Menilik Kegawatdaruratan pada Bayi Baru Lahir

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
(Foto: istimewa)

UNAIR NEWS – Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) gelar acara bertajuk Ngobrol Santai dengan Ahlinya pada Minggu (9/5/2021). Dalam kesempatan yang ke-11 ini, acara tersebut membahas mengenai kegawatdaruratan pada bayi baru lahir.

Sebagai narasumber, hadir dr. Setya Dewi Lusyanti, Sp.A(K), PhD dengan mengulas materi tentang “Deteksi Dini Kegawatan Tersering dan Prinsip Penaganan Awal Pada Neonatus,” atau bayi yang baru dilahirkan.

Menurutnya, kegawatan pada bayi baru lahir (neonatus) bisa bermacam-macam. Salah satunya yaitu terkait pernafasan. Janin dan bayi yang baru dilahirkan memiliki perbedaan dalam penggunaan paru-paru sebagai alat pernafasan. Janin hanya menggunakan paru-parunya dengan kapasitas 10% untuk membantunya bernafas.
Pertukaran oksigen dan karbondioksida pada janin sebagai bagian dari proses pernafasan, terjadi pada plasenta.

“Sehingga dia mendapatkan oksigen dan CO2 (karbondioksida, Red), pertukaran gasnya di plasenta yang berfungsi sebagai paru-parunya janin. Dari plasenta, mengalir oksigen dari ibu,” ucap dr. Lusy.
Ketika masih menjadi janin, paru-paru akan terisi penuh oleh cairan. Maka dari itu, ia (janin, Red) betul-betul mengandalkan plasenta untuk pernafasannya.

Setelah janin lahir, dia akan dipisahkan dari plasenta. Dengan demikian maka bayi yang baru lahir tidak mendapat pasokan oksigen sehingga dia (bayi yang baru lahir, Red) harus bisa bernafas sendiri. “Jadi di situlah adanya suatu perubahan setelah lahir dan bayi harus bisa melalui periode transisi ini dengan baik” ujar dr. Lusy.

Salah satu hal penting pada masa transisi ini yakni menangis. dr. Lusy mengungkapkan bahwa tujuan dari menangisnya bayi adalah untuk membawa udara dengan tekanan tinggi ke dalam alat bernafas.

Menangisnya bayi kemudian mengakibatkan cairan pada paru-paru akan terdorong keluar. “Kalau dia tidak menangis, berarti tidak ada suatu tekanan yang mendorong cairan itu keluar sehingga dia akan kesulitan bernafas.”

“Hampir semua bayi baru lahir perlu suatu pertolongan agar bayi tersebut bernafas, yang harus dilakukan dalam satu menit pertama. Oleh sebab itu setiap persalinan, Kementerian Kesehatan tidak memperbolehkan seorang bidan menangani ibu dan bayi secara bergantian. Jadi harus ada yang mengambil bayi dan menolong bayi bila dia perlu, si bidan tetep berada di samping ibunya,” tutur dr. Lussy.

Kegawatan bayi baru lahir juga dapat berupa gawat janin dan kecil masa kehamilan. “Gawat janin ini yang menunjukkan bahwa janin mengalami kekurangan oksigen dan menyebabkan warna ketuban menjadi hijau. Kecil masa kehamilan membuktikan bahwa transfer darah yang mengantarkan oksigen dan nutrisi melalui plasenta sangat berkurang,” terang dokter alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) tersebut.

UNAIR sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia mendukung seluruh sivitas akademika untuk berkontribusi kepada masyarakat luas.

Penulis: Fauzia Gadis Widyanti

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp