ikan cupang hias,” ujarnya.

Giovanni menjelaskan bahwa ikan cupang hias adalah pasar terbesar. Mengingat, terdapat kompetisi ikan cupang hias yang lebih luas. 

Bukan hanya untuk kompetisi saja, namun pasar ikan cupang hias juga dapat memenuhi kebutuhan hobi dari konsumen bahkan untuk sebuah percobaan. Ikan cupang hias memiliki beberapa jenis, di antaranya, Halfmoon, Double tail, Serit, Plakad, dan Giant.

“Pasar terbesar ya ikan cupang hias. Cupang adu ada pasarnya, cuman tidak sebesar cupang hias,” ujarnya.

“Cupang hias ini kompetisinya lebih banyak, pasarnya lebih banyak. Bukan hanya dijadikan ikan kompetisi, ada ikan buat hobi dan ada juga yang sekadar untuk percobaan-percobaan,” imbuhnya. 

Tidak lupa, Giovanni memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi usaha ikan cupang. Salah satu faktor pendukungnya, yaitu Indonesia yang beriklim tropis. Hampir di seluruh Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, Filipina, semuanya beternak ikan cupang. 

Tujuan utamanya, yaitu untuk diekspor ke negara beriklim non-tropis yang susah untuk budidaya ikan. Jika dilakukan pada tempat yang non-tropis, budidaya harus menggunakan sinar ultraviolet.


“Ikan yang tidak terkena matahari hasilnya akan kurang bagus. Hasil breeding-annya itu tidak bisa sebagus yang terkena matahari,” katanya.

Faktor penghambat dari budidaya ikan cupang, yaitu menjamurnya peternak maupun pedagang musiman. Tentu hal itu akan menjadikan persaingan yang lebih ketat. Hal tersebut juga pasti menyebabkan penurunan jumlah konsumen. 

“Ini ”wajar terjadi bila suatu usaha sedang naik daun akan banyak orang berusaha menirunya,” sebutnya.

 “Tinggal kita bisa atau tidak bertahan dengan passion yang dimiliki. Jika kita sudah bisa bertahan dengan passion, tentu kita akan bertahan,” imbuh Giovanni.

Giovanni Alif menunjukkan ikan cupang koleksinya. Hobi yang ditekuni itu telah membawanya menjadi salah seorang eksporter ikan cupang. (Ghofuur Eka/Jawa Pos/JawaPos.com)

Kualitas ikan cupang hias untuk kontes yang telah melalui proses sortir akan dipasarkan via online atau offline. Jika secara offline dapat juga sekaligus diikutkan dalam sebuah kontes, bila juara, maka akan meningkatkan harga jual ikan tersebut. Sedangkan secara online umumnya menggunakan media sosial dan situs jual online.

Menurut Giovanni, pasar luar negeri untuk ikan cupang hias biasanya terdapat syarat-syarat yang diperlukan. Umumnya bila hendak ingin memasarkan ke luar negeri, foto yang digunakan/dipajang haruslah bagus dan tanpa editan. 

Kemudian, umumnya ikan yang diekspor memiliki umur yang masih muda. Hal tersebut bertujuan agar ikan lebih tahan saat pengiriman yang memakan waktu lama. Pelayanan terbaik seperti berperilaku jujur dengan menunjukkan kelebihan dan kekurangan ikan juga diperlukan agar para konsumen tidak curiga.

“Saya biasanya kalau mau ngirim, ikan itu saya puasakan terlebih dahulu agar tidak buang kotoran. Jika ikan tersebut buang kotoran dan bercampur dengan air, maka akan muncul amonia. Sehingga selama pengiriman nanti ikan akan dalam kondisi tidur,” tuturnya.

“Sebaiknya juga kita tetap mengunggah foto ikan kita di media sosial meskipun belum ada yang beli. Suatu ketika seseorang juga akan ingat dengan unggahan tersebut dan otomatis akan mencari kita. Juga kita harus sebisa mungkin bersikap jujur agar orang-orang percaya kalau dagangan kita itu ada,” pungkasnya. (*)

Penulis: Muhammad Ichwan Firmansyah

Editor Feri Fenoria

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp