Teh hijau (Camellia sinensis) adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh sebagian orang karena memiliki banyak manfaat kesehatan. Teh hijau (Camellia sinensis) memiliki khasiat sebagai antioksidan, penurun berat badan, sebagai zat kemoterapi kanker yang mampu menghambat pertumbuhan sel tumor dan sebagai antiradang.
Selain manfaat tersebut, teh hijau juga memiliki zat aktif efek antisteroidogenik yang menghambat produksi hormonal reproduksi baik pria maupun wanita. Teh hijau mengandung lebih dari 36 persen polifenol. Polifenol memiliki tujuh macam katekin yang berbeda yaitu: epigallocatechin-gallate (EGCG), epigallocatechin (EGC), epicatechingallate (EKG), epicatechin (EC), gallocatechin (GC) catechin (C) dan catechin-gallate (CG).
Epigallocatechin gallate (EGCG) adalah katekin dari teh hijau dengan komposisi terbesar yaitu diketahui mengurangi kadar serum LH hingga 40-50 persen pada tikus. Hormon luteinizing (LH) memiliki peran penting dalam steroidogenesis. Luteinisasi hormon (LH) yang disekresikan oleh hipofisis anterior itu akan mengikat reseptor di sel teka. Pensinyalan LH meningkatkan transkripsi sejumlah gen yang menyandikan sintesis enzim yang diperlukan mengubah kolesterol menjadi androgen (androstenedione dan testosteron).
Testosteron dan androstenedion akan diubah menjadi estradiol-17β oleh enzim aromatase (CYP450, CYP19A1) dengan bantuan FSH dalam sel granulosa. Estradiol-17β atau estrogen adalah hormon penting dalam menentukan tanda birahi (estrus). Gangguan di mekanisme hormonal mempengaruhi aktivitas ovarium, menyebabkan terganggunya fase dan siklus estrus. Aktivitas ovarium terdiri dari dua fase, yaitu fase fase luteal dan folikuler. Fase luteal dari usap vagina terdiri dari metestrous dan fase diestrus sedangkan fase folikuler terdiri dari fase proestrous dan estrous. Empat fase estrus dapat ditentukan dengan mengamati bentuk dari sel (epitel) usap vagina. Usap vagina adalah metode yang mudah dan murah untuk menentukan fase siklus birahi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tersebut EGCG dalam menurunkan kadar LH serum dalam mempengaruhi siklus estrus dan ekspresi reseptor LH tikus (Rattus norvegicus). Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus betina (Rattus norvegicus) umur 2-3 bulan dibagi menjadi empat kelompok dengan perlakuan 4.05 mg, 8.1 mg, 12 mg, dan 15 mg EGCG/100 g secara oral (disonde melalui mulut) dalam tujuh hari dan diamati efek akut pada aktivitas ovarium dan ekspresi reseptor hormon luteinizing (LH). Histologi apusan vagina telah digunakan sebagai indeks aktivitas ovarium.
Harian apusan vagina diambil selama enam hari. Ekspresi reseptor LH diperiksa dengan imunohistokimia metode kompleks avidin-biotin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EGCG secara signifikan menurunkan ekspresi LH reseptor (p <0,05) dan memperpanjang fase folikuler (0,2-19,4%). Penurunan reseptor LH konsisten dengan peningkatan dosis EGCG. Dosis terkecil EGCG (4,05 mg) memberikan efek terendah dalam mengurangi ekspresi reseptor LH dan memperpanjang fase folikuler.
Penulis: Epy Muhammad Luqman
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan di