Edukasi Kemenkumham RI Terkait Regulasi dan Dinamika Partai Politik di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Dalam rangka memperingati Hari Buruh, Kementerian Sosial dan Politik BEM FH UNAIR menggelar webinar yang mengeksplor tema terkait partai buruh. Lebih spesifiknya, judul webinar ini adalah “Tumbuh dan Matinya Partai Buruh di Indonesia”. Diadakan pada Senin siang (2/5/2021), Direktur Tata Negara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI Dr. Baroto, S.H., M.H., diundang sebagai narasumber.

Eksplanasi oleh Baroto tidak secara spesifik meranah terhadap dinamika politik buruh di tanah air, namun menjelaskan terkait regulasi dan dinamika partai politik secara normatif dan ijmal. Ia mengamini bahwa eksistensi partai politik itu amatlah esensial dalam kemaslahatan demokrasi, oleh karena itu negara harus hadir dalam memberikan regulasi agar dapat berjalan dengan baik.

Pejabat pemerintah itu menjelaskan beberapa persyaratan pendirian dan pendaftaran partai politik yang mengacu pada UU No. 2 Tahun 2011. Apabila suatu partai politik ingin berkontestasi dalam pemilihan umum (Pemilu), maka suatu partai politik harus berstatus sebagai Badan Hukum. Tak hanya itu, partai politik harus memiliki 50 anggota pendiri dan memiliki kepengurusan di tiap provinsi serta sebagian besar dari kabupaten/kota dan kecamatan di Indonesia.

“Harus terdapat juga jaminan keterwakilan perempuan sebanyak 30% dalam partai politik tersebut walau hal ini terkadang masih belum dapat diimplementasikan secara penuh. Tentu ini menjadi sebuah persoalan yang patut diperhatikan oleh kami (pemerintah),” ujar Baroto.

Menurut data Kemenkumham RI, terdapat 74 partai politik berstatus Badan Hukum yang telah terdaftar. Namun Baroto mengucapkan bahwa hanya ada 22 partai politik saja yang aktif. Disini persoalannya adalah bahwa eksistensi partai politik di Indonesia tidak semata-mata menjalankan esensi dan fungsi dari partai politik itu sendiri, seperti kaderisasi, perjuangan ideologi dan kepentingan, representasi aspirasi masyarakat, dan instrumen demokrasi itu sendiri.

“Kemenkumham RI sendiri memiliki wewenang yang kecil sekali dalam pertanggungjawaban kinerja partai politik di Indonesia. Wewenang kami hanya sebatas verifikasi dan pemberian status Badan Hukum terhadap partai politik. Pembubaran partai politik hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dengan persyaratan yang cukup rumit agar tidak mengganggu esensi demokrasi Indonesia,” tutur ahli hukum itu.

Masih belum terwujudnya lingkungan politik yang memenuhi esensi dan fungsi dari partai politik sendiri itu menurut pendek eksplanasi Baroto karena banyak sekali faktor. Demokrasi yang masih baru terwujud di Indonesia pasca tergulingnya rezim pemerintahan Soeharto sehingga masih perlu proses pembiasaan. Problema visi misi yang hanya sebatas demi kontestasi di pemilu, belum sampai ke perjuangan ideologi mendasar seperti demokrasi di Amerika Serikat.

“Dalam skala administrasi dan dinamika internal juga terdapat problema. Konflik internal yang sarat akan unsur politis dan eksistensi Mahkamah Partai Politik juga susah sekali terjamin netralitasnya. AD/ART yang masih kurang rigid dan detail. Pendek penjelasan dari saya yang dapat disimpulkan dan dapat dijadikan diskusi lebih lanjut adalah, mendirikan partai buruh di Indonesia juga harus paham akan faktor-faktor tersebut,” tutupnya.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp