Efektivitas Penggunaan Acid Phosphatase Test & Zink Test pada Pemeriksaan Identifikasi Bercak Cemen

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Sehatq.com

Adanya spermatozoa di dalam liang vagina merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. Namun kadang-kadang dalam pemeriksaan mikroskopis tersebut tidak menemukan spermatozoa atau dengan hasil “false negative”. Hal ini banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain tidak adanya ejakulat dalam liang vagina. Selain itu juga faktor-faktor oligo/azoospermia, vasektomi, degenerasi dari sperma karena waktu, pengambilan sampel yang salah, penyimpanan yang tidak benar. Sehingga perlu pemeriksaan komponen-komponen ejakulat yang lain yakni enzim asam fosfatase, kholin dan spermin. Baik enzim fosfatase, kholin maupun spermin bila dibandingkan dengan spermatozoa, nilai untuk pembuktian lebih rendah sebab ketiga komponen tersebut kurang spesifik. Namun kadar enzim fosfatase yang terdapat divagina jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan yang berasal dari kelenjar prostate.

Saat ini telah dikembangkan metode pemeriksaan untuk identifikasi pendahuluan tersebut. Pemeriksaan pertamakali yang digunakan untuk identifikasi bercak semen/cairan sperma yakni cara fisik (kuno) dengan mata telanjang atau bantuan sinar ultra violet. Cara ini kurang akurat karena banyak menimbulkan fluoresensi ultra violet seperti barang-barang fiber sintetik, cat, bahan pencuci dan lain sebagainya.

Pemeriksaan secara kimiawi merupakan suatu alternatif dalam bidang skrining test dari bercak sperma. Test kimia ini didasarkan adanya perbedaan konsentrasi dari senyawa atau enzim dalam cairan semen manusia yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan cairan tubuh lainnya. Sehingga dengan demikian tes kimiawi ini tidak tergantung dari ada tidaknya spermatozoa.

Tes yang lain yakni tes asam fosfatase (Acid Phosphatase Test) yang  merupakan ‘spot test’ yang sangat sensitif (sampai pengenceran 64x) dan sederhana didasarkan pada konsentrasi enzim nonspesifik phophohydrolase-fosfatase asam yang tinggi yang berasal dari prostate. Tes asam fosfatase ini mempunyai kelemahan yaitu spesifitasnya kurang, bercak dari tanaman seperti cauliflower dan cairan lendir vagina, kosmetik dan produk spermicidal dapat menimbulkan reaksi false positif dan aktivitasnya dapat menurun baik karena waktu atau kelembaban sekelilingnya.

Jenis penelitian: eksperimental laboratorium. Sampel penelitian bercak cemen pada kain.  Cairan cemen didapatkan dari seorang sukarelawan dan menyetujui (inform consent) keikutsertaan dalam penelitian ini. Selanjutnya dibuat bercak pada kain katun ukuran 10×10 cm dengan diteteskan sebanyak satu tetes. Dikeringkan pada suhu kamar. Bahan Penelitian : Reagen untuk tes zink (10 mg 1-(2-pyridylazol)-2-naphtol dilarutkan dalam 2 ml Triton X-100 dan dicampurkan dengan 98 ml 0,5 M larutan Tris (6 gram (hydroxyl-methyl) aminomethane dalam 100 ml aquadest) dan reagen simpan dalam botol gelap pada lemari es suhu 40C. Reagen untuk tes fosfatase (Buffer dalam 90 ml aquadest ditambahkan 10 gram NaCl, 0,5 ml Glacial acetic acid, 1.5 gram sodium acetate unhydrous, 0.5 ml Teepol -larutkan 50 mg Sodium Naphthyl-ortho-phosphate dalam 25 ml buffer  (1) – larutkan 50 mg Diazo Blue B (O-Dianisidine) dalam 25 ml buffer (1), Campurkan (2) dan (3) dan ditambahkan sisa buffer (1) Simpan campuran ini setelah disaring dalam botol gelap pada suhu 40C).

Hasil penilaian validitas pengukuran dalam tes penyaringan, dengan cara membandingkan tes asam fosfatase dan tes zink. Penilaian validitas dilakukan dengan konsep sensitivitas dan spesifisitas. Sensivitas merupakan akurasi tes untuk mengklasifikasi positif sejati dalam subyek. Makin tinggi nilai sensitifitasnya akan makin sedikit yang mengalami negative palsu. Pada penelitian ini didapatkan suatu hasil sensitivitas yang sangat rendah (0.186), hal ini disebabkan adanya perbedaan nilai atau titik point deteksi dari kedua tes tersebut. Tes asam fosfatase digunakan pada bercak semen/sperma dalam kandungan asam fosfatasenya, sedangkan tes zink kandung zink yang ada di sperma. Sehingga pada orang-orang azoospermia dimana dalam cairan semennya tidak didapatkan adanya sperma maka akan menghasilkan tes zink yang negative tetapi tes asam fosfatasenya positif.

Sedangkan tes zink dalam pemeriksaannya berdasarkan kandungan zink atau bahan ionorganik yang terdapat kadar tinggi dalam semen terutama sperma manusia (140 mg/ml) yang kelihatannya lebih stabil. Oleh karena merupakan bahan ionorganik sehingga tidak mengalami degradasi baik pengaruh suhu, kelembaban atau karena pengaruh kimiawi, dan juga akan menempel dengan kuat dengan obyek. Tes zink ini juga tidak menghasilkan tes false positif yang biasanya sering terjadi pada tes asam fosfatase bisa menghasilkan positif dari tanaman seperti cauliflower dan cairan lendir vagina.

Sehingga nilai spesifisitasnya dalam tes zink dan tes asam fosfatase merupakan sangat sahih (100%). Dari hasil ini didapatkan adanya peningkatan spesifisitas akan menurunkan sensitivitas dari suatu uji/tes skrining. Hal ini umumnya tes skrining tidak hanya menunjukkan subyek yang dengan jelas Kategorikan normal dan yang dikategorikan abnormal, tetapi juga subyek-subyek yang berada didaerah perbatasan (grey zone, borderline). Sehingga klasifikasi hanya dibuat secara dikotomi, maka tergantung titik pisah (cut-off point) yang kita pilih, subyek-subyek yang ada di perbatasan dapat dimasukkan ke dalam kategori normal atau sebaliknya tidak normal. Konkritnya, tatkala kita melonggarkan kriteria positif, maka subyek-subyek di perbatasan akan cenderung diklasifikasikan sebagai positif sejati. Sebaliknya tatkala kita mengetatkan kriteria positif maka subyek-subyek di perbatasan akan cenderung diklasifikasikan sebagai negatif sejati

Penulis : Dr.Ahmad Yudianto,dr.SpF.M[K].,SH.,M.Kes

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://e-journal.unair.ac.id/FMI

Ahmad Yudianto,  Ariyanto Wibowo, Indah Nuraini, Htet Htet Aung (2020), Acid Phosphatase and Zinc Tests are Effective for Semen Examination and Identification to prove intercourse. Folia Medica Indonesiana.Vol.56.No.3. September 2020, pp.192-196.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).