Barier Pemanfaatan Antenatal Care di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Dok. Pribadi

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator tingkat kesehatan wanita yang menggambarkan tingkat akses, integritas dan efektivitas sektor kesehatan. Oleh karena itu, AKI sering dipergunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan dari suatu negara. Sejak 1988, Kementerian Kesehatan RI memfokuskan kebijakannya untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu, sebagai reaksi AKI yang masih tinggi di Indonesia. Dimulai dari program “Safe Motherhood”  pada tahun 1988, Gerakan Sayang Ibu (GSI) tahun 1996, Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer tahun 2001-2010, Jaminan Persalinan tahun 2011, sampai Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (RAN PPAKI) 2013-2015.

Data AKI di Indonesia berfluktuasi sesuai sumber data yang digunakan. Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2004/2007 sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, kemudian meningkat tajam pada tahun 2008-2012 sebesar 359/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan berdasarkan data SUPA tahun 2015, AKI di Indonesia menurun 305 per 100.000 per kelahiran hidup.

Salah satu kebijakan untuk menurunkan AKI di Indonesia adalah dengan upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terutama pelayanan pemeriksaan ibu hamil oleh tenaga profesional yang sesuai standar pelayanan Antenatal Care (ANC) terpadu. Pelayanan standart minimal ANC termasuk: 1) Timbang berat badan; 2) Ukur lingkar lengan atas; 3) Ukur tekanan darah; 4) Ukur tinggi fundus; 5) Hitung denyut jantung janin; 6) Tentukan presentasi janin; 7) Beri imunisasi TT; 8) Beri tablet tambah darah (tablet Fe); 9) Periksa laboratorium rutin dan khusus (pemeriksaan golongan darah, pemeriksaan kadar hemoglobin darah, pemeriksaan protein dalam urine, pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan darah malaria, pemeriksaan tes sifilis, pemeriksaan HIV, dan pemeriksaan BTA); 10) Tatalaksana atau penanganan kasus.

Artikel ini ditulis untuk menjelaskan analisis barier dari pemanfaatan ANC selama kehamilan pada wanita berumur 15-49 tahun yang melakukan persalinan lima tahun terakhir di Indonesia. Hasil dari studi ini dinilai bermanfaat bagi Kementerian Kesehatan untuk menentukan kebijakan akselerasi pemanfaatan ANC minimal 4 kali kunjungan selama kehamilan dalam rangka upaya penurunan kematian ibu di Indonesia.

Hasil analisis menemukan bahwa perempuan dengan pendidikan lulusan SLTP kemungkinan 1,593 kali melakukan kunjungan ANC ≥4 dibanding yang tidak sekolah. Perempuan paling kaya kemungkinan 3,127 kali melakukan kunjungan ANC ≥4 dibanding perempuan paling miskin. Sementara perempuan yang tercover asuransi kesehatan 1,408 kali dibanding perempuan yang tidak tercover. Perempuan yang bisa membaca kemungkinan 1,385 kali melakukan kunjungan ANC ≥4 dibanding perempuan yang tidak dapat membaca, sedang perempuan yang terpapar media 1,366 kali dibanding perempuan yang tidak terpapar.

Lebih lanjut, perempuan yang menggunakan internet setahun terakhir kemungkinan 1,413 kali melakukan kunjungan ANC ≥4 dibanding perempuan yang tidak pernah menggunakan. Perempuan yang tahu tentang tanda bahaya kehamilan kemungkinan 1,900 kali melakukan kunjungan ANC ≥4 dibanding mereka yang tidak tahu, sementara perempuan yang percaya pada dukun bayi memiliki kemungkinan 0,527 kali dibanding yang tidak percaya untuk melakukan kunjungan ANC ≥4.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, setidaknya ada 10 barier bagi perempuan di Indonesia untuk melakukan kunjungan ANC ≥4 selama kehamilan, yaitu umur muda, pendidikan rendah, paritas tinggi, miskin, tidak memiliki asuransi kesehatan, tidak bisa membaca, tidak terpapar media, tidak pernah menggunakan internet, tidak tahu tanda bahaya kehamilan, dan percaya pada dukun bayi.

Penulis: Ratna Dwi Wulandari

Artikel asli bisa didapatkan pada tautan:

http://ijop.net/index.php/mlu/article/view/2419

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp