Menilik Tata Kelola Perusahaan dan Konservatisme Akuntansi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Kasus manipulasi laporan keuangan yang pernah terjadi di Indonesia yaitu PT Bank Lippo dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik pada 28 November 2002 melaporkan total aktiva perseroan sebesar Rp24 triliun dan laba bersih Rp98 miliar (Tempo.co, 2003). Namun, dalam laporan yang disampaikan ke BEJ disebutkan total aktiva perusahaan berubah menjadi Rp22,8 triliun rupiah (turun Rp 1,2 triliun) dan perusahaan merugi bersih Rp1,3 triliun. Setelah beberapa tahun, kasus lainnya terjadi pada PT Bank Bukopin yang merevisi laba bersih 2016 menjadi Rp183,56 miliar dari sebelumnya Rp1,08 triliun. Penurunan terbesar terjadi di bagian pendapatan provisi dan komisi yang merupakan pendapatan dari kartu kredit. Pendapatan ini turun dari Rp1,06 triliun menjadi Rp317,88 miliar (CNBC, 2018). Kedua kasus tersebut menunjukkan bahwa masih saja terjadi perilaku ketidak hati-hatian (tidak konservatif) manajemen dalam membuat laporan keuangan perusahaan, yang merupakan tanggung jawabnya. Disisi lain, tata kelola perusahaan yang belum efektif juga memberi kontribusi pada terjadinya kasus tersebut.

Manajemen perusahaan cenderung berperilaku memanipulasi informasi yang disajikan dalam laporan keuangan agar terlihat baik. Manajemen perusahaan memiliki kecenderungan menaikkan laba atau aset untuk menyembunyikan kinerja yang buruk. Sebenarnya di Indonesia sudah ada acuan untuk menyusun laporan keuangan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). SAK memberikan kebebasan manajemen dalam memilih metode pencatatan akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan serta kondisi perusahaan. Pilihan tersebut dimaksudkan agar laporan keuangan dapat mencerminkan kondisi riil perusahaan tetapi terkadang dimanfaatkan oleh manajemen untuk kepentingannya. Adanya pilihan metode pencatatan akuntansi, memungkinkan manajemen perusahaan dapat menghasilkan laporan keuangan yang optimis maupun konservatif. Laporan keuangan yang konservatif lebih baik dibanding laporan keuangan yang optimis karena laporan keuangan konservatisme dapat menurunkan kemungkinan manajemen perusahaan melakukan manipulasi laporan keuangan. Sebaliknya laporan keuangan yang optimis memberikan harapan yang tidak pasti di masa depan dan dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan.

Tata kelola perusahaan juga berperan pada penerapan konservatisme dalam menyusun laporan keuangan perusahaan. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), good corporate governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tata kelola yang baik di dalam perusahaan dapat mengarahkan dan mengendalikan perilaku manajemen agar menerapkan prinsip konservatisme (kehati-hatian) dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Sebaliknya, tata kelola yang tidak efektif akan menyebabkan terjadinya manipulasi informasi dalam laporan keuangan.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka penelitian yang bertujuan untuk membuktikan secara empiris pengaruh tata kelola perusahaan terhadap konservatisme masih relevan. Sampel yang digunakan sebanyak 31 pengamatan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tata kelola diukur dengan CGPI (Corporate Governance Perception Index) sedangkan konservatisme akuntansi diukur dengan nilai akrual. Hasilnya menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan  tidak memengaruhi konservatisme akuntansi. Hal ini menunjukkan bahwa Tata kelola tidak dapat secara parsial berperan mengarahkan dan mengendalikan manajemen agar menerapkan konservatisme dalam menyajikan laporan keuangan perusahaan. Selain ini, penerapan tata kelola perusahaan yang baik  tidak dapat dilakukan secara langsung dalam kurun waktu yang singkat, hal ini disebabkan dalam penerapan tata kelola yang baik membutuhkan  waktu, proses, dukungan semua organ-organ yang ada di perusahaan, serta budaya organisasi. Hal tersebut menjadi alasan  mengapa tata kelolaperusahaan belum efektif untuk mengarahkan dan mengendalikan manajemen agar tidak memanipulasi informasi dalam laporan keuangan untuk memenuhi kepentingannya.

Banyak cara yang sudah dilakukan agar tidak terjadi kasus manipulasi informasi dalam laporan keuangan, antara lain: (1) adanya SAK yang menjadi pedoman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan; (2) tata kelola perusahaan untuk mengarahkan dan mengendalikan manajemen perusahaan agar tidak berbuat curang; (3) auditor independen yang mengaudit laporan keuangan perusahaan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan tersebut. Namun, masih ada saja terjadi kasus manipulasi laporan keuangan yang merugikan pemangku kepentingan. Hal ini menunjukkan bahwa cara-cara yang sudah ditempuh masih belum efektif atau ada faktor lain yang lebih berperan, yaitu perilaku manusia sebagai pelakunya, budaya, dan lingkungan. Perbaikan yang dilakukan secara berkesinambungan semua aspek diharapkan akan meminimalkan manipulasi laporan keuangan, walaupun tidak dapat mengeliminasinya.

Penulis: Isnalita

Detail riset ini dapat dilihat di:

https://www.ijicc.net/index.php/ijicc-editions/2019/130-vol-9-iss-8

The effect of good corporate governance on accounting conservatism (study on banking companies listed on IDX 2013-2017)

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp