Faktor Penentu Pengembalian Nilai Tukar Rupiah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi nilai tukar rupiah. (Sumber: kompas.com)

Nilai tukar merupakan salah satu indikator ekonomi yang berperan penting dalam menentukan kondisi perekonomian suatu negara, termasuk Indonesia. Kestabilan nilai tukar merupakan refleksi kestabilan neraca perdagangan, penerimaan dan transfer tunai antar negara. Ketika terjadi depresesiasi nilai tukar, kegiatan impor akan semakin mahal dan merusak keseimbangan neraca pembayaran. Selain itu, nilai tukar yang stabil mencerminkan stabilitilas makroekonomi. Lebih jauh lagi, kestabilan nilai tukar menciptakan iklim investasi yang kondusif serta meningkatkan kepercayaan investor.

Indonesia merupakan negara ke-empat dengan populasi terbesar di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta jiwa serta menjadi negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan nilai PDB lebih dari USD 1000M pada tahun 2018 (Trading Economics, 2018). Selain itu, Indonesia termasuk dalam negara G20 dan menjadi 10 negara dengan paritas daya beli tertinggi (The World Bank, 2018). Namun demikan, volatilitas mata uang rupiah sangat tinggi dan rentan terhadap faktor internal serta external.

Selama periode 1983-2018, nilai rupiah terdepresiasi terhadap Dollar Amerika Serikat sebesar 1.436,8%. Berdasarkan pentingnya pemahaman terhadap faktor yang mempengaruhi nilai tukar dan pengalaman terdepresiasinya nilai tukar rupiah, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah.

Data dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan data runtut harian waktudari 4 April 1983 hingga 14 September 2018 yang terdiri atas 92.500 sampel observasi selama 35 tahun. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang ditransformasikan dalam bentuk log tingkat pengembalian nilai tukar. Penelitian ini menggunakan sembilan variabel independen yang terdiri dari harga saham, harga saham, harga emas, harga minyak, harga komoditas, inflasi, neraca pembayaran, nilai ekspor, US Treasury bill 1-year rate, dan US federal fund rate. Data dalam penelitian ini diperoleh dari website resmi laporan Bursa Efek Indonsia dan Bank Indonesia.

Penelitian ini dilakukan dengan metode Westerlund Narayan Flexible Generalised Least Squares (WN-FGLS) estimator yang merupakan pengembangan dari Westerlund and Narayan (2015). Pemilihan metode WN-FGLS berdasarkan kemampuan model dalam mengakomodasi keberadaan persistensi, endogenitas dan heteroskedastisitas pada data penelitian. Penelitian ini juga melakukan dua pengujian out-of-sample forecasting yaitu relative Theil U (RTU) dan out-of-sample R-Squared (OOSR2) yang bertujuan untuk membandingkan performa konsistensi model yang digunakan dalam penelitian ini dalam memprediksi faktor penentu tingkat pengembalian nilai tukar rupiah.

Hasil Penelitian

Penelitian ini mengungkapkan bahwa sembilan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini terbukti tidak signifikan berpengaruh terhadap nilai pengembalian nilai tukar rupiah. Lebih jauh lagi, penelitian ini membagi data out-of-sample menjadi tiga pembagian data yaitu 25% (11/04/2009 – 09/14/2018), 50% (12/25/2000 – 09/14/2018) dan 75% (02/12/1992 – 09/14/2018). Hasil pengujian menunjukkan bahwa sembilan prediktor gagal memprediksi nilai tukar rupiah secara signifikan. Pengujian konsistensi model penelitian dilakukan dengan menggunakan OOSR2 dan RTU, secara keseluruhan diperoleh bahwa hasil penelitian in-sample dan out-of-sample menunjukkan hasil yang konsisten.

Penelitian ini melakukan pengujian Robustness check untuk menghindari periode krisis dengan membagi tiga sub sampel penelitian yaitu periode sebelum krisis (04 April 1983 – 14 Agustus 1997), krisis (15 Agustus 1997 – 31 Desember 1998), dan setelah krisis (01 Januari 1999 – 14 Januari 2018). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga saham dan inflasi terbukti secara signifikan berperan sebagai prediktor nilai tukar rupiah selama periode krisis dan setelah krisis. Sedangkan variabel harga komoditas dan US T-bill rate secara signifikan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah selama periode sebelum krisis.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kesembilan variabel yang digunakan terbukti tidak signifikan dalam memprediksi tingkat pengembalian nilai tukar rupiah. Namun, setelah mengklafisikasi data dengan mempertimbangkan Asian Financial Crisis (AFC), diperoleh hasil bahwa faktor eksternal seperti US T-bill rate berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar. Sedangkan faktor internal terdiri dari harga komoditas dan inflasi. Penelitian ini mengindikasikan bahwa inflasi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kestabilan nilai tukar. Oleh karena itu, Bank Indonesia dapat merumuskan kebijakan yang mendukung kestabilan moneter.

Implikasi Penelitian dan Kontribusi terhadap Ilmu Pengetahuan

Implikasi dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat menjadi panduan bagi regulator dalam menerapkan kebijakan moneter dengan menjaga kestabilan harga komoditas dan inflasi. Selain itu, secara teoritis penelitian ini memberikan kontribusi terhadap penelitian sebelumnya bahwa faktor eksternal seperti US T-bill rate berpengaruh terhadap nilai tukar domestik. Lebih jauh lagi, krisis berpengaruh signifikan terhadap perbedaan hasil penelitian. Oleh karena itu, saran bagi penelitian selanjutnya yaitu dapat melakukan penelitian yang secara khusus mengidentifikasi faktor penentu pengembalian nilai tukar selama periode pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) terhadap kestabilan finansial ekonomi Indonesia.

Penulis: Bayu Arie Fianto

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: Fianto, B. A. et al. (2020) ‘Predictor of Exchange Rate Returns” Evidene from Indonesia’, Bulletin of Monetary Economics and Banking, 23(2), pp. 239–252.

https://www.bmeb-bi.org/index.php/BEMP/issue/view/158

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).