Beragam Khasiat Daun Katuk, Berikut Penjelasan Dosen FKH UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Rumah123

UNAIR NEWS – Daun katuk (Sauropus androgynous) ditemukan sangat berlimpah di Indonesia. Beberapa orang menggunakan katuk sebagai obat herbal tradisional dan pakan ternak. Daun katuk dapat menjadi suplemen untuk meningkatkan produksi ASI. Beberapa jenis produk kecantikan juga menggunakan daun katuk sebagai bahan baku. Daun katuk dikenal oleh orang Jawa sebagai sayuran dan pewarna makanan. Daun katuk hanya ditanam sebagai tanaman hias di pagar dan halaman, tetapi metode ekstensifikasi dapat dikembangkan di perkebunan khusus.

Katuk dapat tumbuh dalam suasana lembab. Tanaman ini banyak ditemukan di daerah tropis Asia Selatan. Menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), data yang dirilis tentang tanaman katuk tersebar di negara-negara Asia Selatan yaitu Cina, India, Sri Lanka dan Asia Tenggara yaitu Vietnam, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, dan Filipina. Umumnya dikenal sebagai Katuk (Indonesia), Mani Cai (Cina), Cekur Manis (Malaysia), Pak-Wanban (Thailand), Raungot (Vietnam), dan Simani (Minangkabau).

Faisal Fikri, drh., M.Vet. menyebut di Indonesia, tumbuhan ini dapat tumbuh dengan cukup air atau hanya sebagai pagar rumah. Katuk dapat tumbuh dengan lingkungan yang ideal, yaitu suhu udara 21-32oC, tingkat kelembaban relatif (RH) 50-80% dan curah hujan antara 750-2500 mm/tahun. Tanaman ini dapat berkurang di musim kemarau lebih dari enam bulan berturut-turut. Katuk tumbuh di dataran rendah hingga 120 m di atas permukaan laut dan di hutan sebagai tanaman liar. Di Jawa Barat, tanaman ini dapat ditemukan di ladang dengan ketinggian 1.300 m. Stek batang dapat digunakan untuk meningkatkan proses vegetatif.

“Berdasarkan analisis fisik dan data spektroskopi, katuk mengandung lignan diglycoside, (-) – O- -apiofuranosyl- -O- -glucopyranoside dan megastigmane glukosida. Polifenol dan flavonoid dalam ekstrak katuk memiliki sifat antioksidan potensial dan mampu mengobati penyakit yang dimediasi radikal bebas. Aktivitas antioksidan ditemukan dalam 20 μg/ml. Total fenol katuk 1,52 mg GAE/100 g digunakan sebagai antioksidan alternatif. Aktivitas antioksidan diukur dengan daya pereduksi sianida besi, DPPH (2,2-difenil-1- picrylhydrazyl) dan ABTS (2,2′-azino-bis- (3-ethylbenzthiazoline-6-sulphonic acid) scavenging, dan penghambatan asam linoleat oksidasi,” ujar Faisal Fikri, drh., M.Vet.

Lebih lanjut ia juga menjelaskan bahwa katuk bermanfaat selama respons peradangan, nyeri, dan demam. Kehadiran alkaloid, steroid, dan terpenoid diduga merupakan respons balik terhadap nyeri dan demam. Turunan fitokonstituen ditemukan pada saponin, tanin, triterpenoid, dan kumarin katuk terkait dengan sifat obat antiinflamasi non-steroid (NSAID). Kehadiran metabolit sekunder dari turunan konstituen dapat bersifat antinosiseptif dan analgesik dalam pengobatan tradisional.

Selain itu, tambahnya, aktivitas antibakteri dari ekstrak daun katuk dalam metanol dan etanol dapat menghambat pertumbuhan Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae dan Salmonella typhimurium. Sedangkan, ekstrak air menunjukkan aktivitas moderat terhadap Salmonella typhimurium dan Klebsiella pneumoniae.

“Ekstrak daun katuk secara tradisional digunakan untuk meningkatkan produksi ASI. Proses laktasi dirangsang oleh peningkatan kadar hormon prolaktin dan oksitosin. Vitamin A bersumber dari karoten dari ekstrak katuk. Vitamin A mensintesis retinol yang bereaksi dengan asam lemak untuk memicu pelepasan hormon prolaktin. Kehadiran hormon prolaktin merangsang perkembangan kelenjar sekretori di saluran intralobular. Peningkatan aktivitas kelenjar sekretori dengan lipid dan jaringan lemak unilokular dapat mempersiapkan kelenjar susu sebelum waktu ASI turun,” jelas Dosen FKH UNAIR tersebut.

Ekstrak air daun katuk 10g/200ml yang diteliti dalam model hewan coba, lanjutnya,  menunjukkan penurunan glukosa darah. Pengukuran menggunakan skor indeks glikemik (GI) menunjukkan penurunan 50% dalam aktivitas dibandingkan dengan glukosa darah normal. Dalam penelitian lain, dosis 250 mg/kgBB ekstrak etanol daun katuk dapat mengurangi glukosa darah dan glikogen hati pada tikus yang diinduksi oleh aloksan. Total kolesterol dan trigliserida yang menurun menunjukkan dosis yang sama. Penurunan kadar enzim ALT, AST dan ALP menunjukkan penurunan aktivitas oksidatif di hati.

“Kandungan sauroposida dan beberapa metabolit sekunder yaitu alkaloid, flavonoid, fenol, terpenoid, glikosida, dan beberapa vitamin seperti Karotenoid, tokoferol bermanfaat dalam banyak pengobatan tradisional. Aplikasi paling sederhana untuk mengekstraksi simplisia adalah ekstrak air dengan merebus daun, bunga, dan biji. Meskipun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi kemanjuran daun katuk, penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk membuat sediaan farmasi dalam bentuk obat paten yang dapat digunakan sebagai terapi,” pungkasnya. (*)

Penulis: Muhammad Suryadiningrat

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp