Allelic Sharing Among Madurese as a Tool of Madurese Identification Using 11 Short Tandem Repeats and Amelogenin Gene: An Observational Analytical Study

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh goodminds

STR tersebar luas di seluruh genom manusia dan sumber terkaya penanda polimorfik yang dapat dikenali dengan polymerase chain reaction (PCR). STR berisi unit berulang yang panjangnya dua sampai enam pasang basa, dan alat yang umum dalam analisis forensik karena mereka hanya membutuhkan “sedikit” DNA, atau DNA yang  terdegradasi. STR diklasifikasikan sebagai teknologi modern dalam DNA typing yang memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi individu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tendensi alel dalam satu set lokus Short Tandem Repeat (STR) terkait dengan relasi sibling atau saudara kandung pada suku Madura. 

Studi analitik observasional ini dilaksanakan pada bulan September-Desember 2019 di Laboratorium Genetik Manusia, Institut Penyakit Tropis, Universitas Airlangga, Indonesia. Ukuran sampel adalah 20 orang saudara kandung. Kriteria inklusi terdiri dari saudara kandung asli Madura dari Pulau Madura, Indonesia, yang meliputi ayah, ibu, dan dua anak kandung mereka yang merupakan kembar nonidentical. Hasil penelitian menunjukkan, di antara 220 pengamatan (20 pasang × 11 lokus) pada saudara kandung, dua alel per lokus dibagikan 57 kali (25,9%), satu alel dibagikan 130 kali (59,1%), dan nol alel dibagikan 33 kali (15,0%). Secara keseluruhan, 100% dari 20 pasangan saudara kandung memiliki rasio kemungkinan yang mendukung persaudaraan (yaitu, nilai CSI mereka lebih besar dari 1). Rentang CSI berasal dari 1,4 hingga lebih tinggi dari 37 miliar dalam 20 pasangan saudara kandung yang diketahui. Semua pasangan saudara kandung yang terkenal memiliki CSI lebih dari 10, dan mayoritas dari mereka (65%) memiliki CSI lebih dari 1000.

Indikator baik yang didasarkan pada frekuensi alelik adalah homozigositas, heterozigositas, dan jumlah alel efektif, konten informasi polimorfisme, kekuatan diskriminasi, dan kekuatan pengecualian. Indikator polimorfisme genetik yang baik didasarkan pada jumlah alel. Hal ini disebabkan oleh keunikan alel dalam populasi. Derajat allele sharing dalam penelitian ini relatif “sebanding” dengan penelitian lain. Variasi ini kemungkinan disebabkan oleh etnis yang berkontribusi pada perbedaan genetika antar populasi. Ini dapat dikaitkan dengan sejarah demografis, yang menyebabkan penyimpangan genetik. Fakta bahwa 75% dan 65% pasangan saudara kandung masing-masing memiliki CSI di atas 100 dan 1000, menunjukkan bahwa sistem STR sangat bermanfaat dalam mengidentifikasi saudara kandung bersuku Madura. Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis ini adalah kemungkinan adanya alel coomon pada area fokus tertentu. 

Penelitian ini dapat digunakan pada riset kesehatan mulut, karena dapat menjadi dasar untuk mengetahui kecenderungan seseorang untuk mengalami kelainan genetic seperti halnya celah langit-langit. Mikrosatelit adalah penanda yang umum digunakan dalam analisis genetik, seperti pada kasus celah langit-langit. STR merupakan salah satu jenis penanda mikrosatelit yang memiliki polimorfisme tinggi, sehingga digunakan untuk analisis forensic genetik. Celah langit-langit  menggunakan lima penanda mikrosatelit seperti DLX3, MSX1, RARA, BCL3, dan EDN1. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut. 

Penulis: Ahmad Yudianto, Agung Sosiawan, Abdul Hadi Furqoni, Indah Nuraini Masjkur, Qurrota A’yunil Huda


Link Jurnal:

https://www.jioh.org/article.asp?issn=0976-7428;year=2021;volume=13;issue=1;spage=89;epage=92;aulast=Yudianto

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp