Presiden KSPI: Gerakan Buruh Tak Bisa Disamakan dengan Gerakan Komunis

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Ir. H. Said Iqbal, M.E. (Ilustrasi oleh Tirto ID)

UNAIR NEWS – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Ir. H. Said Iqbal, M.E., diundang sebagai narasumber dalam webinar Kementerian Sosial dan Politik BEM FH UNAIR pada Senin siang (2/5/2021). Topik yang akan ditelaah dalam webinar tersebut adalah “Hidup dan Matinya Partai Buruh di Indonesia”.

Pentolan gerakan buruh tanah air itu mengatakan bahwa dinamika gerakan buruh itu bukan sesuatu yang baru atau asing di Indonesia. Eksistensi partai buruh bukan sesuatu yang lama, ia mencontohkan seperti Partai Buruh Indonesia yang ada semasa Orde Lama, penggunaan dukungan serikat buruh FNPBI dalam kemaslahatan Partai Rakyat Demokratik semasa Orde Baru. Bahkan awal-awal reformasi, partai buruh dapat mengikuti kontestasi politik di Indonesia.

“Namun seringkali terdapat miskonsepsi terhadap gerakan buruh. Gerakan buruh itu tidak bisa disamakan dengan gerakan komunis. Memiliki keterikatan dengan ideologi komunisme itu jelas, itu fakta sejarah yang mustahil ditutupi. Namun gerakan buruh sendiri tidak bisa semata-mata disamakan dengan gerakan komunis,” terang Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia itu.

Sambil mengeksplor sejarah pra-kemerdekaan Indonesia, Said bertutur bahwa tanah air memiliki banyak sekali tokoh buruh yang bukanlah seorang tokoh komunis. Ambil contoh H.O.S. Tjokroaminoto yang mendirikan pergerakan Sarekat Dagang Islam dan Sarekat Islam. Surjopranoto, seorang tokoh buruh yang memimpin pemogokan nasional pertama di Indonesia melalui serikat buruh tebunya sebagai bentuk protes apabila Gubernur Jenderal Hindia Belanda tidak ingin menaikkan upah minimum buruh, adalah contoh lain dari pernyataan Said Iqbal.

Tentu saja diskursus mengenai gerakan buruh tidak bisa dijauhkan dari pengaruh paham komunisme. Bagaimanapun juga menurut pendek tutur Said, pergerakan buruh juga memiliki influensi besar dari buku Das Kapital karya Karl Marx. Bahkan dalam perkembangan paham sosialisme ala Marx, terdapat juga tiga aliran yang tumbuh.

“Aliran sosialisme kanan yang digaungkan oleh Karl Kautsky percaya bahwa gerakan buruh hanyalah berunding saja, tidak perlu membuat partai politik dan mogok kerja. Tokoh nasional seperti Moh. Hatta, Moh. Yamin, dan Soekarno merupakan penganut dari paham sosialis demokrasi yang sentris dimana mereka percaya bahwa gerakan buruh harus dimanifestasikan juga dengan aksi massal dan partai politik. Sementara paham komunisme yang dikenal umum sekarang merupakan sosialisme kiri yang dianut oleh Vladimir Lenin dan Che Guevara, dimana sosialisme hanya dapat dimanifestasikan dalam skala komunal dengan unsur produksi dikuasai negara,” jelasnya.

Problematika gerakan buruh atau pendirian partai buruh di Indonesia menurut Said adalah kurangnya pembangunan kesadaran kelas di antara pejuang serta pendukungnya. Hal itu ditambah bahwa partai buruh dibangun secara tergesa-gesa karena selalu berorientasi pada unsur ketokohan belaka. Kesadaran kelas yang dimaksud olehnya adalah pahamnya posisi dan peran buruh dalam jalannya peradaban suatu negeri dan bagaimana banyak sekali kebijakan negara itu dapat berdampak kepada mereka.

“Dengan pembangunan kesadaran kelas ini, akan tercipta serikat buruh yang kuat dan tidak terfragmentasi. Kekuatan ini dapat dipreservasi dengan iuran keuangan yang kuat, gerakan buruh yang teroganisir, dan kesadaran tinggi untuk membela hak-hak anggotanya. Apabila ini dapat tercapai, opsi partai buruh baru dapat dipilih sebagai kekuatan politik yang ada di tanah air,” tutupnya.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp