Klasifikasi Penyakit Kulit Berdasarkan Pencitraan Dermoskopi Menggunakan Convolutional Neural Network

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh wanitatrendi

Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang sering diderita penduduk Indonesia.  Profil Kesehatan 2009 menunjukkan bahwa penyakit kulit menduduki peringkat ketiga terbanyak di rawat jalan di rumah sakit seluruh Indonesia. Sebagai negara kepulauan, pasien penyakit kulit tersebar di ribuan pulau di Indonesia. Untuk memberikan perawatan penyakit kulit dan lainnya, Pusat Kesehatan Masyarakat primer didirikan di seluruh wilayah di Indonesia. Namun, hal itu tidak diimbangi dengan distribusi tenaga ahli dermatologi yang merata, dokter spesialis kulit dan kelamin cenderung terakumulasi di kota besar.

Dengan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi, pemerataan layanan kesehatan di seluruh Indonesia dapat dilakukan melalui sistem yang disebut telemedicine. Salah satu layanan telemedicine yang memungkinkan diterapkan  adalah layanan penyakit kulit yang disebut teledermatologi. Layanan ini mengacu pada pemanfaatan teknologi telekomunikasi kedokteran untuk mendiagnosis penyakit kulit dan perawatan pasien. Proses layanan ini dapat dibagi menjadi dua model, yaitu model real-time yang memungkinkan pasien untuk secara langsung berinteraksi dengan pakar medis, dan model store-and-forward yang akan menyimpan data pasien sebelum data tersebut diakses ahli dermatologi pada suatu waktu.

Teledermatologi memiliki keunggulan memiliki potensi untuk merevolusi pengiriman data medis menjadi lebih baik dan pelayanan pengobatan penyakit kulit yang merata/terjangkau sampai ke daerah terpencil dan memungkinkan dokter spesialis kulit untuk menyediakan layanan lanjutan untuk pasien yang melakukan pemeriksaan di pelayanan kesehatan primer. Dengan segala keunggulannya, teknologi telemedicine diharapkan dapat diterapkan untuk melengkapi sistem diagnostik konvensional dalam deteksi penyakit kulit melalui Teledermatologi. Sistem diagnosis dermatologi konvensional masih memerlukan berbagai prosedur, seperti skrining klinis pendahuluan melalui visual, analisis pencitraan dermoskopi, biopsi, dan pemeriksaan histopatologi. 

Telah dilakukan penelitian yang mengusulkan aplikasi Convolutional Neural Network (CNN) untuk membuat klasifikasi otomatis lesi kulit yang muncul pada citra dermoskopi pada system teledermatologi. Sistem klasifikasi otomatis ini dapat diterapkan baik dalam model store-and-foward atau dalam mode live interacive, sehingga diagnosis dapat dibuat oleh ahli medis dengan percaya diri dan efisien. Penelitian ini merupakan kolaborasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Indonesia, Universitas Hasanudin, dan Universitas Airlangga, yang mengklasifikasikan penyakit kulit berdasarkan pencitraaan dermoskopi menggunakan algoritma Deep Learning CNN melalui sistem Teledermatologi. Data pencitraan dermoskopi berasal dari dataset MNIST HAM10000 yang berjumlah 10.015 citra dan dipublikasikan oleh International Skin Image Collaboration (ISIC).

Dataset tersebut dibagi menjadi tujuh golongan penyakit kulit yang termasuk dalam kategori tumor/kanker kulit, tetapi hanya dikonsentrasikan pada tujuh golongan yaitu: Melanocytic Nevi, Melanoma, Benign keratosis like lesions, Basal cell carcinoma, Actinic keratoses, Vascular lesions, dan dermatofibroma. Proses klasifikasi citra menggunakan dua model Pre-trained CNN, yaitu MobileNet v1, dan Inception V3. Web-classifier merupakan website yang digunakan untuk mensimulasikan implementasi sistem klasifikasi penyakit kulit pada teledermatologi. Terdapat dua jenis web-classifier, yaitu “Private Website” yang hanya dapat diakses melalui jaringan Puskesmas atau klinik yang secara khusus terkoneksi dengan server teledermatologi dan “Public Website” yang dapat diakses oleh siapapun yang ingin melakukan deteksi dini penyakit kulit yang dideritanya. 

Uji performansi tiap kelompok penyakit kulit pada web-classifier mobilenet v1 diperoleh nilai rata-rata performa prediksi benar hanya 58% dan nilai misclassification sebesar 42%. Sedangkan uji kinerja prediksi dengan menggunakan Inception V3 diperoleh nilai rata-rata kinerja prediksi benar sebesar 78% dan nilai misclassification hanya 22%. Hasil penelitian menunjukkan perbandingan akurasi prediktif web-classifier yang menggunakan model CNN Inception V3 memiliki nilai akurasi sebesar 72% sedangkan yang menggunakan model MobileNet v1 memiliki nilai akurasi sebesar 58%. Melanocytic Nevi memiliki data citra terbanyak yaitu 5.954 dan menjadi golongan penyakit kulit yang memiliki persentase prediksi benar tertinggi pada model Inception V3 yaitu 90%.

Sedangkan dermatofibroma memiliki data citra paling sedikit yaitu 109 merupakan golongan penyakit kulit yang memiliki persentase prediksi terendah yaitu 67% pada model MobileNet v1 dan 17% pada model Inception V3. Penyakit kulit yang memiliki ciri khas pada data citra lebih mudah dalam prediktornya misalnya penyakit kulit vaskular. Dengan jumlah data asli yang hanya 131 gambar, vaskular memiliki tingkat akurasi 70% pada model MobileNet v1 dan 90% pada model Inception V3. Berdasarkan hasil pengujian penerapan model CNN pada web classifier, maka sistem klasifikasi penyakit dapat diterapkan pada aplikasi Teledermatologi. 

Sebagai tambahan, Teledermatologi merupakan salah satu solusi pelayanan kesehatan bidang dermatologi di masa pandemi Covid-19, untuk meminimalisasi kontak pasien dengan tenaga medis, selain memenuhi kebutuhan pasien kulit yang tidak berani periksa langsung ke ahli penyakit kulit di layanan kesehatan.

Penulis: Dr. Afif Nurul Hidayati dr.,Sp.KK(K), FINS-DV, FAADV

Informasi lebih lengkap dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: Disease Classification based on Dermoscopic Skin Images Using Convolutional Neural Network in Teledermatology Syste. https://ieeexplore.ieee.org/abstract/document/8973303

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).