Epidemiolog UNAIR Bahas Bahaya COVID-19 pada Kelompok Anak-anak

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Tim Pelaksana

UNAIR NEWS – Indonesia telah berada pada mode pandemi selama lebih dari setengah tahun, lockdown atau PSBB mulai dilonggarkan diberbagai kota, sehingga menimbulkan asumsi yang tidak benar  bahwa pandemi telah berakhir.  Padahal tidak, kita masih harus tetap waspada terhadap wabah ini, terutama karena pandemi yang berlangsung lama dan gelombang pandemi susulan yang masih menjadi ancaman bagi masyarakat. Mulai dari evolusi genom SARS-CoV-2 di Indonesia dan berbagai macam gejala yang muncul juga tingkat keganasan yang berbeda di berbagai kelompok usia utamanya anak-anak.

Untuk itu, pakar epidemiologi UNAIR Dr. Muhammad Atoillah Isfandari, dr., M.Kes., pada kegiatan webinar yang diselenggarakan oleh Airlangga Disease Prevention and Research Center-One Health Collaborating Center (ADPRC-OHCC) UNAIR pada Sabtu (24/10/2020) menyampaikan topik dengan judul “Dampak Mutasi S-CoV-2 Terhadap Epidemiologi pada Anak”.

Dokter Atoillah menyebut distribusi pada usia anak menunjukkan angka yang paling sedikit. Diberbagai negara secara global seperti China, Italia, USA dan Inggris angka kasusnya tidak lebih dari lima persen.

“Selama ini ada kesalahpahaman yang berkembang di masyarakat, bahwa yang paling banyak terinfeksi COVID-19 adalah usia tua, padahal sebenarnya, kalau kita lihat di Indonesia saja, kelompok usia remaja 19-35 tahun yang banyak terinfeksi,” ujar dokter Atoillah.

Selain itu, sambungnya, pola penularan human to human merupakan faktor yang paling tinggi. Kebijakan work from home dan school from home merupakan salah satu faktor yang mungkin berpengaruh terhadap rendahnya angka terinfeksi pada kelompok usia anak-anak.

“Manifestasi virus SARS-CoV-2 pada anak-anak cenderung lebih ringan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti ekspresi ACE2 (reseptor) lebih sedikit, tingkat perbedaan respon imun anak dan dewasa, trained immunity, cross immunity dengan corona virus lain serta tingkat komorbiditas lebih rendah,” papar Wakil Dekan 2 FKM.

Berbicara mengenai mutasi D614G, angka kasus pada kelopmpok anak-anak masih cukup rendah. Namun yang menjadi perhatian dunia saat ini, tandasnya, mutasi D614G tidak berdampak besar pada kemanjuran vaksin yang saat ini sedang diuji, karena tidak mengubah domain pengiktan reseptor virus yang memungkinkan virus menginfeksi sel.

“Sebagian besar studi mengenai kandidat vaksin COVID-19 belum melibatkan partisipan dari kelompok anak, meskipun kandidat vaksin yang berhasil sekalipun, vaksin tersebut kemungkinan tidak dapat direkomendasikan dan diberikan pada anak,” pungkasnya. (*)

Penulis : Muhammad Suryadiningrat

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).