Pakar UNAIR: Royalti Harus Dibayar untuk Seluruh Ciptaan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Acara Entrepreneurial Talk BEM FH UNAIR. (Foto: dokumentasi pribadi)

UNAIR NEWS – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga (BEM FH UNAIR) gelar diskusi bertajuk “ETR (Entrepreneurial) Talk: Perlindungan Hukum Terhadap Hasil Karya Film dan Lagu” pada Senin (26/04/2021). Acara tersebut sekaligus sebagai momentum peringatan Hari Kekayaan Intelektual.

Dilangsungkan melalui media virtual berupa zoom, acara digelar sebagai hasil kolaborasi dari Kementerian Ekonomi Kreatif BEM FH UNAIR bersama dengan Kementerian Sosial dan Politik BEM FH UNAIR. Hadir sebagai salah satu pembicara, yakni Prof. Dr. Rahmi Jened, S. H., M. H., selaku Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH UNAIR).

Menurut Prof. Rahmi, peraturan mengenai hak cipta telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021. Namun demikian, menurutnya bahwa peraturan tersebut masih banyak terdapat hal-hal yang perlu diberi catatan.

“Royalti harus dibayar untuk seluruh ciptaan, lah kok ini hanya musik itu kan kebablasen,” tuturnya menyampaikan pandangannya terhadap peraturan tersebut yang dianggapnya kelewat batas. Menurutnya bahwa dengan peraturan seperti itu maka tercipta kesan “menganaktirikan” hak cipta yang lainnya karena hanya terfokus pada bidang musik.

Prof. Rahmi juga menambahkan sebuah PP harus mengatur norma perilaku dan juga terkait dengan pembatasan hak warga negara. Namun dalam peraturan tersebut justru hanya mengatur mengenai hak pencipta musik atau lagu. Dengan demikian, maka Prof. Rahmi menganggap bahwa PP Nomor 56 Tahun 2021 bersifat diskriminatif.

Selain itu, Prof. Rahmi juga menanggapi terkait royalti yang diatur dalam peraturan tersebut. Menurut Prof. Rahmi, bahwa sebuah peraturan yang dikeluarkan pemerintah seharusnya memuat norma-norma mengenai larangan dan perintah. “Kalau royalti presentase itu harusnya diatur dalam peraturan menteri, peraturan menteri Menparekraf (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) ya lebih baik,” imbuhnya.

Di akhir pendapatnya, Prof. Rahmi juga mengungkapkan bahwa kewenangan yang diberikan terhadap Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang ada di pusat sangat besar. Hal itu merupakan akibat dari kewenangan yang diberikan secara langsung dari undang-undang. Menurutnya dengan begitu, akan cenderung membuka kesempatan untuk penyelewengan wewenang (tend to corrupt).

Selain penyampaian materi mengenai peraturan hak cipta dari perspektif hukum, dalam kesempatan tersebut hadir pula Pascal Meliala, S. H., M. Kn selaku direktur konten dari XD Entertainment, Farhan Sarasin yang merupakan komposer untuk media dan sekaligus mahasiswa Berklee College of Music di Boston. Keduanya merupakan pegiat karya film dan lagu.

UNAIR sebagai universitas terbaik di Indonesia selalu mendorong mahasiswa untuk berkegiatan, berprestasi dan berwawasan global.

Penulis: Fauzia Gadis Widyanti

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp