Tausiah Fiqih Kontekstual Gus Nadir Tutup Serangkaian Acara Kemilau Ramadhan PUSPAS UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Dr. H. Nadirsyah Hosen, LL., M.A., Ph.D. (Foto: Ilustrasi oleh Indopolitika.com )

UNAIR NEWS– Pusat Pengelolaan Dana Sosial (PUSPAS) Universitas Airlangga bersama Griya Khadijah menutup serangkaian acara Kemilau Ramadhan melalui Kajian Ramadhan bersama Dr. H Nadirsyah Hosen. Dosen Fakultas Hukum Universitas Monash Australia tersebut hadir secara virtual untuk mengisi kajian tentang “Meraih ridho ilahi, Ngaji Fikih Kontekstual” Sabtu (08/05) lalu.

Kegiatan Kemilau Ramadhan 1442 H merupakan serangkaian acara yang diadakan oleh PUSPAS selama bulan ramadhan dalam rangka menyambut bulan suci yang penuh berkah tersebut. Kegiatanya meliputi Webinar, talkshow, Pondok ramadhan, Fundraising zakat, safari kampus hingga puncaknya adalah Kajian Ramadhan yang diisi oleh Gus Nadir.

Berbicara soal pemahaman fiqih secara kontekstual Gus Nadir (sapaan akrabnya), memaparkan bahwa saat ini terdapat 2 kubu yang sering kali bertabrakan, yakni orang yang memahami agama secara literal dan orang yang memahami agama secara liberal. Dimana orang yang memiliki pemahaman agama secara literal ini akan mudah menyalahkan orang lain apabila tidak sesuai dengan dalil atau hadist yang ada. Sedangkan orang liberal cenderung lebih permisif dalam beragama.

“Sedangkan beragama secara fiqih kontekstual ini posisinya ditengah-tengah, jadi kita terpaku secara tekstual pada sumber hukum yang ada namun juga memahami konteks dari hukum tersebut,” paparnya.

Gus Nadir melanjutkan, dalam belajar hukum fikih, pemahaman dari konteks hukum tersebut penting dilakukan pasalnya, ilmu fikih itu berkaitan dengan budaya dan perkembangan zaman. Ada beberapa hukum yang secara tekstual relevan dengan keadaan disuatu daerah atau zaman tertentu namun tidak didaerah lain atau dizaman lain.

“Misalnya, ada hadist yang mengatakan bahwa nabi sholat menggunakan sandal, lalu apa kita harus masuk masjid pakai sandal dan menyalahkan orang yang sholat dengan melepaskan sandal? Tentu tidak,” Gus Nadir mencontohkan.

“Jadi kita harus memahami “asbabun nuzulnya”, sambungnya, dizaman dahulu kan masjid tidak semewah sekarang, alasnya masih tanah dan atapnya berupa dedaunan dimana jika hujan lebat, alas masjid akan kotor dan becek jadi harus pakai sandal,” tuturnya.

Ra’is Syuriah Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU di Australia dan Selandia Baru tersebut juga mencontohkan hukum fiqih yang terkait dengan perkembangan zaman yakni penggunaan siwak. Dirinya mengungkapkan penggunaan siwak dizaman Rasulullah tujuannya adalah untuk kebersihan mulut. Dizaman ini sudah berkembang sikat dan pasta gigi sehingga bisa digunakan selama bisa menjaga kebersihan mulut.

“Ini beberapa contoh bagaimana kita mengontekstualikan hukum fiqih, tanpa merubah hukum fiqih tersebut,” ujarnya.

Pada akhir, Gus Nadir menekankan untuk memahami tujuan dari adanya hukum fiqih tersebut, bukan hanya memahami secara tekstual. Hal tersebut dapat menjadikan kita tidak mudah menghakimi apabila terdapat perbedaan pandangan antar umat islam.

“Dengan memahami hukum fiqih secara kontekstual, kita bisa lebih berlapang dada dalam menyikapi adanya perbedaan pendapat dan interpretasi dari para ulama sehingga bisa saling rukun,” pungkasnya.(*)  

Penulis: Ivan Syahrial Abidin

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp