Menciptakan Kepuasan Hidup dalam Bekerja

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Maxmanroe.com

Bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja. Kita seringakali mendengar pepatah ini untuk menyindir mereka yang “gila bekerja”. Ada esensi yang harus kita pahami dalam bekerja, yaitu bekerja merupakan sebuah panggilan hidup, sehingga ketika bekerja kita tidak merasa tertuntut, tapi sebaliknya kita justru dapat menemukan kepuasan hidup (life satisfaction) dalam pekerjaan kita. Berdasarkan Gallup International End of Year Survey ke-41 pada tahun 2017, sebesar 59% orang dari 53.796 orang yang tersebar di 55 negara di dunia menyatakan bahwa mereka bahagia. Berdasarkan survei tersebut, Indonesia merupakan negara paling bahagia ke-8 dari 55 negara yang mengikuti survei tersebut. Selain itu, Happiness Index Survey yang dilakukan oleh JobStreet.com pada tahun 2017, ada 71 dari 100 orang di Indonesia mengatakan bahwa mereka bahagia dengan pekerjaannya saat ini. Survei tersebut juga mengungkapkan 3 faktor utama yang membuat karyawan bahagia, yaitu lokasi tempat kerja, rekan kerja, dan reputasi perusahaan. Sebaliknya, 3 faktor utama yang membuat karyawan tidak bahagia adalah kurangnya pengembangan karir kepemimpinan, dan pelatihan dari perusahaan.

Life satisfaction merupakan salah satu indikator dari kesejahteraan karyawan. Life satisfaction karyawan ditentukan oleh kondisi fisik dan mental yang sangat bergantung pada berbagai gabungan indikator termasuk pendapatan, perumahan, hubungan dengan orang lain, pendidikan, kesehatan, kualitas lingkungan, kepercayaan pada orang lain, layanan yang disediakan, keamanan, keseimbangan kehidupan kerja, yang bersama-sama menentukan sejauh mana karyawan secara komparatif merasakan seberapa baik hidup mereka. Life satisfaction dapat mempengaruhi kinerja, komitmen, dan turnover karyawan. Life satisfaction karyawan dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan. Servant leadership dapat meningkatkan life satisfaction karyawan dengan memperkuat keterlibatan kerja karyawan dan harga diri dalam konteks organisasi. Servant leadership berpengaruh terhadap family satisfaction dan family life quality(Yang, Zhang, Kwan, & Chen, 2018). Namun demikian, studi-studi terdahulu yang menyelidiki hubungan antara servant leadership terhadap life satisfaction sangatlah terbatas, sehingga menarik untuk meneliti hubungan keduanya dengan menggunakan mediasi Workplace Postivie Affect.

Servant leadership ditandai dengan kualitas utama untuk menjadi pendengar yang baik, memiliki kesadaran diri, empati dan kepengurusan, yang memungkinkan pemimpin memahami kebutuhan karyawan dan memaksimalkan potensi karyawan, sementara menyesuaikan aspirasi karyawan dengan kebutuhan dan tujuan organisasi. Servant leader menempatkan karyawannya sebagai pusat perhatiannya dan bertujuan untuk memperhatikan kebutuhan karyawannya dan berusaha sebaik mungkin untuk membantu perkembangan karyawan dengan dukungan dan sumber daya yang melimpah. Positive affect merupakan prediktor yang kuat dari life satisfaction. Workplace positive affect (WPA) merupakan akumulasi perasaan positif yang timbul dari pengalaman kerja. Positive affect dapat mengurangi bias kognitif negatif, sehingga dapat berkontribusi untuk mengurangi tekanan psikologis, meningkatkan life satisfaction, dan kesejahteraan psikologis. Ada korelasi antara life satisfaction dan positive affect. Ketika karyawan memiliki perasaan positif di tempat kerja, maka mereka akan memiliki pandangan yang lebih luas dan merangkul lebih banyak persepsi atau masukan. Hal ini akan membuat karyawan lebih memperhatikan domain kehidupan lainnya seperti keluarga, kesehatan, dan waktu luang, sehingga karyawan dapat memberikan lebih banyak energi untuk anggota keluarga dan bersantai, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup secara keseluruhan.

Hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan minuman ini adalah Servant Leadership  berpengaruh terhadap Workplace Positive Affect. Hal ini membuktikan seorang pemimpin yang berinteraksi secara terbuka terhadap karyawan maupun pemimpin yang memperhatikan dan peka terhadap masalah yang dihadapi karyawan dapat meningkatkan workplace positive affect karyawan. Servant Leadership juga berpengaruh terhadap Life Satisfaction (Y). Hal ini membuktikan dukungan yang diberikan oleh pemimpin dapat meningkatkan life satisfaction karyawan. Namun demikian Workplace Positive Affect (Z) tidak berpengaruh terhadap Life Satisfaction. Hal ini menunjukkan perasaan positif di tempat kerja tidak berpengaruh terhadap life satisfaction karyawan. 

Implikasi dari penelitian ini adalah organisasi diharapkan dapat meningkatkan creating value for the community untuk meningkatkan life satisfaction karyawan, yaitu dengan cara pemimpin perusahaan lebih meningkatkan lagi kegiatan-kegiatan untuk membantu masyarakat di sekitar perusahaan dan menekankan kepada karyawan pentingnya berkontribusi terhadap masyarakat sekitar. Selain itu pemimpin perlu menerapkan empowering  dengan cara mendorong karyawan untuk belajar mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi, serta menentukan kapan dan bagaimana menyelesaikan tugas kerja secara efektif. Yang terakhir adalah pemimpin perlu lebih memperhatikan perkembangan karir karyawan dan memperhatikan tujuan karir yang ingin dicapai oleh masing-masing karyawan dengan cara memberikan dukungan dan juga bimbingan yang lebih lagi terhadap karyawan. Organisasi diharapkan dapat lebih memperhatikan kepuasan hidup karyawan dengan cara memperhatikan kondisi fisik dan mental karyawan seperti pendapatan, kesehatan, lingkungan, dan layanan yang disediakan oleh organisasi untuk karyawan.

Penulis:  Anis Eliyana

Artikel selengkapnya dapat diunduh pada:

https://www.ijicc.net/index.php/volume-12-2020/179-vol-12-iss-12

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).