Menakar Tata Kelola Migas Indonesia di Masa Depan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
ILUSTRASI pengelolaan migas di Indonesia, (Foto: kompas.com)
ILUSTRASI pengelolaan migas di Indonesia, (Foto: kompas.com)

UNAIR NEWS – Pakar Energi Universitas Airlangga Indria Wahyuni S.H., LL.M menyebut diperlukan langkah-langkah strategis yang cepat terkait pemanfaatan dan pengelolaan Sumber daya Alam migas di Indonesia. Mengingat, Indonesia terkenal punya banyak sekali sumber daya alam. Namun, kenapa susahnya mengolah sumber daya alam yang begitu banyak itu?

“Menata masa depan tata kelola hulu migas harus berbasis konstitusi,” ujarnya.

Menurut Indria, Asia Pacific Energy Research Centre (APERC) pada tahun 2007 membahas kebijakan mengenai perkembangan hukum energi. Namun, di dalamnya tidak diberikan substansi detail mengenai parameter. Sehingga hal itu berakibat pada munculnya permasalahan yang terkait dengan SKK Migas.

“Dari UU 30 Tahun 2007 tentang energi, kemudian peraturan presiden 1 Tahun 2014 tentang pedoman penyusunan RUEN dan peraturan pemerintah 79 Tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional. Sampai peraturan presiden 22 Tahun 2017 tentang RUEN. itu membutuhkan waktu yang cukup lama, dan manajemen energi bukan perkara yang mudah, ada berbagai macam tantangan di dalamnya,” sebutnya.

termasuk, imbuh Indria, pada UU 6 Tahun 1994 tentang mengesahkan United Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Yaitu Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan mengenai Energi fosil atau Non fosil?

“Tentu tidak dapat menegaskan peran penting minyak bumi. Tidak hanya domestik, tapi juga di global. Dari datanya, minyak bumi masih menjadi sumber energi nomor 1 di global (seluruh dunia). Minyak bumi sebagai alternatif, tapi semua energi juga bisa dipakai guna mendukung untuk ketahanan energi,” ujarnya.

Dalam materi Ibu Indria memaparkan Transformasi BP Migas ke SKK Migas yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2012. Kini hanya mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres). Nomor 36/PUU-X-2012 dengan isu “Monopoli oleh BUMN dan Penghapusan BP MIGAS.

“Saya sangat menyetujui adanya perlakuan khusus oleh pemerintah kepada BUMN. Tidak hanya dilakukan oleh indonesia. Bahkan Netherlands East Indies (NEI) dilakukan Monopoli, pemerintah kolonial melakukan pembatasan bagi perusahaan asing yang ingin beroperasi di daerah NEI. Jadi, MK tidak mempermasalahkan dengan memberi wewenang luas kepada BUMN.” ujarnya. (*)

Penulis: Moch Rachman Halim

Editor: Feri Fenoria

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp