Peringatan KAA Ke-66, BEM UNAIR Bahas Proyeksi Perdamaian Dunia Pasca Covid-19

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Penyampaian materi oleh Zaky Al Fahmi via Zoom pada Minggu (18/04/2021)

UNAIR NEWS – Konferensi Asia-Afrika (KAA) memasuki usia 66 tahun sejak didirikan pada tahun 1955. Peringatan KAA ke-66 ini memiliki makna simbolik yang kuat dalam bidang politik dan sejarah dengan dinamika global yang semakin kompleks, khususnya pada masa pandemi Covid-19.

Konflik diskriminasi orang Asia yang merujuk konflik kekerasan, kesenjangan pembangunan, krisis kesehatan, dan kasus kemiskinan, menambah daftar dinamika global dalam pembahasan KAA.

Merespons peringatan KAA itu, Kementerian Hubungan Luar BEM UNAIR mengadakan webinar yang diikuti mahasiswa UNAIR dari berbagai fakultas pada Minggu (18/4/2021). Tak hanya itu, webinar juga diikuti oleh mahasiswa dari luar UNAIR.

Menteri Hubungan Luar BEM UNAIR 2021 Ramadhan Pambayung menyampaikan bahwa KAA 1995 menjadi suatu jiwa bagi negara-negara di Asia dan Afrika. Menurutnya, KAA menjadi bentuk kebangkitan melepaskan diri dari kolonialisme dan kerja sama antar negara berkembang. KAA tercetus sebagai bentuk usaha untuk mencapai dan meningkatkan perdamaian dunia, terutama di Asia-Afrika.

“Adanya permusuhan antar bangsa-bangsa di Asia-Afrika menimbulkan sebuah peluang untuk menginisiasi perdamaian dunia. Usaha mencapai perdamaian diawali dengan Konferensi Kolombo yang kemudian Ali Sastroamidjojo mengusulkan untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika untuk mempererat atau meningkatkan usaha perdamaian dunia,” ujar Ramadhan Pambayung.

Selanjutnya, salah satu pemateri yang merupakan Vice Coordinator Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia Kawasan Timur Tengah dan Afrika Zaky Al Fahmi menyatakan bahwa KAA membicarakan hal-hal menyangkut kepentingan bersama negara di Asia dan Afrika, terutama kerja sama ekonomi dan kebudayaan serta masalah kolonialisme dan perdamaian. KAA juga mendukung usaha untuk merendahkan rasialisme dan diskriminasi warna yang ada di beberapa negara.

Penyampaian materi oleh Ramadhan Pambayung via Zoom pada Minggu (18/04/2021)

“Konferensi ini berdasar pada hak asasi manusia yang tercantum dalam piagam PBB. Oleh karena itu sangat disesalkan masih ada rasialisme dan deskiriminasi warna kulit di berbagai negara,” terang Zaky.

Zaky juga membicarakan KAA yang memiliki dua tujuan. Pertama, memajukan kerja sama antar Asia-Afrika dan memajukan perhubungan atau persahabatan sebagai tetangga baik. Kedua, mempertimbangkan kegiatan-kegiatan serta hubungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan negara yang diwakili.

Zaky menyatakan bahwa persamaan nasib dan semangat solidaritas yang melahirkan KAA 66 tahun lalu kembali menemukan relevansinya di saat dunia sama-sama membangun solidaritas untuk berjuang menghadapi Covid-19. Untuk menghindari krisis global di era Covid-19 dapat melibatkan revitalisasi organisasi internasional. Organisasi tersebut dan dilaksanakan di era pasca perang dunia II untuk penegakan perdamaian dan stabilitas ekonomi.

“Pembangunan perdamaian internasional perlu dimasukkan ke dalam respon kesehatan teknis serta sosial ekonomi yang lebih luas pada saat dan setelah Covid-19. Ini adalah salah satu kunci untuk mencapai efektivitas proyeksi perdamaian dunia,” imbuhnya.

Menurut Zaky, ada tiga implikasi yang lebih spesifik dari krisis sebagai kemanusiaan internasional, pembangunan, dan aksi pembangunan perdamaian. Pertama, meningkatkan pemantauan dan tindakan menuju ketahanan kolektif. Kedua, mengembangkan pendekatan sistematis yang ditingkatkan melalui perdamaian yang responsif. Dan ketiga, menegaskan fokus baru pada kepemimpinan lokal jangka panjang yang dapat melengkapi sistem hubungan, kapasitas, dan sosial adat. (*)

Penulis: Wiji Astutik

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp