Ingin Menurunkan Berat Badan? Perhatikan Densitas Energi Makanan Kita

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh 99.co

Obesitas dan berat badan berlebih (overweight) meningkat tajam di dekade terakhir ini, sekitar 35% populasi dewasa dunia telah menuju kondisi ini. Obesitas merupakan hulu dari banyak penyakit yang terkait metabolik, misalnya diabetes melitus, hipertensi, kanker dan hipertensi. Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas dari kondisi hilir, maka intervensi dan prevensi obesitas perlu dioptimalkan.

Penyebab obesitas bersifat multifaktorial, meliputi genetik, lingkungan, psikologis, budaya, politik dan sosiekonomi. Tetapi secara prinsip, obesitas disebabkan oleh bergesernya keseimbangan energi ke arah positif. Kemudahan akses untuk mendapatkan intake makanan beserta kemajuan teknologi yang menurunkan aktivitas manusia sehingga keluaran energi menurun, menjadi pemicu pergeseran keseimbangan energi di dalam tubuh. Perempuan mempunyai probabilitas lebih tinggi daripada laki-laki karena faktor hormonal.

Indonesia mempunyai keragaman makanan dengan berbagai densitas energi. Makanan yang berdensitas energi rendah adalah makanan yang mengandung kalori rendah bila dibandingkan dengan makanan lain pada berat yang sama. Studi yang dilakukan bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh densitas makanan terhadap pola peningkatan kadar glukosa darah beserta sensasi kenyang menggunakan metode Visual Analog Scale (VAS).

Studi yang telah dilakukan pada 17 perempuan berusia 18-22 tahun, dengan body mass index ≥ 25 kemudian dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok I diberikan makanan densitas rendah yang terdiri dari nasi jagung madura, orek tempe, sambal terong, ikan asin, urap sayur dan 200 ml air. Komposisi makanan ini mempunyai densitas energi 1,4 kal/g, protein 22,18 g (19,47%), lemak 16,42 g (32,54%), karbohidrat 56,38 g (49,51%) dan serat 6,4 g dengan total energi 455,47 kal dalam 320 gram. Kelompok II diberikan makanan densitas tinggi yang terdiri dari nasi, ayam goreng tepung, saus tomat dan 200 ml air. Komposisi makanan ini mempunyai densitas energi 1,4 kal/g, protein 22,18 g (19,47%), lemak 16,42 g (32,54%), karbohidrat 56,38 g (49,51%) dan serat 6,4 g dengan total energi 455,47 kal dalam 320 gram. Pada subjek penelitian dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah pada saat puasa, 2 dan 4 jam postprandial (PP) serta dilakukan pengisian kuesioner VAS untuk mengevaluasi sensasi kenyang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek yang diberikan makanan berdensitas rendah mempunyai kadar glukosa 65.67 ± 13.33 g/dL, 2 jam PP 81.89 ± 11.11 g/dL, dan 4 jam PP 106.00 ± 56.00 g/dL. Sedangkan pada kelompok densitas energi tinggi didapatkan kadar glukosa puasa 72.00 ± 13.00 g/dL, 2 jam PP 83.38 ± 10.16 g/dL, and 4 jam PP 96.75 ± 14.38 g/dL dengan nilai p<0,05. Untuk nilai VAS pada kelompok densitas energi rendah didapatkan p>0,05 sedangkan pada densitas tinggi p<0,05. Kadar glukosa dan nilai VAS mempunyai korelasi dengan p = 0.01. Semakin rendah kadar glukosa maka sensasi lapar semakin meningkat (R = -0.59).

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makanan dengan densitas rendah (kandungan kalori 1,6 kal/g) akan meningkatkan kadar glukosa darah yang relatif stabil sejak di 2 jam PP dan tidak membuat kadar glukosa darah menurun drastis bila dibandingkan makanan berdensitas tinggi (kandungan kalori >2,1 kal/g). Peningkatan kadar glukosa yang tinggi pada 2 jam PP pada kelompok densitas tinggi akan merangsang pelepasan insulin dari pankreas. Pelepasan insulin ke dalam darah akan mendorong masuknya glukosa ke dalam sel sehingga glukosa darah akan menurun. Penurunan kadar glukosa darah ini akan menyebabkan rasa lapar oleh otak. Untuk mempertahankan berat badan atau menurunkan berat badan, maka mempertahankan kadar glukosa agar tidak terlalu tinggi di dalam darah adalah penting. Makanan dengan densitas energi rendah bisa menjaga pelepasan glukosa ke dalam darah relatif stabil. Dengan menjaga kadar glukosa relatif stabil dan tidak overshoot  berarti menjaga agar tidak dilepaskan insulin berlebihan yang bisa membuat rasa lapar. Ketika rasa lapar bisa ditekan maka asupan makan berlebihan bisa ditekan.

Penulis: Purwo Sri Rejeki
Informasi detail dari tulisan ini dapat dilihat pada: http://medicopublication.com/index.php/ijfmt/article/view/3384

Ni Luh Putu Ayu Putri Sariningrat, Purwo Sri Rejeki, and Irfiansyah Irwadi (2020).Effect of Dietary Energy Density on Increasing Blood Glucose Pattern and Hunger-Satiety Sensation, Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology (14:2), https://doi.org/10.37506/ijfmt.v14i2.3384

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).