Sebuah Pembaruan pada Hubungan Komite Manajemen Risiko, Komisaris Independen, dan Biaya Audit

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Jurnalpost

Hubungan antara komite manajemen risiko dan biaya audit dijelaskan melalui perspektif sisi penawaran dengan alasan bahwa penilaian auditor atas risiko inheren dan pengendalian dapat dikaitkan dengan biaya audit berdasarkan biaya produksi auditor (Badertscher et al., 2014). Sebaliknya, keberadaan komite manajemen risiko yang berdiri sendiri memiliki hubungan positif dengan biaya audit (Larasati et al., 2019). Pembentukan komite manajemen risiko di Indonesia belum diatur secara wajib. Pembentukan komite manajemen risiko dilakukan oleh dewan komisaris dengan tujuan untuk mendukung tugas perusahaan dalam memantau manajemen risiko (Peraturan Bank Indonesia 8/4/PBI/2006).

Keberadaan pihak independen dalam suatu perusahaan juga akan berkaitan dengan besarnya biaya audit (Stewart et al., 2016). Keberadaan anggota dewan independen dapat mengakibatkan pengurangan biaya audit karena keberadaan dewan independen harus meningkatkan lingkungan pengendalian (Knechel & Willekens, 2006). Berdasarkan penelitian terdahulu, tata kelola risiko yang kuat dipicu oleh keberadaan komite manajemen risiko dan lebih banyak komisaris independen. Tata kelola risiko yang lebih kuat akan menghasilkan risiko pengendalian yang lebih rendah. Di sisi lain, komite audit independen berhubungan positif dengan biaya audit (Abbot et al., 2003). Pasalnya, tuntutan peningkatan cakupan audit akan menyebabkan biaya audit yang lebih tinggi. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa independensi komite tidak terkait dengan biaya audit. Namun, belum ada literatur tentang bagaimana komisaris independen mempengaruhi hubungan antara komite manajemen risiko dan biaya audit. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 57/POJK.04/2017, keberadaan komisaris independen merupakan instruksi wajib bagi perusahaan terbuka di Indonesia. Selanjutnya Dewan Komisaris harus terdiri lebih dari 2 (dua) orang, dan persentase jumlah Komisaris Independen dibutuhkan sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota Dewan Komisaris. Komisaris Independen wajib menjalankan fungsi audit Dewan Komisaris. 

Nadia Klarita Rahayu, Iman Harymawan, Wulandari Fitri Ekasari dan John Nowland melalui penelitiannya ingin mengumpulkan bukti tentang bagaimana komisaris independen mengatur hubungan antara komite manajemen risiko dan biaya audit. Sampel penelititian yang digunakan adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2015–2018. Penelitian ini menerapkan kriteria pemilihan sampel untuk mencapai sampel akhir yang mencakup 720 observasi tahun perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan komite manajemen risiko yang berdiri sendiri terkait dengan biaya audit yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pengendalian internal perusahaan, yang dalam hal ini adalah komite manajemen risiko yang memaksa permintaan audit eksternal (Hay et al., 2006). Hubungan positif antara komite manajemen risiko dan biaya audit di sini menegaskan teori harga audit dari sisi permintaan. Pengendalian internal perusahaan menjadi lebih efektif dengan hadirnya komite manajemen risiko. Efektivitas fungsi komite manajemen risiko lebih jauh tercermin dalam pelaksanaan tanggung jawab pemantauan pengelolaan risiko (Buckby et al., 2015). Efektivitas ini juga tercermin dalam dorongan komite manajemen risiko untuk membantu organisasi mencapai tujuan mereka dan mengamankan reputasi organisasi, dan memberikan pelaporan keuangan yang lebih berkualitas (Abdullah & Said, 2019). Atas permintaan ini, auditor akan meningkatkan pekerjaannya, yang tercermin dari biaya audit yang lebih tinggi.

Temuan kedua penelitian ini menunjukkan bahwa DIBOC memperlemah hubungan antara komite manajemen risiko dan biaya audit. Komite manajemen risiko mungkin menuntut jaminan eksternal berkualitas tinggi, tetapi dapat diabaikan karena komite manajemen risiko tidak memiliki kewenangan untuk memilih auditor eksternal sementara komisaris independen memilikinya. Penelitian ini berpendapat bahwa pengaruh komisaris independen lebih besar dari RMC karena posisi komisaris independen lebih tinggi dari posisi komite manajemen risiko.  Temuan ini memberikan bukti, terutama bagi pembuat kebijakan, bahwa penerapan komite manajemen risiko dapat menyebabkan kenaikan biaya audit pada perusahaan publik. Di sisi lain, hubungan ini diperlemah oleh keberadaan komisaris independen. Hasil ini juga dapat dijadikan informasi tambahan bagi praktisi bahwa komite manajemen risiko akan meminta kualitas audit yang tinggi, yang juga dibarengi dengan kenaikan biaya audit. Namun, dengan adanya komisaris independen di perusahaan, tuntutan kualitas audit yang tinggi oleh komite manajemen risiko akan diabaikan oleh kuasa komisaris independen.

Penulis : Iman Harymawan, S.E., MBA., Ph.D 

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: 

https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/23322039.2021.1892926

Rahayu, N. K., Harymawan, I., Ekasari, W. F., & Nowland, J. (2021). Risk management committee, independent commissioner, and audit fee: An update. Cogent Economics & Finance9(1), 1892926.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp