Privatisasi Pengelolaan Sampah: Peluang dan Tantangan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Kota-kota di negara berkembang merupakan titik fokus pembangunan ekonomi. Diperkirakan bahwa 80% pertumbuhan PDB dari negara berkembang diharapkan berasal dari kota. Kota-kota seperti Abidjan, Bangkok; dan Lagos, meskipun menampung kurang dari 20% populasi negara mereka, mereka menyumbang lebih dari 70% dari semua kegiatan ekonomi (Kasarda & Parnell, 1993: xi; UNCHS, 1985) sebagaimana dikutip dalam (And & Puente, 1990). Industri, jasa sosial dan keuangan dan sebagian besar kegiatan ekonomi lainnya terkonsentrasi di dalam kota, sehingga menarik orang dan modal, yang pada gilirannya menghasilkan perluasan kota. Pertumbuhan kota, bagaimanapun, menimbulkan banyak masalah sosial dan ekologis seperti konsumsi sumber daya yang berlebihan, perampasan sosial dan budaya serta defisit struktural dan infrastruktur yang mengakibatkan kondisi kehidupan yang tidak menguntungkan. Masalah-masalah ini sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan kota untuk mengatasi meningkatnya kebutuhan akan layanan dan infrastruktur publik karena meningkatnya konsentrasi penduduk di kota. Kemerosotan kualitas hidup mengancam produktivitas perkotaan serta daya huni kota. Masa depan ekonomi dan kemakmuran kota akan, lebih luas lagi, ditentukan oleh kualitas lingkungan. Kota-kota meskipun menghadapi tantangan untuk melestarikan dan mengelola lingkungan perkotaan secara efisien jika mereka ingin mempertahankan statusnya sebagai pusat kegiatan ekonomi, budaya dan sipil, mereka mencari metode alternatif untuk memastikan kebersihan dan kelayakan hunian dengan biaya yang moderat.

Pengelolaan dan pengembangan pendekatan ramah lingkungan untuk pengelolaan sampah merupakan salah satu tantangan yang dihadapi pengelola kota di negara berkembang. Hal ini bersumber dari permasalahan yang ditimbulkan oleh pengelolaan limbah padat yang buruk yang mengakibatkan bahaya kesehatan, emisi gas rumah kaca, dan pencemaran tanah, udara dan air. Masalah-masalah ini menjadi ancaman bagi penduduk kota; karena itu mereka cenderung membatasi kontribusinya pada pembangunan ekonomi kota mereka. Oleh karena itu, perlunya adopsi pendekatan yang efisien dan efektif untuk menyelesaikan masalah lingkungan yang terkait dengan krisis perkotaan, khususnya pengelolaan sampah yang sangat penting dalam upaya mewujudkan kota yang layak huni, produktif dan ramah lingkungan. Kebutuhan yang lebih mendesak di negara berkembang dimana kemampuan keuangan pemerintah sangat terbatas sementara jumlah penduduk meningkat pesat menyebabkan kekosongan kelembagaan dalam penyediaan layanan (UNCHS, 1998) seperti dikutip dalam (Martin, 2001).

Menyikapi situasi ini, pendekatan baru telah berkembang mulai dari pendekatan yang melibatkan kolaborasi antar pemangku kepentingan (Bennett, 1998); dan juga inisiatif komunitas (McGee & Yeung, 1986), serta keterlibatan sektor swasta sebagai penyedia layanan (Martin, 2001). Semua pendekatan ini umumnya disebut sebagai Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS), karena kedua sektor bekerja sama erat dalam menyediakan layanan perkotaan. Penelitian tinjauan pustaka sistematis ini tertarik untuk menelaah peluang dan tantangan privatisasi pengelolaan persampahan.

Hasil Penelitian

Dalam tinjauan literatur sistematis ini, di mana hanya artikel yang ditinjau oleh sejawat yang diterbitkan setelah tahun 2000 yang ditinjau secara kritis, kecuali kutipan yang dianggap sangat penting untuk studi. Secara ringkas, manfaat privatisasi pengelolaan limbah padat mencakup beberapa hal ini: efektivitas, penghematan biaya, pemberian layanan tepat waktu, akses ke pendanaan dan perluasan, layanan berkualitas, kemitraan dan partisipasi masyarakat, lingkungan yang bersih dan sehat. Juga: penciptaan lapangan kerja, penghapusan monopoli, teknologi baru dan teknik inovatif, konsentrasi sektor publik pada pengawasan, konservasi dan perlindungan sumber daya; dan mengurangi birokrasi, serta bertindak cepat atas keprihatinan dan keluhan.

Dampak negatif meliputi antara lain: hilangnya pekerjaan, ketimpangan dan praktik diskriminatif, monopoli, dan praktik korupsi di sektor publik. Demikian juga: hilangnya tenaga ahli sektor publik, pembuangan sembarangan, penundaan pengumpulan sampah, degradasi lingkungan; dan rusaknya sektor publik.

Tantangannya antara lain: dukungan sektor publik yang tidak memadai, keberlanjutan, popularitas yang tidak memadai, lingkungan yang tidak aman, dukungan politik yang tidak memadai, daur ulang yang rendah, oposisi serikat pekerja, infrastruktur publik yang buruk, kurangnya transparansi. Tantangan lainnya: ketidaksempurnaan pasar, tidak dibayarnya biaya, akses terbatas ke layanan publik yang kritis; dan kemiskinan perkotaan.

Simpulan

Kami simpulkan bahwa dengan perencanaan yang matang, privatisasi pengelolaan sampah dapat mewujudkan kota-kota layak huni. Meskipun demikian, hal ini bukanlah tanpa dampak. Demikian juga, dalam pelaksanaannya akan terdapat hambatan-hambatan yang perlu dicari jalan keluarnya.

Penulis: Yahya Muhammed Bah, Myrtati Dyah Artaria

Detail riset ini dapat dilihat di:

https://trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id/urbanenvirotech/article/view/8219

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp