Tes Paternitas dalam Analisa Kekerabatan Saudara Kandung pada Suku Madura di Surabaya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Tes paternitas [paternity test] merupakan pemeriksaan DNA untuk menentukan apakah seorang pria adalah ayah biologis dari seorang anak. Kita semua mewarisi DNA (materi genetik) dari orang tua biologis kita. Tes DNA ini memberikan hasil lebih dari 99.99% probabilitas paternitas bila DNA terduga ayah dan DNA anak cocok (matched). Apabila DNA terduga ayah dan anak tidak cocok (mismatched) maka terduga ayah yang di tes 100% bukanlah merupakan ayah biologis anak tersebut [Syukriani, 2012].

Namun apabila tidak tersedianya informasi yang berasal dari ayah dan ibu atau anak yang dapat digunakan sebagai pembanding pada proses pemeriksaan DNA forensik [paternity test] merupakan salah satu problem tersendiri dalam analysis DNA forensic (Sykuriani, 2012, Yudianto, 2013).  Dalam kondisi tertentu diperlukan pembanding yang memiliki kedekatan jalur keluarga sebagai salah satu cara yang dapat ditempuh dalam proses analisis DNA forensik, seperti halnya adik atau kakak kandung dari korban atau pelaku bila pembanding dari jalur orang tua maupun anak tidak didapatkan.

Penelitian ini menggunakan populasi masyarakat madura yang berada di kota Surabaya. Surabaya pada bagian Utara berbatasan langsung dengan pula madura. Pada awal abad ke-20, tercatat terdapat 833.000 orang Madura di Jawa Timur [20-30% berada di kota Surabaya].

BAHAN DAN HASIL

Populasi dalam penelitian ini yakni orang suku Madura di kota Surabaya, dengan kriteria memiliki pola perkawainan sesama suku Madura dari 3 generasi diatasnya. Sampel penelitian adalah DNA sukarelawan sekeluarga terdiri dari orang tua, anak.. Semua sukarelawan menyetujui guna berpartisipasi dalam penenlitian dan privasi-kerahasiaan sukarelawan dipatuhi.. Jumlah sukarelawan sebanyak  10 keluarga [bapak, ibu, anak kesatu dan anak kedua], total sebanyak 40 sampel..

Penelitian ini diawali isolasi DNA dari darah tepi responden dengan metode DNAzol.  Hasil isolasi DNA sampel  diukur kadar  dan kemurnian DNA sampel dengan  Spectrophotometer. Rerata kadar DNA sampel : 595,35 ± 4,15ng/µl sedangkan kemurnian nilai rentang : 1,17 – 1,29. Selanjutnya proses amplifikasi PCR menggunakan primer pada lokus STR CODIS [CSF1PO,THO1,TPOX, vWA dan Amelogenin], serta visualisasi hasil amplifikasi PCR melalui Polyacrylamide Agorose Gel Electrophorese [PAGE] dengan pengecatan silver nitrate.

Dalam penelitian ini alel-alel yang dihasilkan dari keluarga populasi suku madura di Surabaya sangat bervariasi, presentase tertinggi pada lokus CSF1PO alel 9 [33,75%], THO1 alel 8 [26,25%], TPOX alel 9 [32,5%] dan vWA alel 17 [21,25%].

Dalam kinship analysis ini yang berperan penting yakni adanya ‘allele share’/ alel bersama. Menurut Wenk, Traver, dan Chiafari (1996), allele share dalam penentuan saudara kandung sangat berguna menjalin hubungan ketika kedua alel terlibat. Secara teoritis sebagaimana digambarkan oleh O connor (2011)  terlihat bahwa secara statistik saudara kandung memiliki kemungkinan ketepatan 2 allele hanya 25 % seperti halnya ketidaktepatannya (tidak memiliki alele yang sama atau 0 alele), sedangkan ketepatan 1 allele mencapai 50%.

Dibuktikan juga dalam penelitian ini menunjukkan memeiliki 2 allele yang sama pada saudara kandung pada suku madura di Surabaya untuk lokus CSF1PO dan TPOX sebesar 70%, THOI sebesar 100% sedangkan vWA sebesar 90%. Dalam penelitian ini juga menunjukkan alel share pada allele satu saudara kandung yang tertinggi yakni 2 allele share pada lokus CSF1PO : 70%, THO1 : 100%, TPOX : 70% dan vWA : 90%]. Serta prosentase 2 allele share pada suku madura di Surabaya yakni 82,5 %. Berdasarkan tersebut sebagai rekomendasi lokus THOI sebagai penanda spesifik suku madura di Surabaya, ini selaras dari penelitian Sosiawan et al 2019, frekeunsi alel sibling pada suku Madura pada 12 lokus STR salah lokusnya yang direkomendasikan yakni THOI dan penelitian Prastowo et al, 2018, frekeunsi alel lokus STR CODIS suku Madura di Bangkalan dan Probolinggo disebutkan lokus THOI memiliki frekuensi tertinggi [76%] dalam 13 lokus STR CODIS yang diperiksa

Kesimpulan dalam penelitian ini yakni  prinsip pemeriksaan DNA forensik dalam paternity test, didasarkan pada proses pembandingan alele yang berasal dari kedua orang tua dan anak kandung. Namun apabila pembanding kedua orang tua tersebut tidak ada, maka dibandingkan dengan pembanding yang berasal dari jalur keluarga (kinship analysis) terutama dari jalur orang tua sesuai dengan hukum mendel. Ketika menilai hubungan saudara kandung, pertimbangan yang cermat harus ada pada lokus STR frekuensi tinggi pada 2 allele share. Temuan penelitian ini pada lokus THOI memiliki 2 allele share 100%, sehingga direkomendasikan sebagai lokus STR dalam identifikasi melalui kekerabatan suku madura  di Surabaya

Penulis : Dr.Ahmad Yudianto,dr.SpF.M[K].,SH.,M.Kes

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di

http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/2154

Ahmad Yudianto,Fery Setiawan, Reni Sumino [2021], Paternity Test Through Kinship

Analysis as Forensic Identification Technique,53[1]: 7-14

https://doi.org/10.15395/mkb.v53n1.2154

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp