Abses Skrotum Akibat Fistula Uretra pada Pasien Cedera Tulang Belakang

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh SehatQ

Fistula uretra merupakan penyakit yang jarang terjadi pada pria, dan dapat merupakaan penyakit kongenital atau bawaan. Abses skrotum adalah salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada fistula uretra yang memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah komplikasi yang lebih serius. Pada pasien dengan paraplegia yang dengan penggunaan kateterisasi jangka panjang, dapat menyebabkan komplikasi nekrosis tekanan di dinding uretra dan akhirnya menyebabkan pembentukan fistula uretroskrotum. Dengan adanya stasis urin dan infeksi saluran kemih yang berulang, maka pada akhirnya akan menyebabkan abses skrotum. 

Penyebab fistula uretra di antaranya adalah karena infeksi, penyakit inflamasi, neoplasma, kondisi bawaan, trauma, dan cedera iatrogenik. Etiologi abses skrotum sangat bervariasi, beberapa di antaranya yang telah dilaporkan termasuk epididymo-orchitis, torsio testis, penyebaran dari abses intra-abdominal dan akibat infeksi sistemik. Bila dijumpai adanya massa pada skrotum pada pasien dengan paraplegia, terutama ketika dijumpai infeksi saluran kemih, diagnosis epididymo-orchitis dan abses uretro-skrotum patut dicurigai. Retrograde urethrography dianggap sebagai teknik diagnostik standar untuk melihat morfologi uretra dan untuk mengkonfirmasi adanya fistula. 

Tujuan perawatan ditujukan untuk mencegah urosepsis dengan penatalaksanaan medis menggunakan antibiotik yang tepat dan terkadang membutuhkan penanganan yang agresif. Beberapa fistula dapat diobati dengan prosedur sederhana seperti kateterisasi uretra dan tindak lanjut selama jangka waktu tertentu, tetapi beberapa lainnya memerlukan prosedur pembedahan. Untuk memberikan kontribusi dalam bidang ini, sebuah laporan kasus dilakukan oleh Djatisoesanto dkk., (2021) dari Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, penelitian yang telah diterbitkan dalam jurnal Urology Annals (Wolters Kluwer – Medknow) ini bertujuan untuk memberikan satu sumbangsih di dunia kedokteran, khususnya bidang urologi, bahwa deteksi dini dan manajemen yang tepat dapat memberikan outcome akhir yang baik dari penyakit ini. 

Pada awalnya, seorang laki-laki lumpuh berusia 39 tahun dipindahkan dari rumah sakit lain untuk dilakukan perawatan dan rehabilitasi lebih lanjut di Surabaya. Dia menderita cedera tulang belakang torakolumbal setelah jatuh dari ketinggian, 8 bulan sebelumnya. Pasien menjalani operasi tulang belakang setelah kejadian tersebut. Selama perawatan rehabilitasi di rumah sakit di Surabaya, pasien menderita inkontinensia urin total, karenanya, pemasangan kateterisasi urin tetap dilanjutkan. Dia benar-benar lumpuh dengan gangguan sensorik di bawah pusar. Selama perawatan rehabilitasi, dia menyadari bahwa massa skrotumnya membesar walaupun tidak ada rasa nyeri yang dirasakan. Pada pemeriksaan fisik, terlihat adanya massa skrotum dan berwarna kemerahan. Massa yang teraba ditemukan di hemiskrotum kiri pada area penoscrotal.

Pemeriksaan uretrografi retrograde dilakukan dan menunjukkan saluran fistula 0,5 cm dengan jarak 7,5 cm dari lubang uretra eksternal. Pasien kemudian didiagnosis menderita paraplegia dengan komplikasi fistula uretra dan abses skrotum. Sistostomi suprapubik diikuti dengan insisi abses dan drainase segera dilakukan. Sekitar 150 ml nanah dikeluarkan dari rongga abses. Kultur menunjukkan hasil yang positif untuk Klebsiella pneumonia. Kemudian, obat antibiotik diberikan sesuai hasil kultur. Pasien tidak mengalami keluhan lain setelah operasi dan untuk menunjang kondisi neurologis pasien, kami melanjutkan program rehabilitasi. Setelah 7 hari, terjadi pengurangan massa skrotum dan tidak ada infeksi sistemik yang terdeteksi. Pasien dipulangkan dengan kateter suprapubik dan dirujuk kembali ke rumah sakit asal untuk perawatan dan observasi lebih lanjut.

Kateterisasi urin jangka panjang dapat menyebabkan banyak komplikasi yang terkadang cukup parah dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi jika tidak ditangani dengan benar. Kasus cedera tulang belakang dengan paraplegia merupakan faktor risiko dari terjadinya fistula uretra. Dokter yang terlibat dalam penanganan kateterisasi urin tidak boleh mengabaikan kemungkinan komplikasi serius seperti fistula uretra dengan abses skrotum. Pada akhirnya, penelitian ini mengungkapkan bahwa mengevakuasi abses dan nanah sesegera mungkin sekaligus menegakkan diagnosis serta pengobatan yang cepat untuk mencegah komplikasi lebih lanjut adalah hal yang penting dalam kasus seperti ini.

Penulis: Asra Al Fauzi, MD, MM, PhD, FICS, FACS, IFAANS

Link jurnal terkait tulisan di atas: https://www.urologyannals.com/article.asp?issn=0974-7796;year=2021;volume=13;issue=1;spage=83;epage=85;aulast=Djatisoesanto

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp