Determinan Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Diantara Kalangan Muda Di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh detikHealth

Masa remaja adalah fase kehidupan yang membentang antara masa kanak-kanak dan dewasa. Definisi remaja telah lama menimbulkan teka-teki. Masa remaja meliputi unsur-unsur pertumbuhan biologis dan transisi peran sosial utama. Periode pubertas sebelumnya telah mempercepat permulaan masa remaja di hampir semua populasi, sementara pemahaman tentang pertumbuhan yang berkelanjutan telah mengangkat usia akhir hingga memasuki usia 20-an. Upaya memperluas definisi remaja yang diperluas dan lebih inklusif sangat penting untuk penyusunan hukum, kebijakan sosial, dan sistem layanan yang sesuai dengan perkembangan. Daripada membatasi pada kelompok umur 10-19 tahun, memperluas pada kelompok umur 10-24 tahun berhubungan lebih dekat dengan pertumbuhan remaja dan pemahaman populer tentang fase kehidupan. Batasan kelompok umur ini dan akan memfasilitasi investasi jangka panjang di berbagai rangkaian yang lebih luas. Definisi yang memasukkan remaja dalam usia 10-24 tahun lebih cocok dengan perkembangan remaja yang terjadi pada saat ini

Salah satu masalah yang sering muncul di kalangan remaja adalah terkait kesehatan reproduksi. Masa remaja yang dicirikan oleh gejolak emosi yang kuat akibat masa pubertas yang sedang mencapai puncaknya, membuat remaja selalu tertantang untuk mencoba hal baru. Data SDKI 2017 menunjukkan bahwa remaja kelompok umur  15-19 tahun telah melakukan perilaku berisiko yaitu sekitar 30,2% remaja perempuan dan 33,6% remaja laki-laki mulai berpacaran pada saat belum berusia 15 tahun. Berkisar 0,9% perempuan dan 3,6% laki-laki pernah berhubungan seks pranikah. Alasan hubungan seksual pranikah pertama kali tersebut, sebagian besar karena saling mencintai, yaitu 46,1% pada laki-laki dan 53,8% pada perempuan, alasan terjadi begitu saja perempuan (15,8%), dan dipaksa pasangan 16,3% perempuan. Data juga menunjukkan bahwa 16,4% remaja perempuan pernah mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, berkisar 7% perempuan umur 15-19 tahun sudah menjadi ibu, 5% sudah pernah melahirkan dan 2% sedang hamil anak pertama. Informasi tersebut menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi dan risiko hubungan seksual. Di sisi lain, remaja tidak mampu menolak hubungan yang tidak mereka inginkan, terutama pada perempuan. Data itu juga membuktikan bahwa banyak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja dan masih sekolah, yang dapat berujung pada aborsi yang tidak aman dan persalinan remaja yang akan meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi.

Bagi negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki variabilitas budaya antar wilayah, kondisi ini diperparah oleh adanya beberapa karakter budaya di masyarakat yang sangat toleran terhadap terjadinya pernikahan usia remaja. Angka pernikahan anak Indonesia di bawah umur masih terbilang cukup tinggi yaitu lebih dari 20%. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor budaya, faktor agama, faktor kemiskinan dan faktor pergaulan bebas. Faktor pergaulan bebas mendominasi terjadinya pernikahan di bawah umur. Beberapa alasan tersebut melatarbelakngi ditulisnya artikel ini.

Artikel ini disusun setelah peneliti menganalisis sampel penelitian perempuan muda (15-24 tahun) yang bersalin dalam 5 tahun terakhir. Setidaknya peneliti menganalisis 3.235 perempuan muda. Hasilnya didapatkan perempuan muda di perkotaan 2,23 kali lebih mungkin menghadiri persalinan di layanan kesehatan dibandingkan di pedesaan. Perempuan muda yang menyelesaikan pendidikan menengah 4,12 kali lebih mungkin untuk menjalani perawatan persalinan daripada tidak berpendidikan. Kelompok terkaya 5,60 kali lebih mungkin mengalami perawatan persalinan dibandingkan yang termiskin. Asuransi kesehatan memberikan peluang 1,44 untuk menjalani persalinan dan melahirkan. Selain itu, mengetahui tanda-tanda bahaya kehamilan memungkinkan 1,50 kali kemungkinan bagi mereka untuk mengakses perawatan persalinan dan persalinan. Remaja dengan kunjungan ANC ≥4 kali memiliki kemungkinan 1,68 kali lebih besar untuk menjalani perawatan kesehatan persalinan dibandingkan dengan yang <4 kali.

Studi ini menyimpulkan enam determinan kesehatan persalinan di kalangan remaja di Indonesia. Determinan tersebut meliputi jenis tempat tinggal, tingkat pendidikan, status kekayaan, kepemilikan asuransi kesehatan, pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan, dan kunjungan ANC. Hasil penelitian ini memberikan target khusus bagi pemerintah untuk melakukan intervensi di perdesaan pada remaja dengan pendidikan rendah, status kekayaan rendah, tidak diasuransikan, dan tidak mengetahui tanda-tanda bahaya kehamilan. Intervensi ini perlu dilakukan untuk dapat mendorong cakupan remaja hamil yang melahirkan di fasilitas kesehatan. Pemerintah juga perlu menyediakan unit mobilitas untuk layanan kesehatan ibu di daerah pinggiran yang aksesnya buruk.

Penulis: Ratna Dwi Wulandari

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tautan berikut:

https://www.jphres.org/index.php/jphres/article/view/1890

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp