Strategi Komunikasi dalam Pengajaran Literasi Informasi Media untuk Pemberantasan Hoaks di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: kompascom

Internet dan perkembangan teknologi komunikasi yang pesat membuat informasi dapat menyebar dengan sangat cepat. Internet telah memudahkan setiap orang untuk memproduksi, mengakses dan menyebarkan informasi terutama melalui media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram atau perpesanan lintas platform seperti, WhatsApp dan lainnya. Namun, informasi-informasi melalui media sosial ini tidak dapat disaring kebenarannya dengan mudah dan memadai. Hal ini akan lebih berbahaya apabila perubahan teknologi yang cepat tidak sejalan dengan pemahaman pengguna dalam mengoperasikan gawai secara bijak. Ketiadaan pemahaman ini dapat menyebabkan berbagai masalah seperti maraknya berita bohong atau hoaks.

Penyebaran hoaks menjadi salah satu perhatian pemerintah karena hoaks dapat menimbulkan keraguan, ketakutan dan kemarahan publik bahkan dapat memecah keharmonisan masyarakat dan bangsa. Di Indonesia yang multikultural misalnya, menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, jumlah berita bohong telah mencapai kurang lebih 800.000 dalam setahun. Fakta bahwa Indonesia memiliki banyak pengguna internet aktif dapat berkontribusi pada penyebaran berita palsu yang cepat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memerangi maraknya penyebaran berita bohong di media sosial. Salah satunya dengan membuat program literasi informasi media (LIM). Program ini telah dikampanyekan oleh beberapa gerakan nasional seperti Siberkreasi, MAFINDO dan AIS Nusantara (gerakan inisiatif multipihak yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan LIM bagi pengguna internet Indonesia untuk memerangi hoaks).

Strategi komunikasi diperlukan dalam mengedukasi publik tentang pentingnya memahami LIM. Masih tidak banyak akademisi yang menganalisis strategi komunikasi yang digunakan oleh institusi, sekolah, atau komunitas di Asia khususnya Indonesia yang memiliki jumlah pengguna internet yang tinggi untuk mengajarkan LIM sebagai upaya memberantas hoaks. Oleh karena itu, kami mencoba mengisi keterbatasan penelitian tersebut dengan menganalisis strategi komunikasi yang digunakan oleh komunitas Indonesia dengan menggunakan wawancara mendalam dan analisis konten.

Data studi kami dikumpulkan dari wawancara mendalam kepada salah satu pendiri dari Siberkreasi, MAFINDO dan AIS Nusantara, dan dari akun Instagram Siberkreasi. Akun Instagram Siberkreasi dipilih karena organisasinya lebih aktif di platform Instagram daripada di platform media sosial lainnya. Kami menyeleksi gambar dan video yang di-posting oleh akun Siberkreasi dari tanggal 20 September 2017 hingga 30 Juni 2018. Jangka waktu ini diutamakan karena akun sangat aktif selama periode ini dan pada Juni 2018 ada pemilihan kepala daerah. Oleh karena itu, mungkin ada beberapa berita bohong sebelum dan sesudah agenda politik ini yang memicu Siberkreasi untuk lebih banyak mengunggah konten di Instagram-nya agar masyarakat waspada terhadap hoaks. Analisis konten digunakan dalam studi ini untuk menguji konten akun Instagram Siberkreasi.

Temuan kami menunjukkan bahwa komunikasi luring lebih banyak digunakan daripada komunikasi daring. Mereka cenderung berkampanye melalui aktivitas offline untuk membangun keterlibatan langsung dalam masyarakat. Meskipun komunikasi online dapat membantu menjangkau khalayak yang lebih luas, mereka percaya bahwa keterlibatan langsung lebih memberikan pemahaman yang komprehensif tentang keterampilan LIM kepada masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil analisis konten konten Instagram mereka yang lebih banyak menampilkan aktivitas daring daripada konten edukasi.

Representasi konten Siberkreasi di Instagram menunjukkan bahwa sebagian besar gambar / video menampilkan kegiatan atau event offline yang dilakukan Siberkreasi dalam mengedukasi LIM kepada masyarakat. Postingan edukasi yang terkait dengan LIM sebagian besar berupa informasi tentang bagaimana cara menggunakan media sosial secara bijak, jenis postingan apa saja yang dianggap sebagai ujaran kebencian, dan cara melakukan crosscheck informasi sebelum menyebarkannya. Namun, tingkat keterlibatannya tidak tinggi. Hal ini terlihat dari jumlah like dan komentar yang tidak melebihi 300 untuk like dan 40 untuk komentar. Begitu pula video yang diposting mencapai kurang dari 600 penonton, sedangkan pengikutnya mencapai lebih dari delapan ribu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa harus ada perbaikan pada konten dan tampilan Instagram mereka untuk meningkatkan engagement para follower khususnya dan audience lainnya pada umumnya. Kajian ini menyarankan agar mengedukasi LIM melalui komunikasi daring harus diutamakan, mengingat 140 juta penduduk Indonesia merupakan pengguna aktif media sosial, yang didominasi oleh kaum muda berusia 18-24 tahun yang rawan diserang berita bohong.

Studi ini dapat berkontribusi pada diskusi penggunaan LIM untuk mengurangi penyebaran berita palsu di media sosial, terutama dalam konteks Asia. Namun, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Studi ini hanya berfokus pada pendekatan organisasi untuk memerangi penyebaran berita hoaks. Oleh karena itu, penelitian yang akan datang dapat mengukur seberapa efektif pemanfaatan strategi komunikasi luring dan daring untuk mengajarkan kompetensi LIM dalam memerangi pemberitaan hoaks.

Penulis: Muchamad Sholakhuddin Al Fajri

Informasi detail dari artikel ini dapat dibaca lebih lengkap pada tautan publikasi ilmiah berikut: https://doi.org/10.15388/Im.2020.90.48

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp