Prosedur Simpatektomi Lumbal Bedah sebagai Modalitas Terapi yang Menguntungkan Pada Kasus Sindrom Nyeri Regional Kompleks

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Sindrom Nyeri Regional Kompleks. (Sumber: Detik Health)

Sistem saraf simpatis adalah bagian dari sistem saraf perifer yang terletak di bagian torakolumbal. Sistem ini menyediakan persarafan neuron eferen simpatis preganglionik di ganglion yang terdiri dari tiga susunan, yaitu, ganglion paravertebralis, ganglion prevertebralis, dan ganglion previsceral atau ganglion terminal. Ganglion paravertebral adalah struktur berpasangan di kanan dan kiri sepanjang kolumna vertebralis, yang memanjang dari ganglion servikalis superior yang terletak di belakang percabangan arteri karotis interna, menjadi ganglion terletak di daerah sakrum.

Ganglion prevertebralis terletak di garis tengah tubuh, di depan aorta dan kolumna vertebralis. Sedangkan ganglion previsceral atau ganglion terminal adalah ganglion yang letaknya dekat dengan organ target, sering disebut sebagai neuron noradrenergik pendek karena aksonnya memiliki panjang yang terbatas. Organ target dari saraf simpatis termasuk otot polos dan otot jantung, struktur kelenjar, serta organ parenkim (hati, ginjal, kandung kemih, organ reproduksi, otot, dll.) dan kulit.

Tatalaksana nyeri pada beberapa kasus nyeri kronis seperti sindrom nyeri regional kompleks (CRPS) dan gangguan vasospastik lainnya masih belum adekuat saat ini. Simpatektomi bedah adalah prosedur pembedahan yang dilakukan dengan memotong dan membakar jaringan saraf simpatis yang berjalan sepanjang tulang belakang, yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa simpatik respon saraf menurut lokasinya. Metode ini pertama kali dilakukan pada tahun 1923 oleh Royle dan telah menjadi bagian dari bidang bedah vaskular sampai sekarang. Menurut letak anatomi, simpatektomi dapat dilakukan di area toraks atau area lumbal. Simpatektomi lumbal dilakukan dengan cara merusak secara permanen batang simpatis dan ganglion yang menempel di antara L1 dan L5, terutama antara L2 dan L4.

Penelitian terdahulu mengikutsertakan 29 pasien untuk dilakukan simpatektomi lumbal secara laparoskopi, dimana sebanyak 5 pasien sebelumnya telah menjalani simpatektomi kimiawi. Sebanyak 21 pasien menjalani simpatektomi satu sisi, dan sisanya dua sisi. Untuk simpatektomi lumbal retroperitoneoskopik satu sisi membutuhkan durasi tindakan rata-rata 136 menit (kisaran 60-280 menit).

Suatu studi uji coba terkontrol secara acak (RCT) menemukan bahwa setelah akhir terapi (4 minggu) penyembuhan ulkus total diperoleh pada 41% (23/57) pasien dengan Obliterans Thromboangitis / Buerger’s Disease yang diberi intervensi simpatektomi bedah, dan selanjutnya evaluasi pada 24 minggu setelah memulai terapi menemukan bahwa 52,3% (30/57) pasien mengalaminya penyembuhan ulkus total.

Simpatektomi lumbal juga memiliki efek mengurangi tonus vasomotor dan menghalangi jalur nyeri aferen sehingga mengurangi nyeri pada pasien. Akibatnya, kontrol nyeri pasca operasi hanya membutuhkan analgesik oral tanpa analgesik intravena atau kelompok opioid. Pereda nyeri yang signifikan dilaporkan pada semua pasien, baik dengan kelainan vaskular dan nyeri regional yang kompleks Sindroma (CRPS), meskipun perbaikan klinis pada pasien dengan sindrom nyeri regional kompleks tidak terlihat.

Studi lain melaporkan setelah akhir terapi (4 minggu), nyeri istirahat total tanpa terapi analgesik dilaporkan pada 43,1% (30/57) pasien dengan tromboangitis obliterans setelah dilakukan simpatektomi bedah. Angka morbiditas dan jumlah kasus yang membutuhkan amputasi juga menurun pasca terapi simpatektomi lumbal ini.

Simpatektomi lumbal adalah metode yang digunakan untuk beberapa indikasi penyakit. Indikasi utama untuk prosedur ini adalah peningkatan perfusi ekstremitas bawah di arteri perifer oklusif penyakit (PAPO) dan sebagai pereda nyeri dalam beberapa kasus dari sindrom nyeri regional kompleks (CRPS). Simpatektomi bisa dilakukan melalui pembedahan atau kimiawi dengan bantuan CT scan dengan menyuntikkan agen seperti alkohol atau fenol. Metode kimia ini telah dilakukan dilaporkan berhasil beberapa kali, tetapi hasil jangka panjang masih tidak konsisten. Selain itu, komplikasi akibat suntikan serta efek samping dari bahan kimia yang disuntikkan dapat menyebabkan kerusakan ureteral. Simpatektomi kimiawi dilakukan sebelum operasi dikaitkan dengan diseksi yang lebih sulit dengan lebih banyak perdarahan, Sehingga, simpatektomi bedah jauh lebih unggul dibandingkan simpatektomi kimiawi dengan hasil akhir yang memuaskan sebagai tatalaksana nyeri terutama sindrom nyeri regional kompleks (CRPS).

Penulis: Nanda Rachmad Putra Gofur

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://clinicsofsurgery.com/pdf/COS-v4-1380.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).