Faktor Prognostik Tumor Ganas Jaringan Lunak di RSUD Dr Soetomo

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi sarkoma jaringan lunak. (Sumber: Halodoc)

Sarkoma jaringan lunak atau soft tissue sarcoma (STS) merupakan tumor ganas yang berasal dari jaringan mesenkimal yang terdapat pada kepala, leher, ekstremitas kecuali tulang dan tulang rawan. Tumor ini merupakan kelompok tumor langka yang muncul dari jaringan ikat ekstraskeletal (yaitu otot, fascia, saraf, jaringan fibrosa, dan jaringan lemak). STS ini merupakan penyebab kematian yang penting pada kelompok usia 14-29 tahun.

Di Indonesia berdasarkan data estimasi jumlah kasus baru dan jumlah kematian akibat kanker di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun 2012-2013, STS termasuk 10 kasus kanker terbanyak. Prevalensi STS yang baru terdiagnosis terus meningkat dari waktu ke waktu, dengan peningkatan tahunan rata-rata sebesar 1,8% antara tahun 2002 dan 2012. Estimasi kelangsungan hidup 5 tahun keseluruhan untuk STS adalah 64,9%, meskipun angka ini bervariasi sesuai dengan stadiumnya.

Penelitian kami di RSUD dr.Soetomo didapatkan 106 pasien dengan STS mulai Januari 2012 hingga Desember 2018. Lebih dari 50 persen pasien yang datang dalam kondisi yang terlambat yaitu stadium lanjut. Dalam periode evaluasi 23,5% pasien meninggal, 33, 8 % mengalami kekambuhan dan 21,2 % mengalami metastasis. Pasien dengan stadium lanjut masih memiliki risiko untuk mengalami kekambuhan dan metastasis walaupun telah mendapatkan terapi yang sesuai dengan protokol. Oleh karena itu penting untuk memiliki sistem prognostik STS yang andal, mudah diakses, dan dapat diterapkan secara luas.

Beberapa penelitian menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis pasien dengan STS, seperti usia pasien, ukuran, stadium, kedalaman tumor dan margin pembedahan. Hal tersebut dapat menjadi faktor prediktif untuk tingginya angka mortalitas dalam 1 tahun. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa biomarker inflamasi dapat menjadi faktor prognostik pada kasus STS, diantaranya  kadar C Reactive Protein (CRP), Rasio Netrofil Limfosit (NLR), dan modified Glasgow Prognostic Score (mGPS). Di Indonesia, khususnya di RSUD dr.Soetomo sebagai rumah sakit rujukan utama daerah Indonesia timur belum ada penelitian mengenai faktor prediktif pada pasien dengan STS. Kami berusaha untuk meneliti dan menganalisis nilai prognostik dari faktor faktor klinis, patologis dan biomarker pada STS.

Modified Glasgow Prognostic Score (mGPS) merupakan sistem skor yang mudah, murah, serta sensitif untuk memprediksi luaran atau mortalitas pada pasien STS. Dimana terdapat 3 tingkatan yaitu mGPS 0 dengan nilai CRP normal, mGPS 1 dengan peningkatan nilai CRP dan mGPS 2 dengan peningkatan nilai CRP dan penurunan nilai albumin. CRP adalah suatu penanda terjadinya proses inflamasi, seperti selama pertumbuhan tumor, sejumlah besar sitokin inflamasi, terutama interleukin 1 dan 6 diproduksi untuk merangsang hepatosit agar menghasilkan lebih banyak CRP.

Selain menjadi biomarker untuk peradangan, CRP juga berfungsi sebagai sitokin penting untuk proses seluler dan biologis dalam pertahanan inang. Kadar albumin tidak hanya mencerminkan respons inflamasi sistemik tetapi juga jumlah jaringan tanpa lemak dalam inang, status gizi dan fungsional pasien.         Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20 persen pasien memiliki skor mGPS 2  dan mGPS 2 berhubungan dengan angka kematian yang lebih tinggi.

Penentuan stadium dilakukan untuk mengukur seberapa ganas suatu tumor, mengidentifikasi resiko bagi pasien untuk dapat mengalami kematian, dan pedoman dalam menentukan terapi. Sebagian besar pasien dalam penelitian kami yaitu pada stadium IIIB (61,3%).  Stadium yang tinggi terkait dengan peningkatan ukuran tumor STS, tingginya level histologi dan adanya nodul metastasis.

Status margin pembedahan dari operasi bisa merupakan faktor prediktif untuk terjadinya rekurensi. Margin pembedahan adalah tepi potongan dari tumor/ jaringan sehat yang dilakukan operasi. Bila jarak margin pembedahan yang bebas dari tumor lebih besar maka angka rekurensi akan rendah. Hal ini dapat diakibatkan karena pasien dengan stadium tinggi memiliki risiko yang lebih tinggi dalam operasinya untuk mendapatkan tepi insisi yang tidak bebas tumor. Ada beberapa klasifikasi margin pembedahan yang digunakan di dunia, dalam penelitian ini kami menggunakan klasifikasi R+1 mm. Dimana margin pembedahan R1 (terdapat jaringan tumor dalam jarak 1mm dari tepi batas pembedahan) terkait dengan tingginya risiko kekambuhan lokal.

Sebagai kesimpulan modified Glasgow Prognostic Score (GPS), stadium dan margin pembedahan dapat digunakan oleh klinisi sebagai faktor prognostik kematian, metastasis serta kekambuhan  pada pasien sarkoma jaringan lunak (STS).

Penulis: Ferdiansyah Mahyudin

Artikel lengkapnya dapat diakses pada link berikut ini

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2049080120302351?via%3Dihub

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).