Cepat Menjawab Masalah Jadi Alasan Banyak Masyarakat Meyakini Teori Konspirasi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Kurang lebih 6 bulan lamanya Indonesia berperang melawan virus Covid-19. Bahkan sampai saat ini belum menemukan titik akhir. Berdasar data yang ada, jumlah kasus terus bertambah setiap hari dan tidak menunjukkan tren penurunan.

Dari data covid.19.go.id, jumlah kasus positif pada 13 September 2020 mencapai 218.382 kasus. Artinya, terdapat 3.636 penambahan jumlah kasus. Jumlah kasus yang ada mengakibatkan Indonesia berada di peringkat ke-23 di dunia.

Namun, pandemi Covid-19 sering dikaitkan dengan teori konspirasi. Beberapa masyarakat juga masih ada yang meragukan akan kebenaran pandemi tersebut sehingga banyak dari mereka yang memilih untuk mengabaikan protokol kesehatan yang ada. Dr. Margarita Maria Maramis, dr., Sp.KJ(K), FISCM yang merupakan kepala Instalasi Rawat Inap (IRNA) Jiwa RSUD Dr. Soetomo mengatakan bahwa teori konspirasi itu dibangun untuk menjelaskan suatu situasi yang tidak bisa dijelaskan.

“Konspirasi ini merupakan hubungan berdasar prejudice, ilmiahnya hipotesis. Karena ini pikiran yang muncul,” ujarnya

TAMPILAN webinar Fakultas Kedokteran.Airlangga Medical Scientific Week yang diadakan Forisma BEM KM Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga pada Minggu (13/9/2020).

Teori konspirasi itu muncul karena ada alasan tersendiri yang menguatkannya. Jadi, tidak sedikit masyarakat yang mudah terbawa arus teori tersebut. “Adanya kepalsuan dan alasan yang ada selalu berputar. Akhirnya alasan ini yang berputar terus itu sebagai bukti atas kebenarannya sendiri,” jelasnya.

“Alasan diberikan secara berulang sehingga dapat diyakini. Karena apa yang diulang di dalam otak kita akan menjadi sebuah keyakinan,” imbuhnya.

Dalam webinar Airlangga Medical Scientific Week yang diadakan Forisma BEM KM Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga pada Minggu (13/9/2020), dr. Margarita memaparkan bagaimana cara membedakan teori konspirasi dengan teori sains. Teori konspirasi menurutnya mengandung logika piker, namun perlu dicek realitanya. Selain itu tidak memenuhi kaidah ilmiah, diulang terus-menerus untuk mendapatkan bentuk nyata dalam berpikir, serta cepat menjawab masalah yang dihadapi masyarakat.  

Sementara itu, teori sains juga memiliki logika piker, tapi dilengkapi dengan pembuktian. Termasuk terkandung kaidah ilmiah di dalamnya, nyata, dan ditemukan dalam kurun waktu yang lama. “Karena waktu yang lama inilah yang membuat masyarakat tidak sabar. Berbeda dengan konspirasi yang cepat menjawab masyarakat (masalah, Red),” ujarnya.

Pada sesi akhir, dr. Margarita memberikan kiat-kiat agar terhindar dari jeratan teori konspirasi. Kiat-kiat tersebut, antara lain, menyeleksi informasi yang ada dengan melihat data faktual dan realita, menciptakan suasananya yang nyaman agar pikiran bisa bekerja secara rasional sehingga bisa membedakan hal baik atau buruk. Termasuk menolak jika diajak untuk melakukan sesuatu yang merugikan orang lain serta berkumpul dengan orang-orang yang memberikan dampak positif sehingga pikiran terarah untuk selalu menebar kebaikan. (*)

Penulis: Icha Nur Imami Puspita

Editor: Feri Fenoria Rifa’i

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).