Gangguan Pernafasan Hingga Dehidrasi dan Kelemahan Menjadi Penyebab Kematian Paus di Madura

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Potret penanganan paus terdampar oleh tim FKH UNAIR. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Tim Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UNAIR bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akhirnya berhasil mengungkap penyebab terdampar dan kematian 52 ekor Paus Pilot Sirip Pendek (Globicephala macrorhynchus) di Pantai Modung, Kabupaten Bangkalan, Madura.

Penjelasan hasil investigasi disampaikan di media center KKP di Jakarta (12/04/2021). Wakil Dekan FKH UNAIR Dr. Mustofa Helmi Effendi, drh., DTAPH. menyampaikan tim UNAIR bertugas menyampaikan hasil investigasi berdasarkan bukti-bukti ilmiah (scientific) melalui Forensik Patologi untuk bisa menjawab apa yang terjadi pada kejadian mamalia terdampar ini. 

“Kami akan berikan hasil investigasi kami ke KKP. Dengan terkuaknya persoalan ini, kami berharap akan memberikan masukan bagi KKP dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan mamalia laut ke depan,” ujar dokter Helmi.

Paus merupakan biota laut yang dilindungi oleh negara melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Melalui pendekatan keilmuan, sambungnya, nantinya tidak akan menjadi bahan hoaks, karena dilakukan atas dasar fakta dan data-data sesuai hasil kajian.

Sementara itu, salah satu Tim Forensik Patologi FKH UNAIR, Bilqisthi Ari Putra, drh., M.Si. menjelaskan bahwa koloni paus pilot sirip pendek yang terdampar sedang melakukan migrasi dan berburu makanan.

“Koloni paus pilot sirip pendek dipimpin oleh betina produktif dengan kondisi lapar, lemah dan mengalami gangguan pernafasan atau dalam istilah medis disebut emfisema. Sedangkan pejantan kelaparan dan mengalami gangguan pernafasan (pneumonia granulomatosa) dan gangguan jantung (infark miokardial),” terang Bilqisthi.

Dokter Bilqis menambahkan bahwa penyebab paus pilot sirip pendek terdampar adalah disorientasi akibat kelainan otot reflektor melon pada betina utama diperburuk dengan kelaparan serta kondisi pernafasan dan pencernaan yang kurang baik. Disorientasi timbul ketika terjadi dinamika oseanografi seperti MJO (Madden-Julian Oscillation).

“Penyebab kematian pada betina utama maupun pejantan adalah terjadinya gagal nafas sedangkan pada anggota koloni yang lain, kematian disebabkan karena dehidrasi dan kelemahan,” papar Bilqisthi

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Tb. Haeru Rahayu menjelaskan bahwa kejadian terdamparnya 52 ekor paus pilot sirip pendek ini pada 18 Februari 2021 lalu merupakan kejadian yang jarang terjadi sehingga perlu diketahui penyebab mamalia tersebut bisa terdampar di pesisir pantai. Pengetahuan ini dapat mengantisipasi kejadian serupa dan mencegah kematian mamalia laut ketika terdampar.

“Hasil identifikasi, paus pilot yang mati sebanyak 51 ekor dan satu ekor berhasil dilepasliarkan kembali di tengah laut pada 19 Februari 2021. Paus pilot yang terdampar memiliki panjang 2 hingga 3,5 meter dan yang terbesar memiliki panjang 5 meter, dengan berat rata-rata 300 kg sampai 3 ton,” papar Tebe.

Lebih lanjut, Tebe menyampaikan bahwa bangkai paus telah dikubur di enam lokasi area pantai di Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan dengan menggunakan 2 ekskavator. Tim FKH UNAIR melakukan tindakan nekropsi dengan mengukur ketebalan lemak dan mengambil tiga sampel untuk proses histopatologi dan pemeriksaan mikrobiologi dengan rincian dua sampel dari paus jantan dan satu sampel dari paus betina.

“Guna penanganan lebih lanjut untuk kejadian lain yang sejenis, KKP sudah memiliki rujukan pengelolaan mamalia laut dengan menetapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Mamalia Laut Periode 2018-2022 melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 79 Tahun 2018. Di dalamnya terdapat standar operasional prosedur mengenai edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang penanganan terhadap kejadian mamalia laut terdampar,” pungkasnya.

Penulis : Muhammad Suryadiningrat

Editor : Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp