Sensor Optical flow untuk Mendeteksi Pergerakan Larva Aedes aegypti sebagai Pengendalian Tular Vektor Nyamuk Demam Berdarah Dengue di Surabaya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: Health Kompas

Kolaborasi riset dan yang memiliki hak paten alat sensor ini adalah Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) yang bekerja sama dan melakukan penelitian tentang deteksi pergerakan larva Aedes aegypti sebagai vektor Demam Berdarah Dengue dengan menggunakan sensor kamera Hand phone (HP) dengan metode optical flow di laboratorium Entomologi, Lembaga Penyakit Tropis, Universitas Airlangga.

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor yang menularkan virus Dengue dari satu orang ke orang lain. WHO menyatakan demam berdarah adalah penyakit paling kritis dan paling cepat ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti. Kesulitan dalam mengidentifikasi vektor nyamuk Aedes karena penampilan fisik semua nyamuk yang sama [2]. Beberapa penelitian tentang identifikasi nyamuk telah dilakukan, seperti dengan identifikasi molekuler melalui DNA, identifikasi morfologi dengan pengambilan sampel lokasi perkembangbiakan [3], identifikasi fisik dengan pengolahan citra [4, 5], atau dengan kesamaan spasial di beberapa wilayah [6, 7] ]. Namun, sulit menerapkan metode mereka karena mahal dan membutuhkan keahlian khusus. Sedangkan untuk menanggulangi penyakit demam berdarah, kita perlu memberdayakan masyarakat biasa yang tidak punya banyak uang dan tidak terlalu ahli di bidang teknologi [8-10]. Oleh karena itu, perlu dicari metode yang sederhana dalam pelaksanaannya, relatif murah tetapi cukup akurat untuk mengklasifikasikan larva [11, 12].

Larva merupakan salah satu tahapan dalam siklus hidup nyamuk dimana telur nyamuk muncul di dalam air. Pada tahap ini, larva menghabiskan sebagian besar waktunya untuk makan dan berkembang [1]. Larva dapat mendeteksi perubahan cepat dalam cahaya dan ketika bayangan dilemparkan ke air, mereka akan menyelam ke dasar air secara bertahan. Itu juga dapat mendeteksi getaran tiba-tiba di air dan juga akan menyelam.

Untuk mendapatkan makanan dan berkembang, perilaku biologis nyamuk berpindah dari satu titik ke titik lainnya dengan pola tertentu. Setiap spesies dalam keluarga nyamuk memiliki pola yang berbeda [17]. Oleh karena itu, ciri penting dalam pengklasifikasian larva adalah pola pergerakan larva (Gambar 1)

Gambar 1. Menunjukkan blok diagram dari metode ini. Dengan menggunakan perangkat seluler yang dipasang pada tripod, peneliti merekam pergerakan larva Aedes dan larva Culex kemudian memilih 15 frame untuk diproses.

Metode aliran optik dapat menggambarkan arti dari gerak [18]. Untuk menangkap gerakan tersebut, kita harus mengolah data video. Pola gerakan dapat ditangkap dari objek bergerak dalam video. Pola ini digunakan untuk mendeskripsikan jenis objek yang bergerak. Gambar 1 menunjukkan blok diagram metode pengolahan dataset Aedes aegypti dan Culex. Dataset tersebut diambil dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai akuisisi data. Selanjutnya data tersebut diolah untuk diolah lebih lanjut dengan menggunakan metode aliran optik. Pada aliran optik, perbedaan pola pergerakan larva Aedes dan Culex dianalisis. Pola pergerakan larva Aedes lebih konsisten dibandingkan dengan larva Culex yang pola pergerakannya tidak dapat diprediksi. Sehingga untuk mengetahui pola pergerakan larva Aedes atau larva Culex, peneliti menggunakan perhitungan jarak Euclidean pada metode aliran optik.

Menurut WHO, demam berdarah adalah penyakit paling kritis dan paling cepat ditularkan oleh nyamuk di dunia selama 50 tahun. Saat ini keberadaan dan deteksi larva Aedes aegypti (vektor nyamuk demam berdarah dengue) hanya diukur dengan persepsi manusia. Dalam data berskala besar, kita perlu mengotomatiskan proses deteksi dan klasifikasi larva sebanyak mungkin. Penelitian ini memperkenalkan metode baru untuk mengotomatiskan larva Aedes. Kami menggunakan larva Culex sebagai perbandingan. Metode ini terdiri dari akuisisi data video gerak yang direkam, pola pergerakan spasial, dan klasifikasi statistik citra. Apalikasi ini masih dalam pengujian skala laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pergerakan biologis Aedes aegypti dan Culex dalam kondisi lingkungan yang sama. Dalam 50 video yang terdiri dari 25 video larva Aedes dan 25 video larva Culex, akurasi 84%.

Ekstraksi fitur biologis dengan menggunakan mobile sensing dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa deteksi larva menggunakan persepsi berbasis penglihatan sangat efektif untuk menggantikan fitur kimia dan morfologi. Akurasi sistem adalah 84%. Juga, mudah ditangani dan ramah pengguna. Namun, ada beberapa kendala sebelum mobile sensing diluncurkan, seperti pengaruh kualitas air dan pola pergerakan kerumunan larva. Semua harus ditangani dengan persepsi berbasis visi.

Penulis: Etik Ainun Rohmah

Link artikel penelitian secara lengkap dan detail terdapat pada jurnal yang berjudul Mobile sensing in Aedes aegypti larva detection with biological feature extraction. Bulletin of Electrical Engineering and Informatics. Vol. 9, No. 4, August 2020, pp. 1454~1460 ISSN: 2302-9285, DOI: 10.11591/eei.v9i4.1993 dan link untuk co-author diabitari@pasca.student.pens.ac.id

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).